Pedang Ular Merah Chapter 13

NIC

Setelah menghadapi sepasang golok besar Lo Beng Tat sampai dua puluh jurus lamanya, Eng Eng harus mengakui bahwa ilmu golok orang tua ini benar-benar berbahaya. Ia lalu berseru keras dan sinar merah berkelebat ketika ia mengeluarkan pedangnya, Ting Kwan Ek sudah maklum akan kelihaian ilmu pedang gadis itu, maka ia segera berseru.

"Suma lihiap, harap kau jangan menurunkan tangan kejam!"

Akan tetapi sambil menggerakkan pedangnya yang luar biasa, Eng Eng menjawab sambit tersenyum mengejek,

"Ting-twako, apa kau kira monyet tua ini tidak akan melukai aku dengan goloknya, kalau ia mampu melakukan hal itu?"

Sambil berkata demikian, Eng Eng lalu membalas dengan pedangnya yang luar biasa gerakannya. Sejak tadi, Lo Beng Tat sudah merasa terheran-heran dan kaget sekali. Belum pernah ia menyaksikan ilmu silat seperti yang dimainkan oleh gadis itu ketika menghadapi sepasang goloknya. Ia terkenal memiliki ilmu golok yang ganas sekali, akan tetapi gadis itu, dengan tangan kosong dapat menghadapi sepasang goloknya, dengan gerakan tubuh yang aneh, kadang-kadang terhuyung-huyung seperti orang mau jatuh, kadang seperti menari-nari.

Namun goloknya tetap saja dapat dielakkan dengan amat cepat dan tak terduga-duga. Kini melihat gadis itu memegang sebatang pedang yang sinarnya kemerah-merahan dan yang gerakannya amat luar biasa makin terkejut. Ia mencoba untuk menangkis dengan golok kiri dan membalas menyerang dengan golok kanan, akan tetapi ketika pedang itu membentur golok kirinya pedang itu melesat ke samping dan mendahului golok kanannya, menyambar ke arah lengan tangan kanannya! Ia cepat melompat mundur sambil menarik tangan kanannya dengan muka pucat. Hampir saja tangan kanannva menjadi korban dalam gebrakan pertama setelah gadis itu memegang pedangnya.

Eng Eng tidak mau memberi hati kepada lawannya dan terus maju menyerang sehingga sebentar saja Lo Beng Tat terdesak hebat, memutar dua batang goloknya untuk melindungi tubuhnya, sambil menggerakkan kedua kakinya mundur teratur. Bukan main gelisahnya Ting Kwan Ek melihat hal ini. Kalau sampai orang itu terluka, tentu hal ini akan menjadi semakin hebat dan besar sekali kemungkinannya bahwa dia akan terlibat dan akan bertentangan dengan keluarga suhengnya! Ia lalu membisiki telinga isterinya dan terdengarlah kemudian nyonya Ting berseru.

"Adik Eng, dengarlah omonganku, pandanglah mukaku, jangan kau membunuh atau melukai orang!"

Suara nyonya Ting ini terdengar mengharukan dan mengandung isak tangis sehingga pengaruhnya jauh lebih besar bagi Eng Eng dari pada ucapan Ting piauwsu tadi. Memang kepada nyonya ini Eng Eng amat menyayang dan menghormatinya, maka begitu mendengar seruan ini, ia memutar otaknya dan berpikir mengapa nyonya Ting melarangnya membunuh atau melukai orang yang dianggapnya jahat ini. Pengetahuannya yang amat dangkal tentang hubungan kekeluargaan dan sebagainya, membuat ia tidak mengerti mengapa nyonya Ting seakan-akan membela orang tua ini, Akan tetapi, untuk melanggar larangan ini, ia tidak tega, karena dari suara nyonya itu, ia maklum bahwa nyonya Ting sedang berada dalam keadaan yang amat Cemas dan berduka karena pertempuran ini.

"Baiklah cici, aku hanya akan memperlihatkan bahwa adikmu tidak boleh dibuat permainan!" Ia lalu menggerakkan pedangnya lebih cepat lagi dan terdengarlah suara keras dibarengi pekik Lo Beng Tat.

Sebuah goloknya yang kanan, terlepas dari pegangan dan terlempar ke udara! Sebelum ia tahu bagaimana lawannya dapat melakukan hal ini, tangan kiri Eng Eng sudah bergerak, didahului oleh tusukan pedangnya yang cepat sekali hendak menancap ke ulu hati lawan! Tentu saja bagi Lo Beng Tat gerakan pedang yang mengancam ulu hatinya itu lebih penting untuk diperhatikan karena lebih berbahaya, maka cepat la mengelak ke kanan untuk menghindarkan diri dari tusukan pedang itu. Tidak tahunya bahwa serangan pedang ini hanya pancingan belaka, karena Eng Eng lebih mengutamakan tangan kirinya yang dengan tepat telah menotok urat nadi tangan kiri Lo Beng Tat yang memegang golok.

"Aduh"!" Kepala rampok itu berseru kesakitan dan sebentar saja golok kirinya telah pindah tangan! Eng Eng menghentikan gerakannya dan kini sambil menimang-nimang golok besar di tangan kirinya, ia tersenyum dan menyimpan kembali pedangnya.

"Kalau tidak memandang muka ciciku yang baik, bukan hanya golok yang kurampas, melainkan kepala orang!" katanya sambil tersenyum manis.

Lo Beng Tat hanya berdiri melongo saking heran dan terkejut, kemudian ia sadar dan menudingkan golok kanannya ke arah Eng Eng.

"Kau benar seorang yang tidak kenal budi, seorang perempuan liar yang baru keluar dari hutan dan tidak tahu aturan! Berbulan- bulan kau tinggal di rumah kami, makan nasi kami, mendapat perlakuan yang baik dan manis budi! Sekarang bahkan kami mempunyai pikiran untuk menarik kau sebagai seorang anggauta keluarga, akan tetapi apakah balasanmu? Kau menghina ayahku, dan mencaci maki adikku, sungguh, hari ini aku harus mengadu jiwa dengan kau, perempuan liar!" Sambil berkata demikian, Lo Kim Bwe menggerakkan sepasang goloknya dan menyerang Eng Eng dengan kalang kabut! Terdengar Ouw Tang Sin, Ting Kwan Ek, dan nyonya Ting berseru membujuk, akan tetapi Lo Kim Bwe tidak perdulikan semua itu dan terus menyerang dengan hebatnya.

"Jangan takut, enci Bwe, aku membantumu!" seru Lo Houw yang sudah mengeluarkan ruyungnya dan menyerang Eng Eng pula dengan gerakan yang berat dan kuat sekali.

"Celaka!" Ting Kwan Ek berseru bingung.

"Bagaimana baiknya sekarang?"

Ouw Tang Sin juga menjadi bingung dan serba salah, akan tetapi ia hanya mengangkat pundak karena tidak berdaya.

"Eng Eng, sekali lagi, kuharap kau tidak melukai mereka!" Nyonya Ting berseru kembali.

Akan tetapi kini kemarahan Eng Eng sudah banyak mereda setelah ia berhasil mengalahkan Lo Beng Tat. Sambil tersenyum-senyum ia menyambut serangan kedua saudara Lo itu dengan senjata golok yang tadi dirampasnya dari Lo Beng Tat. Golok itu masih dipegang di tangan kiri dan ternyata bahwa gerakan tangan kirinya memainkan golok itupun amat mengagumkan! Terbelalak mata Lo Beng Tat yang terkenal sebagai ahli golok ketika ia menyaksikan betapa dengan golok di tangan kiri, Eng Eng menjawab seruan nyonya Ting tadi dan kini ia memutar goloknya demikian rupa sehingga tubuhnya lenyap di tengah gulungan sinar putih dari golok itu.

Baik Kim Bwe maupun Lo Houw tak dapat melihat bayangan Eng Eng dan yang mereka lihat Hanyalah bayangan sinar putih dari golok itu yang menyambar-nyambar ke arah mereka dengan kecepatan luar biasa dan menimbulkan hawa dingin! Baru saja bertempur tiga puluh jurus lebih sepasang golok di tangan Kim Bwe telah terpental jauh dan nyonya muda yang genit ini terpaksa melompat mundur.

"Mengapa kau diam saja? Apakah kau tidak mau membantu isterimu?" bentaknya dengan mulut cemberut dan mata berapi kepada suaminya.

Ouw Tang Sin menjadi bingung dan serba salah. Tidak membantu, bagaimana? Yang bertempur melawan Eng Eng adalah isteri dan iparnya, akan tetapi kalau membantu, ia sudah merasa jerih terhadap kelihaian Eng Eng!

"Ha, agaknya kau sudah tergila-gila kepada gadis liar itu, bukan?" Kim Bwe mendesak marah. Terpaksa Ouw Tang Sin mencabut senjatanya, akan tetapi Ting Kwan Ek mencegah.

"Jangan, suheng, apakah kau hendak membikin keadaan menjadi makin kusut?"

Ouw Tang Sin makin menjadi ragu-ragu dan pada saat itu, terdengar jeritan ngeri dari Lo Houw karena ujung golok Eng Eng telah menggurat mukanya sehingga mukanya berlumuran darah dari jidat sampai ke dagu! Eng Eng sengaja memberi hajaran hebat kepada pemuda muka hitam itu. Memang ia hanya menggaris saja sehingga kulit muka pemuda Itu pecah dan biarpun ia tidak menderita luka hebat, namun terpaksa wajahnya akan bercacad dengan goresan dari atas ke bawah untuk selamanya! Lo Houw melempar ruyungnya dan mendekap mukanya dengan kedua tangannya. Darah mengalir melalui celah-celah jarinya.

"Bangsat perempuan keji!" Kim Bwe berteriak dan ia melompat maju hendak menyerang Eng Eng dengan mati matian!

Akan tetapi pada saat itu terdengar suara ketawa terbahak-bahak yang amat mengerikan. Sebatang piauw yang merupakan kilat hitam menyambar ke arah dada Kim Bwe! Tiba- tiba Eng Eng berseru keras dan nona perkasa ini menubruk maju menangkap tangan Kim Bwe dan menariknya kuat kuat sehingga nyonya muda itu terseret jatuh dan piauw yang menyambarnya itu lewat sambil mengeluarkan bunyi melengking lalu menancap pada tiang pintu, bergoyang-goyang mengerikan!

Eng Eng melepaskan tangan Kim Bwe dan tubuhnya melesat ke arah dari mana datangnya piauw (senjata rahasia vang disambitkan) tadi. Orang-orang hanya melihat bayangannya saja berkelebat keluar dan sebentar kemudian lenyaplah gadis itu! Ting Kwan Ek dan Ouw Tang Sin cepat mengejar dan tak lama kemudian mereka melihat Eng Eng yang masih memegang golok bertempur melawan seorang laki-laki berusia kurang lebih empat puluh tahun yaag mengenakan pakaian mewah dan indah gerakannya. Laki-laki ini amat gesitnya, dan senjatanya adalah sepasang tombak yang ada Kaitannya. Melihat laki-laki ini Ting Kwan Ek dan Ouw Tang Sin menjadi pucat.

"Ban Hwa Yong!" mereka berseru dengan suara tertahan. Memang laki-laki itu adalah Ban Hwa Yong saudara termuda dan Thian-te Sam-kui. Ketika Ban Hwa Yong mendengar seruan ini dan melihat bahwa yang datang adalah Ouw piauwsu dan Ting piauwsu, ia tertawa bergelak, menyerang Eng Eng dengan cepat dan hebat sehingga terpaksa Eng Eng melompat mundur. Ban Hwa Yong menggerakkan tubuhnya melompat pergi sambil berkata,"Ha, ha, ha! Jiwi-piauwsu dari Pek-eng Piauwkiok! Bagus sekali, kulihat di sini terdapat dua bunga indah yang kalian harus persembahkan kepadaku pada hari besok!" Setelah berkata demikian, lalu lompat pergi.

"Bangsat pengecut!" Eng Eng bergerak mengejar, akan tetapi dari arah Ban Hwa Yong meluncurlah tiga batang piauw hitam. Memang Ban Hwa Yong telah terkenal akan keahliannya melepaskan berbagai macam senjata rahasia dan lemparannya dengan tiga batang piauw ini tidak boleh dipandang ringan. Tidak saja ia memiliki kepandaian menyambit piauw yang disebut ilmu melepas piauw "seratus kali lepas seratus kali mengenai sasaran", juga piauw itu telah direndam dalam racun yang amat berbahaya.

Posting Komentar