"Bagus!" diam-diam Han Liong memuji karena gerakan pedang Taufan Mengamuk di Lautan ini dimainkan dengan gaya indah sekali, Hek Sam Ong tundukkan kepala dan loncat mundur untuk menghindarkan diri dari serangan berbahaya itu dan si nona mendesak maju. Dua orang bajak yang tak senang melihat gadis itu dan berbareng kagum melihat kecantikannya, menggunakan gagang tombak mereka untuk memukul dari belakang ke arah dua lengan tangan gadia itu. Tapi tiba-tiba si gadis melompat ke atas dan turun kembali sambil kedua pedangnya berkelebat ke kanan dan ke kiri, tahu-tahu kedua bajak itu menjerit sambil roboh karena leher mereka tertusuk pedang sampai tembus!
"Serbu! Tangkap!!" Demikian terdengar teriakan-teriakan dan semua bajak yang tadinya mengeroyok Han Liong, kini berbalik mengepung nona itu dengan teriakan-teriakan riuh rendah. Oei-Coa Tai-Ong menghampiri Han Liong sambil menjura,
"Sobat muda, sekarang lebih baik kau pergi saja, karena urusanmu sudah beres dan kami sedang sibuk dengan kuda betina liar ini!" katanya. Diam-diam Han Liong merasa geli karena ia tahu akan kelicinan kepala bajak ini. Setelah tahu bahwa Han Liong bukan makanan lunak dan tidak membawa harta, maka kepala yang pintar itu mengambil kesempatan ketika semua orang tidak melihat, sehingga ia tidak akan hilang muka, minta Han Liong pergi saja dari tempat itu! Tapi Han Liong bukannya pergi malahan mengambil sebuah kursi dan duduk dengan enak.
"Aku mau nonton dulu," katanya.
"Gampang saja pergi kalau tontonan bagus ini sudah selesai." Oei-Coa Tai-Ong tidak perdulikan ia lebih jauh karena ia harus membantu Hek Sam Ong yang nampak payah, sedangkan beberapa orangnya telah rebah mandi darah menjadi korban sepasang pedang yang ganas dari nona itu. Karena banyaknya korban, maka akhirnya para bajak hina itu tidak berani lagi mendekati rona yang sedang mengamuk seperti singa betina itu, takut kepada sepasang pedangnya yang berbahaya dan tajam.
Mereka hanya melihat dari tempat aman bagaimana kedua Tai-Ong mereka dengan dibantu tiga orang pemimpin yang agak tinggi ilmu silatnya, mengeroyok gadis itu. Hek Sam Ong memainkan toyanya dengan ilmu toya dari cabang Siauw-lim yang sudah berobah, tapi masih cukup berbahaya, sedangkan Oei-Coa Tai-Ong memainkan pedangnya dengan ilmu silat pedang campuran antara ilmu pedang dari Pek-lian-kauw (Agama Teratai Putih) dan kiam-hoat dari Gobi. Permainan silat kedua tai ong ini memang bagus sekali, ditambah dengan tiga pemimpin lain yang lumayan juga permainan goloknya, maka perlahan-lahan si;nona terdesak juga dan lebih banyak menangkis daripada menyerang. Tapi gadis itu meskipun usianya masih sangat muda tapi semangat dan keberaniannya besar sekali. Ia kertakkan gigi dan memutar siang-kiamnya bagaikan kitiran.
Pada saat itu dengan gerakan Burung Kepinis Bermain di Angkasa ia melompat ke atas menghindari sapuan toya dan tikaman pedang kedua Tai-Ong itu, lalu dengan mengandalkan ginkangnya yang tinggi, ia melayang secepat kilat sambil menikamkan pedangnya ke arah leher seorang daripada tiga pemimpin yang mengeroyoknya. Hek Sam Ong menggerakkan toyanya untuk menangkis dan menolong kawannya, tapi tiba-tiba ia merasakan toyanya seakan-akan terbentur sesuatu dan terpental balik, hingga serangan nona itu tidak ada yang menghalangi. Terdengar teriakan ngeri dibarengi dengan tersungkurnya kepala bajak tadi karena lehernya hampir putus oleh pedang si nona! Sisa pengeroyoknya yang tinggal empat orang itu menjadi hilang akal juga melihat kehebatan gadis itu, terutama Hek Sam Ong merasa heran karena tidak mengerti apakah yang telah membentur toyanya tadi.
Karena merasa kebingungan ini, permainan toyanya menjadi kacau dan kesempatan baik itu digunakan oleh si gadis untuk menyerang dengan hebat dalam gerakan tipu Siauw-liong-tiam-jiauw atau Naga Kecil Ulur Cakarnya. Sepasang pedangnya bersamaan menyerang ke arah dada dan leher lawan. Namun ternyata gadis itu sangat terburu nafsu, mungkin karena kelelahan dan ingin segera menghabiskan musuh-musuhnya secepat mungkin hingga ia kurang berlaku hati-hati. Tipu silat yang ia jalankan itu sungguhpun sangat berbahaya bagi seorang lawan, namun demikian berbahaya pula bagi dirinya sendiri karena ia sedang menghadapi keroyokan. Ia tidak ingat bahwa tipu itu hanya boleh dimainkan jika menghadapi lawan seorang saja. Dengan menyerang dengan kedua pedangnya, ia memberi kesempatan terbuka bagi lain pengeroyoknya. Dan Oei-Coa Tai-Ong melihat pula hal ini. Dengan sangat girang, ia menubruk maju sambil menusukkan pedangnya dari belakang nona itu.
Pada saat yang sangat berbahaya bagi nona itu kembali Han Liong mempergunakan batu-batu koral kecil yang sejak tadi ia main-mainkan di tangan. Tadi ia telah gunakan sebutir koral untuk menahan toya Hek Sam Ong, kini terlihat ia menggerakkan tangan kiri dan kanannya dua kali. Batu pertama tepat mengenai jidat Hek Sam Ong hingga si tinggi besar ini tidak berdaya sama sekali ketika pedang nona itu mengarah dadanya. Ia berteriak ngeri dan roboh, dari dadanya mengalir darah segar. Batu kedua tepat menyerang betis kaki Oei-Coa Tai-Ong, hingga biarpun ia memakai kaos kaki duri kulit, namun masih saja betisnya merasa sangat perih dan sakit hingga ia terpaksa berhenti mengejar nona itu dan memegang-megang kakinya dengan rasa takjub. Ketika itu, si nona sudah membalikkan tubuh dan ia makin bersemangat karena musuhnya kini tinggal tiga lagi.
Betapapun juga, ia sudah amat lelah dan mandi keringat, sedangkan di antara semua lawannya. Oei-Coa Tai-Ong adalah yang paling tangguh. Han Liong melihat gerakannya mulai lemah merasa kasihan juga dan kembali ia mengayun tangannya arah lengan Tai-Ong yang pendek itu. Oei-Coa Tai-Ong berseru kesakitan dan pedangnya terlepas dari pegangan! Saat itu pedang kiri si nona membabat pundaknya hingga tanpa ampun lagi ia terguling dengan pundak hampir terbelah dua! Nona muda itu makin ganas dan mendesak dua kepala bajak dengan keras. Tentu saja kedua orang itu bukan tandingannya, maka sebentar saja mereka terdesak sekali. Tiba-tiba seorang di antara mereka melempar goloknya dan berlutut tanda takluk. Kawan-kawannyapun buru-buru turut perbuatan kawannya. Gadis itu agaknya tak hendak ambil perduli, bahkan mengangkat kedua pedangnya untuk membacok.
"Nona, tahan!" Han Liong berteriak. Gadis itu menangguhkan bacokannya dan menengok dengan wajah membenci.
"Bagus! Aku datang menolongmu, sebaliknya kini kau mau membela dua jahanam ini. Ini namanya air susu dibalas dengan air tuba!"
"Bukan begitu, nona," Han Liong membantah.
"Aku merasa berterima kasih sekali mendapat pertolonganmu, karena kalau kau tidak segera datang, tentu aku telah menjadi bangkai! Tapi lihatlah, mereka semua telah menyerah, apakah kau sampai hati dan begitu kejam untuk membunuh orang demikian banyak itu?" Han Liong menunjuk ke sekitar tempat itu. Garis itu menengok dan melihat betapa berpuluh-puluh anak buah bajak itu mencontoh pula perbuatan dua pemimpin mereka dan berlutut sambil melepaskan senjata masing-masing.
"Kau hendak mengampuni mereka, tapi kalau di belakang hari mereka membuat onar lagi dan mengganggu rakyat, jangan kau menyesal," nona itu menggerutu, lalu duduk di atas sebuah kursi dengan muka merengut. Agaknya ia baru merasa lelahnya di saat itu, dan ia duduk meluruskan kakinya untuk menghilangkan lelah.
"Saudara-saudara sekalian," kata Han Liong sambil menghadap kepada semua sisa anggota bajak itu.
"Lihiap ini telah begitu baik hati untuk mengampuni kalian. Kalau ia berlaku kejam, mungkin kalian pada saat ini telah dibasmi habis dan kalian telah melihat sendiri betapa tangkasnya Lihiap. Maka biarlah ini menjadi satu pelajaran bagi kalian bahwa betapapun juga, perbuatan jahat itu selalu akan hancur. Kalian adalah lelaki-lelaki sehat dan kuat, mengapa memilih jalan sesat? Kalian menjadi bajak untuk merampok rakyat jelata tanpa pilih bulu. Lebih baik kalian mencari jalan benar dan bekerja mencari makan dengan cara halal." Seorang daripada pemimpin bajak yang menakluk tadi segera menjura dan membantah,
"Tapi, bagaimana kami harus bekerja? Kemiskinan merajalela dan demikian pula para pembesar dan kaum hartawan. Mereka toh kerjanya hanya menindas dan menghisap rakyat miskin. Lapangan pekerjaan amat sempit dan orang yang mencari makan dengan cara halal banyak yang kelaparan." Han Liong bingung karena sebenarnya ia belum tahu jelas tentang keadaan penghidupan rakyat jelata pada masa itu. Tiba-tiba gadis itu berdiri dan membantunya,
"He, kamu sekalian! Memang benar bahwa sekarang banyak penghisap rakyat, tapi aku tidak larang jika kamu mengganggu para pembesar jahat dan hartawan penghisap darah rakyat. Tapi janganlah merampok tak pilih bulu. Pula, tidak semua hartawan dan pembesar jahat, ada juga yang masih tahu akan perikemanusiaan. Juga, tanah kita lebar dan luas, tenaga kamu sekalian masih dibutuhkan." Semua bajak bungkam tak ada yang berani membantah.
"Sekarang, bagaimana harus mengatur semua orang ini, Lihiap?" tanya Han Liong dengan hormat. Gadis itu tidak menjawab pertanyaan Han Liong, tapi berkata pula kepada semua orang itu.
"Nah, sekarang kamu semua harus bubarkan sarang bajak ini agar jalan sungai di daerah ini menjadi aman. Semua harta yang terdapat di sini boleh kamu bagi rata dipakai modal, dan sarang bajakmu harus dibakar habis. Awas, lain kali kalau aku lewat sini masih terdapat pengganggu keamanan, jangan katakan aku keterlaluan jika kucabut pedangku dan tidak ada ampunan lagi bagimu!" Bajak-bajak itu menyatakan terima kasih dan bubar untuk segera melakukan perintah itu.
Sekejap kemudian keadaan di situ menjadi sunyi. Han Liong merasa kagum sekali melihat sepak terjang gadis itu yang cepat dan tepat. Dalam pandangannya gadis itu ternyata baru berusia paling banyak enam belas tahun, bertubuh ramping dan tampak makin ramping pinggangnya dalam pakaian pria yang serba ringkas itu. Bajunya berwarna merah dan celananya biru. Sepatunya dilapisi besi di bawahnya. Rambutnya yang hitam panjang diikat dengan sutera merah pula. Wajahnya cantik dan menarik. Han Liong masih asing dengan pergaulan, lebih-lebih dengan kaum wanita, maka ia tak dapat banyak bicara. Tiba-tiba ia teringat kepada Lo Sam dan matanya mencari-cari. Ternyata kakek nelayan itu telah bersembunyi di bawah sebuah meja ketika terjadi pertempuran hebat antara gadis itu dan para kepala bajak tadi!
"He, Lo Sam! Keadaan telah aman, keluarlah!" kata Han Liong dan gadis itu tertawa geli melihat tingkah Lo Sam. Kakek itu merayap keluar dan mengusap-usap dadanya.
"Aah, baru kali ini aku yang tua ini melihat peristiwa sehebat ini. Seorang gadis muda dengan kedua tangan membasmi dua gerombolan bajak! Hebat, hebat!" Ia lalu menjura kepada gadis itu dan bertanya hormat,
"Lihiap yang gagah perkasa. Perkenankanlah aku yang tua mengetahui nama Lihiap agar dapat kudongengkan kepada anak cucuku tentang kejadian ini." Gadis itu tertawa.
"Aku dipanggil orang Hong Ing dan she Lie." Lo Sam memperkenalkan diri tanpa ditanya.
"Aku adalah nelayan tua Lo Sam dan tuan muda ini...eh...namanya..." ia memandang Han Liong dengan bingung karena sesungguhnya ia belum tahu nama pemuda itu. Han Liong tersenyum dan menyambung.