"Namanya Si Han Liong..."
"Bolehkah aku bertanya, kemanakah Lihiap kini hendak pergi?" tanya Lo Sam pula.
"Aku hendak pergi ke Hong-lung cian."
"Ke Hong-lung cian? Kebetulan sekali, Lihiap, kami berdua juga sedang menuju ke sana ketika dicegat oleh para bajak tadi," kata Lo Sam.
"Kalau Lihiap sudi, silakan ikut dengan perahu kami, bersama-sama pergi ke Hong-lung cian." Han Liong menawarkan. Lie Hong Ing tersenyum dan menyatakan terima kasihnya. Han Liong yang belum ada pengalaman itu merasa malu-malu selama di dalam perjalanan membisu saja. Tapi baiknya Lie Hong Ing adalah seorang gadis kota yang terpelajar, hingga tanpa ragu-ragu gadis ini mengajaknya bercakap-cakap dan lama kelamaan pemuda itu hilang rasa malunya. Ternyata Hong lng selain pandai ilmu silat, juga luas pandangannya tentang ilmu sastera.
Gadis ini menganggap bahwasanya Han Liong hanyalah seorang sasterawan yang hanya kenal sedikit ilmu silat saja, maka pembicaraannya kebanyakan mengenai ilmu kesusasteraan, dan mungkin Hong Ing hendak membanggakan kesusasteraannya! Karena perahu itu tidak berapa besar, maka Han Liong mempersilakan Hong lng menempati tempat tidur satu-satunya di dalam perahu itu yang hanya terbuat daripada jerami dibungkus kain, dan ia sendiri duduk di luar kamar perahu mengobrol dengan Lo Sam sambil membantu mendayung. Malam hari itu dilewatkan tanpa kejadian sesuatu. Hong Ing agaknya sangat lelah barangkali setelah pertempuran itu, karena ia pulas dan nyenyak sekali sampai esok harinya. Setelah matahari tinggi, mereka memasuki kolong jembatan pintu kota Hong-lung-cian. Lie Hong Ing ketika mereka sampai di jembatan kedua, lalu menyatakan terima kasihnya dan turun dari perahu.
"Si toako, selamat berpisah sampai berjumpa pula," kata gadis itu sambil menunduk hormat, tiba-tiba saja ia menggunakan sebutan yang lebih akrab, ialah toako atau kakak.
"Lihiap telah banyak memberi petunjuk padaku yang bodoh ini, aku ucapkan banyak terima kasih pula," jawab, Han Liong. Setelah gadis itu pergi, Lo Sam mengomel pada Han Liong,
"Ah, kongcu, Lihiap sebut kau toako, kenapa kau masih sebut ia Lihiap?"
"Habis bagaimana, Lo Sam?"
"Seharusnya kau sebut ia moi-moi atau siauw-moi..." Han Liong diam saja, tapi mukanya terasa panas karena ia merasa malu kalau harus menyebut demikian.
Atas petunjuk Lo Sam yang telah beberapa kali datang ke kota itu dan mengenal semua jalanannya. Han Liong mendapat kamar di rumah penginapan Cit-seng. Kemudian, setelah menambah uang setail perak, tapi ditolak oleh Lo Sam, kakek nelayan itu kembali ke kampungnya, dan kebetulan ada seorang yang hendak ke Lam-ciu hingga ia mendapat penumpang lagi. Sepeninggal Lo Sam, Han Liong terkenang kepada Hong Ing yang amat menarik hatinya itu. Ia kagum mengenangkan kecerdikan, pengertian dan kepandaian silat gadis itu. Begitu muda tapi sudah demikian luas pengalamannya, pikirnya. Ia baru saja turun gunung lalu mendapat kawan seperjalanan yang menarik seperti Lo Sam yang peramah dan Hong Ing yang pandai itu, betapa genbira hatinya selama dalam perjalanan, tapi sekarang mereka harus berpisah.
Dan tinggallah Han Liong seorang diri di kota yang masih asing baginya. Kini ia merasa sangat kesepian. Kemudian, setelah makan siang, ia keluar dari penginapan, berjalan-jalan melihat-lihat kota sembari memasang telinga ingin tahu di mana gerangan tempat tinggal musuh besarnya, yaitu Tiat-kak-liong Lie Ban si Naga Tanduk Besi. Tapi alangkah herannya ketika ternyata tak seorangpun di kota itu yang ditanyainya, kenal kepada Tiat-kak-liong Lie Ban. Atas petunjuk beberapa orang yang ditanyainya, ia mendatangi beberapa cabang atas dan guru silat di kota itu untuk mencari keterangan. Tapi para jagoan di kota inipun tidak kenal nama Lie Ban si Naga Tanduk Besi. Salah seorang guru silat yang berperawakan tinggi besar tapi sombong dengan angkuh menjawab pertanyaannya dengan ketawa.
"Naga Tanduk Besi? Ah, anak muda, barangkali kau salah dengar. Apakah kau mencarinya hendak belajar silat?" Han Liong mengangguk, menyatakan ya.
"Kalau begitu, barangkali yang kau cari itu bukan Tiat-kak-liong, tapi Tiat-thou-liong si Naga Kepala Besi."
"Tiat-thou-liong? Siapakah dia dan di mana tempat tinggalnya?" Han Liong bertanya penuh harap.
"Ha, ha, ha! Kalau kau berguru kepadanya, maka kau takkan kecewa, kongcu." Tiba-tiba guru silat itu bicara sopan dan ramah,
"Pun, ongkos belajarnyapun tidak begitu mahal, pendeknya cukup murah kalau dibandingkan dengan pelajaran ilmu silat tinggi yang akan kau terima." Biarpun tidak tertarik akan percakapan ini, namun Han Liong terpaksa menunjukkan muka tertarik.
"Di mana tempat tinggalnya?" ulasnya lagi.
"Lihat ini!" tiba-tiba guru silat itu berkata sambil memungut dua potong bata merah lalu memukulkan dua bata itu ke atas kepalanya! Terdengar suara "prok! Prak!" batu bata itu pecah, hancur menjadi beberapa potong kecil! "Nah, lihatlah kekuatan kepalaku. Akulah yang dipanggil orang Naga Kepala Besi. Jadi yang kau cari untuk kau jadikan gurumu tiada lain orangnya ialah aku sendiri!" Han Liong merasa kecewa dan mendongkol sekali.
"O, jadi kau sendirikah kauwsu itu? Baik, aku mau menjadi muridmu dan berapa saja bayaran pelajarannya akan kubayar, tapi aku harus mencoba sendiri kekuatan kepalamu itu."
"Baik, baik. Silakan!" Han Liong memungut sepotong bata kecil, pecahan dari bata tadi.
"Aku hanya ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri betapa kuatnya kepalamu. Aku akan menggunakan bata kecil ini untuk menyambit kepalamu," katanya. Si Naga Kepala Besi tertawa berkakakan karena melihat lengan Han Liong yang halus kulitnya itu bagaikan lengan wanita, membikin ia menjadi geli, mengapa pemuda itu demikian bodoh untuk mencoba kepalanya dengan sepotong bata kecil. Bukankah tadi dua buah bata besar menjadi hancur ketika beradu dengan kepalanya? Berapa kekuatan bata sekecil itu? Ia segera memasang kepalanya ke arah Han Liong dan menantang,
"Nah, lemparlah bata itu sekuat tenagamu!" Karena jemu dan mendongkol, Han Liong menjepit bata itu diantara jari-jari tangannya, lalu menggunakan telunjuknya untuk menyentil bata itu ke arah kepala Naga Kepala Basi itu. Sengaja pemuda itu tidak menggunakan semua tenaga lweekangnya, karena maksudnya hanya memberi sekedar pelajaran untuk kesombongannya. Bata kecil itu melesat dan "pletak!" menghantam si "kepala besi." Sungguh aneh, bata itu tidak pecah, tapi sebaliknya si Naga Kepala Besi bagaikan menerima pukulan palu baja yang keras! Ia berteriak,
"Aduh!" dan kedua tangannya memegang kepalanya dan terhuyung-huyung, akhirnya jatuh di atas sebuah kursi sambil meringis-ringis. Ia merasa kepalanya sakit sekali sehingga tidak tertahan, kedua matanya mengeluarkan air! Ia meramkan mata menahan sakit.
Untungnya rasa sakit itu hanya sebentar saja, dan ketika ia menggunakan jarinya meraba-raba, ternyata di batok kepalanya tumbuh tanduk alias bengkak! Ia sangat heran dan membuka matanya, tapi keheranannya bertambah ketika dilihatnya bahwa pemuda itu sudah tidak berada di hadapannya lagi! Diam-diam dia maklum ia baru berhadapan dengan seorang ahli Iweekeh yang tinggi ilmu silatnya. Maka berjanjilah ia dalam hati untuk tidak bersikap sombong dilain kali. Dengan hati kecewa Han Liong berjalan ke sana ke mari di dalam kota Hong-lung-cian. Ia merasa putus asa. Ke mana lagi ia harus mencari musuh besarnya itu? Kakinya membawanya ke sebuah tempat yang ramai, merupakan pasar kecil di mana banyak terdapat orang-orang berdagang barang-barang yang datang dari luar kota. Secara iseng-iseng ia masuk ke situ dan berdesak-desakan dengan banyak orang.
Tiba-tiba ia merasa ada orang meraba-raba kantongnya yang tergantung di pinggangnya. Cepat sekali gerakan tangan itu hingga tahu-tahu kantongnya telah terlepas dari ikatan! Tapi tangan Han Liong lebih cepat lagi. Pencopet yang licik ttu tanpa disadarinya, ia merasa pergelangan tangannya yang memegang kantong tadi telah dipegang oleh tangan korbannya. Ia berusaha melepaskan pegangannya, tapi sia-sia. Bahkan ketika ia kerahkan tenaganya, ia merasa pergelangan tangannya begitu sakit seakan-akan hendak patah. Mata dengan muka merah dan kebingungan ia menurut saja ketika Han Liong menariknya ke tempat yang agak sunyi. Mereka berdua berjalan seakan-akan dua sahabat karib saling bergandengan tangan. Setelah tiba di sebuah gang sepi Han Liong melepaskan cekalannya. Orang itu mengembalikan kantong yang dicopetnya itu sambil menunduk memberi hormat.
"Kongcu maafkan siauwte yang telah berlaku tak sepatutnya padamu," katanya. Han Liong melihat orang itu masih muda, kira-kira berusia dua puluh lima tahun, tubuhnya kecil tapi tampak kuat dan dari gerak-geriknya dapat kita ketahui bahwa ia mengerti ilmu silat.
"Tidak apa," jawabnya,
"Tapi barangkali kau bisa menolongku," kata Han Liong. Orang itu memandang heran.
"Kongcu, aku Tan Sam dijuluki orang Si Copet Tangan Seribu. Belum pernah tanganku gagal, tapi kali ini kongcu telah membuat aku takluk benar-benar, karena tidak sembarang orang dapat memegang lenganku tanpa aku dapat berdaya sama sekali. Aku orang miskin dan tentang kepandaian, kongcu jauh lebih tinggi dariku, maka pertolongan apakah yang dapat kuberikan kepada kongcu?"
"Aku tidak inginkan pertolongan tenaga maupun uang," kata Han Liong.
"Hanya aku membutuhkan keterangan tentang seorang di kota ini."
"Oo, kalau soal itu saja, jangan kongcu khawatir, karena tidak ada seorang juapun di kota ini yang tidak kukenal, kecuali kalau ia orang luar kota."
"Nah, kalau begitu, kenalkan kau seorang bernama Lie Ban yang disebut orang si Naga Tanduk Besi?" Tan Sam mengerutkan dahinya memikir- mikir.
"Lie Ban Naga Tanduk Besi? Sungguh heran, tidak ada rasanya orang yang bernama itu di sini, kongcu." Han Liong kecewa, tapi masih mencoba menerangkan.
"Ia belum lama ini pindah dengan keluarganya dari Lam-ciu."
"Dari Lam-ciu katamu, kongcu? Ada seorang she Lie yang baru pindah dari Lam-ciu, tapi namanya adalah Lie Wan-gwa. Tapi aku tidak tahu apakah hartawan itu bernama Lie Ban. Lagi pula, masakan seorang hartawan mempunyai nama julukan seperti seorang ahli silat demikian? Tapi, nanti dulu! terus terang kukatakan bahwa aku pernah mencoba memasuki gedungnya, tapi gagal, aku mendapat genteng yang dilemparkannya padaku yang menyebabkan hampir saja aku dapat ditawannya dan...!"
"Dan... bagaimana maksudmu?" Han Liong tertarik.