Pedang Kiri Pedang Kanan Chapter 70

NIC

Bila Sau Peng-lam hendak diangkat menjadi ahliwaris, maka segenap kepandaian Sau Ceng-hong harus diajarkan seluruhnya, dan bila seluruh kemahiran Kungfunya harus diajarkan, maka Sau Peng-lam harus diangkat menjadi anak, Kebetulan Sau Peng-lam memang anak yatim piatu, isteri Sau Ceng-hong, yaitu Leng Tiong cik, juga mandul!, tidak dapat melahirkan.

Setelah berpikir beberapa hari, akhirnya Sau Ceng-hong memutuskan mengangkat Sau Peng-lam sebagai anak.

Dengan demikian hubungan antara Sau Ceng-hong dan Sau Peng-lam dan guru-murid berubah menjadi ayah anak.

Kiau Lo-kiat masuk perguruan dua tahun lebih belakang daripada Sau Peng-lam.

Waktu itu Peng-lam berusia lima tahun meski sudah ada dasar Lwe-kang hasil latihan selama dua tahun, namun Peng-lam tetap dianggap sebagai anak kecil oleh Kiau Lo-kiat yang berguru dengan membekal ilmu silat.

Sekarang, setelah lewat 28 tahun, Kungfu Kiau Lo-kiat berbalik jauh ketinggalan dibanding Sau Peng-lam Pada permulaan masuk perguruan, sang Suhu menyuruh Kiau Lo-kiat memanggil seorang anak kecil berumur lima tahun sebagai Suheng, dalam hatinya betapapun merasa kurang "sreg".

Tapi sekarang ia menyadari memang bakat pembawaan sendiri selisih jauh dibandingi dengan Sau Peng-lam, malahan semakin berlatih semakin jauh ketinggalan.

Maka kini dia tidak canggung2 lagi memanggil Suheng kepada Peng-lam.

Jika Sau Peng-lam ternyata lelaki yang masih muda, bila Nikoh jelita ini berhasil lolos dan ditanya pengalamannya di gua gelap itu, sekali akan menimbulkan desas-desus yang merusak baiknya.

Sebab ditengah gua yang gelap itu, kedua orang tidak dapat melihat wajah masing2, Gi-lim tidak tahu bagaimana bentuk penolongnya itu.

jika menurut seperti pengakuan Sau Peng-lam itu bahwa penolongnya bernama Kiau Lo-kiat dari Lam-han,, padahal semua orang tahu Lokiat sudah kakek2, maka orangpun takkan sangsi dan berprasangka jelek.

Jadi tujuan Sau Peng-lam memalsukan nama Lo-kiat itu jelas demi menjaga kebersihan nama Gi-lim serta menegakkan kehormatan Siong-san-pay, berpikir demikian, tersembul juga senyuman pada wajah Ting-yat, katanya sambil manggut2: "Hm, boleh juga cara berpikir bocah itu.

Kemudian bagaimana, Gi-lim" Coba lanjutkan!" Gi-lim lantas menyambung: "Tatkala itu aku tetap ngotot dan tidak mau pergi, kataku: 'Kiau-toako, Ngo-tay-lian-beng kita senapas setanggungan engkau telah menyerempet bahaya demi menyelamatkan diriku, sekarang mana boleh kutinggalkan kau di sini" Jika Suhu tahu tindakanku yang tidak bijaksana ini tentu aku bisa dibunuhnya.

.." "Bagus bagus sekali," seru Ting-yat sambil berkeplok.

"Orang persilatan seperti kita ini jika tidak tahu rasa setia kawan dan keluburan budi, maka lebih baik mati daripada hidup.

Dalam hal ini baik lelaki maupun perempuan tiada perbedaannya." Gi-lim lantas menyambung pula; "Namun Sau-toako lantas mendamperat diriku malah, katanya; 'Kau Nikoh cilik brengsek, disini kau hanya mengganggu saja sehingga aku tidak dapat mengeluarkan Lam-han-kiam-hoat yang tiada tandingannya dikolong langit ini, agaknya jiwaku yang sudah tua ini ditakdirkan harus amblas ditangan Thio Yan-coan ini.

Aha, rupanya kau telah bersekongkol dengan orang she Thio ini dan sengaja hendak bikin celaka padaku, mungkin aku yang lagi sial, ditengah jalan ketemu Nikoh, bahkan Nikoh brengsek, Nikoh konyol.

Sia2 aku memiliki Kungfu maha tinggi.

percuma ilmu pedangku yang tiada tandingannya ini, tapi apa daya, selama Nikoh sialan ini berada disini tetap tak dapat kukembangkan.

Baiklah, Thio Yan-coan, silakan sekali bacok kau binasakan diriku saja, hari ini aku mesti menerima nasib.

" Gi-lim memang pintar bicara dan dapat menirukan kata2 orang lain, cuma sayang, suaranya yang nyaring dan lembut itu sebaliknya harus menirukan kata2 Sau Peng-lam yang kasar dan kotor, maka kedengarannya menjadi rada janggal dan menggelikan.

Terdengar ia bercerita pula: "Meski kutahu dampratannya padaku itu hanya pura2 saja, tapi mengingat kepandaianku memang rendah dan tak dapat membantunya, di gua yang sempit itu memang bisa jadi merintangi gerak-geriknya sehingga tidak dapat mengeluarkan Lam-han-kiam-hoatnya yang hebat.

" "Hm, bocah itu sengaja membual, masa kau percaya?" jengek Ting-yat.

"Lam-han-kiam-hoat mereka paling2 juga cuma begitu, masa dikatakan tiada tandingannya di kolong langit ini?" Tujuannya hanya menggertak saja agar Thio Yan-coan itu takut dan mundur teratur," tutur Gi-lim pula.

"Karena dia terus memaki, terpaksa aku berkata: 'Kiau-toako, baiklah aku akan pergi sampai bertemu pula." Tapi dia lantas memaki lagi 'Kau Nikoh sialan, bila ketemu Nikoh, setiap judi pasti kalah Selamanya aku tidak kenal kau.

selanjutnya akupun takkan melihat kau.

Selama hidupku paling gemar berjudi, jika melihat Nikoh lantas kalah judi, untuk apa kulihat kau lagi"' .

" Ting-yat menjadi murka, mendadak ia gebrak meja dan berdiri, teriaknya: "Anak keparat.

Mestinya kau tusuk dia hingga tubuhnya berlubang! Dan kenapa waktu itu kau tidak cepat angkat kaki?" "Tecu memang terus angkat kaki," jawab Gi-lim.

"Begitu keluar gua, segera kudengar suara keras beradunya senjata.

Kupikir bila Thio Yan-coan itu menang, tentu dia akan mengejar dan menangkap diriku lagi.

Sebaliknya jika 'Kiau-toako' itu yang menang, sekeluarnya nanti dia akan melihat diriku, padahal bila melihat Nikoh dia pasti akan kalah judi.

Karena itulah aku terus berlari secepatnya ingin kususul Suhu dan minta engkau pergi kesana untuk membereskan penjahat Thio Yan-coan itu." Setelah merandek sejenak, mendadak Gi-lim bertanya: "Suhu, kemudian Sua-toako mengalami nasib malang, apakah disebabkan.

disebabkan dia melihat diriku yang mendatangkan sial baginya." "Omong kosong!" teriak Ting-yat dengan gusar.

"Masa melihat Nikon, lantas kalah judi segala, semua itu hanva omong kosong belaka, mana boleh dipercaya" Coba lihat, semua orang yang hadir di sini melihat kita guru dan murid, apakah merekapun akan sial?" Semua orang sama merasa geli, tapi tiada satupun yang berani tertawa.

Gi-lim lantas berkata pula: "Ya, betul juga.

Tecu lantas ber-lari2, paginva.

sampailah Tecu di kota Thay-an, hatiku rada tenang.

kupikir besar kemungkinan dapat menemukan Suhu di dalam kota.

Siapa tahu, pada saat itu juga tahu2 Thio Yan-coan sudah menyusul tiba.

Melihat dia, kakiku jadi lemas, hanya beberapa langkah kuberlari lantas tertangkap olehnya.

Kupikir kalau dia dapat menyusul diriku, maka kiau-toako dari Lam-han itu tentu sudah terbunuh olehnya di gua sana.

Aku menjadi berduka, karena jalanan cukup ramai orang berlalu-lalang, orang she Thio itu tidak berani bertindak kasar padaku, dia cuma berkata: 'Asal kau ikut padaku, aku pun takkan mengganggu kau.

Tapi jika kau bandel dan tidak menurut perkataanku, segera akan ku-belejeti pakaianmu hingga telanjang bulat dan kupertontonkan kepada orang banyak.' -Tentu saja aku ketakutan dan tidak berani membantah, terpaksa kuikut masuk ke kota Setiba di depan restoran Cui-sian-lau itu, dia berkata pula padaku: 'Siausuhu, kau mirip dewi kayangan, disini adalah Cui-sian-lau (restoran dewa mabuk), tempat cocok dengan orangnya.

Marilah kita keatas, marilah kita minum dan bergembira se-puas2nya.' -Aku menjawab: 'Cut-keh-lang tidak boleh sembarangan makan minum.

itulah peraturan Pek-hua-am kami.' 'Ah, ada2 saja peraturan Pek-hun-am kalian" Sebentar akan kusuruh kau melanggar pantangan lebih besar lagi.

Huh, peraturan suci dan pantangan apa segala, semuanya cuma menipu orang saja.

Gurumu!.

" Sampai disini, dia melirik Ting-yat sekejap dan tidak berani meneruskan.

"Ocehan orang jabht begitu tidak perlu kau tirukan," kata Ting-yat.

"Coba ceritakan bagaimana selanjutnya." "Ya," jawab Gi-lim.

"Kemudian kukatakan: "Ah, kau sembarangan omong, guruku tidak pernah main sembunyi2 untuk minum arak dan makan daging.

" Seketika tertawalah orang banyak.

Meski Gi-lim tidak menirukan ucapan "Thio Yan-coan, tapi dari bantahannya itu jelas Thio Yan-coan sengaja menuduh Ting-yat suka makan daging dan mihum arak secara sembunyi2.

Tentu saja muka Ting-yat menjadi kelam, pikirnya: "Anak ini benar2 terlalu polos, kalau bicara tidak kenal pantangan segala." Gi-lim telah menyambung pula: "Mendadak orang jahat itu menarik bajuku dan berkata: "Hayo ikut masuk dan mengiringi aku minum arak, kalau tidak mau segera kurobek bajumu,' Karena tidak sanggup melawan, terpaksa aku ikut dia masuk ke restoran itu.

Orang jahat itu lantas pesan arak dan satapan.

Dia benar2 orang busuk.

kutegaskan aku tidak makan barang berjiwa, dia justeru pesan daging sapi, daging babi, daging ayam, semuanya serba daging.

Dia malah mengancam, jika aku tidak mau makan, segera dia akan meng-koyak2 pakaianku.

Pada saat itulah.

tiba2 seorang naik pula keloteng.

kulihat pinggangnya bergantung sebilah pedang, mukanya pucat lesi, tubuhnya berlepotan darah.

Tanpa permisi ia ikut duduk di sisi meja itu.

Tanpa bicara dia angkat awan arak didepanku terus ditenggaknya hingga habis.

Beruntun dia menuang tiga cawan dan diminum, lalu dia menuang lagi satu cawan berkata kepada Thio Yan-coan; 'Mari minum!' Kepadaku iapun berkata: 'Silakan minum!' Ia sendiri lantas menghabiskan pula isi cawannya.

-Dari suaranya segera kutahu siapa dia.

Syukur dan terima kasih kepada langit dan bumi, dia ternyata tidak terbunuh oleh Thio Yan-coan, hanya badannya berlumuran darah, agaknya lukanya tidak ringan akibat membela diriku." Gi-lim berhenti sejenak, lalu menyambung pula: "Thio Yan-coan memandangnya dari atas kebawah, lalu dari bawah keatas, kemudian berkata: O, kiranya kau!Orang itu menjawab: 'Ya aku!' Thio Yan-coan mengacungkan ibu jarinya kedepan orang itu dan berkata: 'Sungguh lelaki sejati.' Orang itupun mengacungkan jempolnya kepada Thio Yan-coan dan berkata: 'Sungguh permainan golok yang hebat! Kedua orang lantas sama2 bergelak tertawa dan bersama2 menenggak arak.

Aku sangat heran semalam kedua orang baru saja bertempur dengan sengit, mengapa sekarang keduanya berubah menjadi kawan baik" -Thio Yan-coan itu berkata kepada orang itu: 'Kau bukan Kiau Lo-kiat.

orang she Kiau itu sudah tua bangka, mana bisa segagah dan seganteng kau ini!' Orang itu menjawab dengan tertawa; 'Betul.

aku memang bukan Kiau Lo-kiat.' -Mendadak Thio Yan-coan mengetuk meja dan berseru: 'Aha, kutahu, kau Sau Peng-lam dari Lam-han.

Sudah lama kudengar murid utama Lam-han gagah perwira dan berani bertanggung jawab, tergolong tokoh nomor satu di dunia Kangouw.' Baru sekarang Sau-toako mengaku, katanya dengan tertawa; 'Terima kasih atas pujianmu.

Sau Peng-lam adalah jago yang sudah keok di bawah tanganmu janganlah kau tertawakan.' Thio Yan-coan berkata pula; 'Tidak berkelahi tidak saling kenal.

Bagaimana kalau kita bersahabat saja" Jika Sau-heng penujui Nikoh jelita ini, biarlah Cayhe mengalah dan memberikannya padamu.

Mengutamakan perempuan dan meremehkan persahabatan kan bukan perbuatan kaum kita".

" "Bangsat!" maki Ting-yat dengan muka kelam: "Pantas mampus.

bangsat itu!" Gi-lim menjadi sedih dan akan menangis, tuturnya pula: "Suhu, mendadak Sau-toako memaki diriku, dia bilang: 'Muka Nikoh cilik ini pucat pasi, setiap hari hanya makan sayur dan tahu melulu, pasti tidak akan menyenangkan.

Apalagi sudah pantanganku, bila melihat Nikoh aku lantas marah, kalau bisa ingin kubunuh habis semua Nikoh didunia ini!' -Dengan tertawa Thio Yan-coan bertanya: 'Aneh, mengapa begitu"' Sau-toako menjawab: 'Bicara terus terang, aku ini mempunyai hobi berjudi, bila berjudi lantas lupa daratan.

Posting Komentar