Naga Sakti Sungai Kuning Chapter 10

NIC

“Habis, mau apa?” kata yang ketiga

“Agaknya hendak mencari anak naga Sakti Sungai Huang- ho!” kata yang ke empat nadanya mengejek.

“Kalau tidak ada naga sakti, kamipun merupakan lima ekor naga yang cukup dasyat!” kata orang kelima dan mereka tertawa-tawa.

Wanita cantik itu memperlebar senyumnya, akan tetapi dari sepasang matanya muncul sinar mencorong bagaikan kilat menyambar.

“Kalian ini anak-anak anjing jelek pergilah. Sebelum mati konyol!” katanya

Suaranya lirih saja, namun mengandung ancaman yang sebenarnya amat mengerikan. Akan tetapi, lima orang itu bukanlah orang-orang biasa. Mereka memang berjuluk Lima naga Bukit Hijau. Nama Jeng-san Ng0-liong memang sudah terkenal sebagai jagoan-jagoan yang berkepandaian tinggi.

Sebetulnya, mereka bukanlah segolongan laki-laki rendah yang suka menggoda wanita, akan tetapi sekali ini mereka iseng karena melihat keadaan wanita itu yang juga luar biasa. Mereka sudah dapat menduga bahwa wanita ini bukan wanita sembarangan, dan memiliki kecantikan yang aneh, juga kemunculannya di situ seorang diri, maka hati mereka tertarik dan mereka mendekati untuk berkenalan dan sekedar iseng sambil menanti datangnya saat yang menegangkan dan mendebarkan hati itu.

Kini, wanita itu memaki mereka sebagai anak-anak anjing jelek dan mengusir mereka begitu saja! Hal ini membuat wajah mereka berubah merah dan seorang tertua diantara mereka, yang kepalanya botak sampai hampir gundul, membentak.

“Heh, perempuan tak tahu diri! Tahukah kau siapa kami? Kami adalah Jeng-San Ngo-liong dan kami menegurmu secara baik-baik. Bagaimana engkau berani mencaci dan menghina kami? Apakah nyawamu sudah rangkap lima?”

Wanita itu mempercepat kebutan kipasnya pada leher, seolah-olah ia semakin gerah.

“Sekali lagi bicara, engkau akan mampus!” katanya dan suaranya mengandung desis seperti desis ular.

Melihat sikap wanita itu, empat orang diantara Jeng-san Ngo-Liong agaknya menjadi gentar juga. Mereka adalah orang-orang dunia persilatan dan mereka tahu bahwa di dunia persilatan ada suatu hal yang harus mereka perhatikan, yaitu bahwa mereka harus berhati-hati, apabila berhadapan dengan orang yang kelihatannya lemah. Misalnya berhadapan dengan pendeta, sastrawan, pengemis dan wanita. Karena yang nampaknya lemah ini juteru amat berbahaya. Kalau mereka ini sudah berani berkeliaran di dunia kag-ouw, berarti bahwa mereka tentu sudah memiliki tingkat tinggi dalam ilmu silat.

“Sudahlah, mari kita pergi saja,” ajak empat orang itu kepada toa-suheng (sudara tertua) mereka.

Akan tetapi si Botak itu masih penasaran. Dia dihina di depan adik-adiknya, bahkan diluar kedai itu sudah berkumpul banyak orang yang ikut pula mendengar ketika dia diancam tadi. Sekali lagi bicara, dia akan mampus. “Tidak!” dengusnya ketika empat saudaranya membujuknya untuk pergi.

“Ia telah menghinaku! Wanita ini harus berlutut minta maaf, atau setidaknya ia harus mau memberi ciuman satu kali kepadaku, baru aku mau membebaskn dan memaafkannya!”

Wanita itu menghentikan gerakan kipasnya, dan kini ia tidak lagi melirik, melainkan memandang langsung kepada si botak, dan ia pun tersenyum. Wajahnya nampak lebih muda lagi, deretan gigi putih seperti mutiara nampak dan jilatan lidah jambon pada bibir merah mengisaratkan tantangan yang panas.

“Aku lebih suka mencium daripada minta maaf,” katanya dengan suara lembut, mulut tersenyum akan tetapi matanya mengeluarkan sinar dingin.

Empat orang sute itu menjadi bengong. Mereka tadinya sudah mengkuatrkan kalau-kalau wanita itu akan melakukan penyerangan kepada suheng mereka, tidak tahunya wanita itu malah menyatakan bersedia untuk mencium toa-suheng itu! tentu saja saling pandang dan menyeringai.

Si botak tersenyum bangga. Dia rasa menang dan mengira bahwa wanita cantik itu gentar menghadapinya, maka untuk menyombongkan kemenangannya diapun lalu menghampiri wanita itu.

“Marilah, manis, beri ciuman sekali kepadku dan engkau akan kami anggap sahabat baik!”

Wanita itu tidak menjawab, melainkan mengembangkan kedua lengannya dan bangkit, lalu melangkah maju menyambut pria botak itu. mereka saling rangkul dan didepan banyak orang yang nonton dengan gembira, ada yang cekikikan ada pula yang menahan ketawanya, wanita cantik itu lalu mencium mulut si botak dengan mulutnya. Ciuman itu mesra dan mengeluarkan bunyi, bahkan si pria botak merasa betapa wanita itu menjulurkan lidahnya, seperti lidah ular memasuki mulutnya. Akan tetapi, suara cekikikan dan ketawa para penonton seketika terhenti ketika wanita itu melepaskan rangkulanya dan melangkah mundur. Pria botak itu terhuyung sambil berkata lirih, “Aduh ….. aduh ”

Orang-orang yang berada disitu masih ragu-ragu akan arti keluhan mengaduh ini, karena suara keluhan ini berarti sakit akan tetapi orangpun mengaduh kalau merasakan nikmat! Akan tetapi, pria itu terhuyung lalu terpelanting roboh tertelentang dan semua orang terkejut melihat betapa pria botak itu telah mati dengan mata melotot dan muka menghitam, bahkan kedua bibirnya membengkak besar!

Kalau orang-orang lain terkejut dan ngeri, empat orang sute dari si botak menjadi terkejut dan marah bukan main melihat toa-suheng mereka tewas setelah berciuman dengan wanita itu. mereka sudah mencabut pedang dan kini mereka menyerbu wanita yang masih berdiri sambil tersenyum mengejek itu.

“Siluman betina mampuslah!” bentak mereka.

Akan tetapi, kini wanita cantik itu menyambut serbuan mereka dengan gerakan kedua lengannya yang cepat meluncur seprti dua batang anak panah terlepas dari busurnya, juga lengan itu seperti dua ekor ular. Tubuh wanita itu berkelebat diantara sambaran empat batang pedang dan terdengarlah teriakan-teriakan kesakitan disusul robohnya empat orang itu secara berturut-turut. Sukar diikuti dengan pandang mata dan sukar pula mengetahui mengapa empat orang itu roboh. Akan tetapi mereka roboh untuk tidak bangkit kembali, dengan muka berubah menghitam dan membengkak, dan ternyata mereka berempat itu sudah tewas semua!

Setelah membunuh lima orang itu, dengan tenang sekali wanita cantik ini melemparkan mata uang keatas meja, lalu meninggalkan kedai itu dengan langkah tenang, lenggangnya menarik sekali, membuat kedua pinggulnya menari-nari di balik celana sutera yang ketat.

Semua orang cepat minggir memberi jalan kepada wanita itu dan ketika ia lewat, terciumlah bau harum yang menyengat hidung, harum bercampur amis, seperti bau ular. Seorang diantara para penonton, seorang tokoh kang-ouw yang berpengalaman, berbisik kepada temannya.

“Ia adalah Ban-to Mo-li !” Nama ini terdengar oleh

penonton lain dan mereka pun bergidik.

Siapa yang belum pernah mendengar Ban-to Mo-li? Andaikata belum pernah bertemu dengan orangnya, namanya tentu sudah pernah didengar karena nama ini terkenal di dunia kang-ouw. Ban-to Mo-li (Iblis Betina Selasa Racun) adalah seorang datuk sesat yang amat terkenal karena kelihaiannya, juga karena kekejamannya. Terbukti kekejamannya ketika dengan mudah saja ia membunuh Jeng-San Ngo-liong hanya karena ia digoda.

Si Kian dan Bu Hok Gi yang tadinya hendak membeli makanan di kedai itu dan menjadi penonton, tentu saja terkejut dan muka mereka pucat sekali.

Baru tadi mereka menyaksikan perkelahian diatas perahu- perahu itu dan melihat maut menyeret belasan orang, dan kini di depan mata mereka, demikian dekatnya, mereka melihat lima orang tewas dengan muka menghitam dan membengkak, mata melotot, dibunuh oleh seorang wanaita cantik! Tentu saja nyali mereka seperti terbang melayang dan tapa banyak cakap lagi keduanya meninggalkan tempat itu dengan muka pucat dan kedua kai gemetaran.

Mereka kembali ke tepi sungai dimana mereka meninggalkan keluarga mereka tadi tanpa membawa sedikitpun makanan karena mereka sudah ketakutan untuk tinggal lebih lama lagi di perkampungan itu.

“Kita harus cepat meninggalkan tempat ini, melanjutkan perjalan kita,” kata Bu Hok Gi yang masih ketakutan.

Posting Komentar