Sebagai seorang pertapa yang saleh, Jing-ling-cu tak ingin memutus kata2 orang, ia tunggu si gadis sudah selesai, barulah berkata .
Baiklah, silahkan nona duduk dulu, biarlah pinto membawa keluar orang itu ! Lalu ia melanjutkan niatnya menuju keruangan belakang.
Sementara itu, demi mendengar cerita Jing-ling-cu tadi, diam2 Cu Hong-tin, Tong Po dan Bok Siang-hiong menjadi heran.
Mereka cukup kenal tokoh Jing-ling-cu yang mempunyai pengalaman dan hubungan luas dikalangan Bu-lim serta lapisan atas dan bawah, tapi kini mengapa malah mengundang mereka kemari untuk mengenal seseorang, katanya? Sebaliknya si gadis tadi ternyata tidak bisa duduk anteng, hanya sejenak saja ia duduk, lalu berbangkit dan mengelilingi ruangan pendapa sambil me-lihat2, sebentar2 ia melompat keatas panggung arca, untuk me-raba2 arca Sam-jing Cosu yang dipuja dalam kuil itu, lain saat ia pun melompat turun lagi sambil memeriksa meja sembahyang dan hiolou.
Ketika pada saat tiba2 dilihatnya macam arca Tio Hian-than, itu malaikat yang terkenal dalam cerita Hong Sin, mendadak ia tertawa terpingkal2 sambil menuding Tai- lik-kim-kong Tong Po.
Sudah tentu, semua orang menjadi heran, lebih2 Tong Po yang ditertawai tanpa mengerti sebab2nya, menjadi mendongkol.
Budak cilik, apa yang kau tertawai? omelnya sambil melototkan kedua matanya yang besar.
Tapi gadis itu masih ter-pingkal2, kemudian sambil menuding Tong Po, lalu ia menunjuk arca Tio Hian-than, katanya.
Kalian berdua mirip benar! Gusar tidak kepalang Tong Po dibuatnya, masakan dia dipersamakan dengan arca saja, tapi sebenarnya kalau melihat wajah mereka yang berewok, memang rada2 mirip juga.
Cuma segan terhadap nama besar guru si gadis, yaitu Thong-thian-sin-mo, maka tak berani ia umbar kemurkaannya.
Sebaliknya gadis itu makin senang, dengan lemah gemulai ia mendekati arca To Hian-than itu, mendadak ia cabut seutas jenggotnya, lalu katanya.
Nih, lihatlah, raksasa (olok2nya pada Tong Po) ! Tak perlu matamu mendelik begitu rupa padaku, coba jenggot kalian berdua boleh di-banding2kan, bukankah memang sama miripnya! Sembari berkata, tanpa takut2 terus saja ia mendekati Tai-lik-kim-kong Tong Po dan mendadak juga ulur tangannya hendak mencabut jenggotnya seperti lakunya kepada arca Tio Hian than tadi.
Nyata seorang tokoh terkemuka yang diangkat sebagai Ciang- bun-jin dari tiga belas aliran persilatan diempat propinsi daerah Kanglam sebagai Tai- lik-kim-kong Tong Po, oleh si gadis dianggap saja seperti anak kecil umur tiga tahunan.
Keruan muka Tong Po se-akan2 hangus saking gusarnya ketika melihat tangan si gadis yang putih halus itu sudah hampir menyentuh jenggotnya yang pendek2 bagai duri landak, se-konyong2 iapun ulur tangannya yang lebar bagai daun pisang, lima jarinya tergenggam, lalu menjentik kedepan ber-turut2, sayup2 diantara tulang2 jarinya terdengar berkertakan, dan yang diarah tepat kelima jari halus lentik si gadis.
Segera Cu Hong-tin dan Bok Siang-hiong dapat mengenali apa yang dikeluarkan oleh Tong Po itu adalah sejurus serangan yang disebut Jiu hun-ngo-hian atau tangan mementil rebab lima senar, salah satu jurus yang lihay dari Tai-lik-kim-kong-jiu-hat atau ilmu pukulan sakti bertenaga raksasa.
Sebenarnya dengan kedudukannya sebagai Tong Po, agaknya ber-lebih2an untuk mengeluarkan jurus serangan yang lihay itu untuk menghadapi seorang gadis jelita yang berusia tiada 20 tahun.
Tapi karena Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong dan Siau- yau-ih-su Cu Hong-tin berdua juga ada selisih paham dengan Thong-thian-sin-mo Jiau Pek-king, ialah guru gadis itu, maka merekapun tak sudi melerai, malahan justru ingin menyaksikan anak dara itu dihajar Tong Po.
Dalam pada itu, serangan kilat Tong Po yang menjentikan kelima jarinya ber-turut2 memapak tangan lawan, ternyata mengenai tempat kosong, sebab mendadak gadis jelita itu sempat menarik tangannya.
Hihihi, kau ini benar2 pelit, masakan seutas jenggot saja disayang? kata gadis itu sambil tertawa-tawa.
Cara si gadis itu mengucapkannya begitu kalem dan wajar, tapi cara menggerakkan tangannya justru cepat luar biasa, begitu ditaruh, tahu2 sebelah tangan lain sudah melayang kemukanya Tong Po terus mendadak menepuk kebawah.
Maka terdengarlah suara plak yang nyaring, dengan tepat punggung tangan Tong Po yang diangkat tadi kena dihantam.
Dalam terperanjatnya, lekas2 Tong Po membaliki tangannya hendak menangkap tangan orang, tapi tahu2 pipinya sendiri terasa sakit pedas, menyusul terdengar suara tawa ter-kikik2 si gadis, ketika ditegasinya, ternyata anak dara itu sudah berdiri ditempat sejauh setombak lebih, sedang ditangannya terlihat memegangi seutas jenggot pula sembari diunjukkan kepadanya.
Lihatlah, nih, tidak salah bukan, kataku ? Mirip amat, seperti pinang dibelah dua! kata gadis itu dengan tertawa sambil geraki kedua utas jenggot yang dipeganginya itu.
Sampai disini Tai-lik-kim-kong Tong Po tak tahan lagi, mendadak ia berbangkit, sekali tangannya menarik kebelakang, segera perisai besar yang menggemblok di punggungnya dikeluarkan, sambil mengeluarkan gertakan bagai guntur, ia melompat maju dan angkat perisainya terus mengepruk keatas kepala si gadis.
Perisai itu terbuat dari baja, lebarnya kira2 satu meter bundar, tebalnya lebih satu senti, beratnya hampir seratus kilo.
Maka dapat dibayangkan betapa jadinya kalau kepala gadis itu berkenalan dengan perisai.
Keruan sambaran angin berjangkit karena ayunan perisai itu, hingga areal dalam ruangan itu turut bergoncang ! Tiba2 terdengar suara jeritan si gadis, dengan gesit ia sudah meluncur pergi.
Tong Po hanya merasa pandangannya menjadi kabur, sasarannya tahu2 sudah menghilang.
Cepat ia membaliki tubuh, ternyata gadis itu sudah berdiri lagi ditempat sejauh setombak lebih dan sedang melelet2kan lidah sambil unjuk muka badut kepadanya.
Gusar dan geli Tong Po melihat kelakuan anak dara itu.
sesaat itu ia menjadi tak tega untuk mencelakai gadis yang lincah menyenangkan itu.
Dan sedang ia ragu2, sementara itu Jing-ling-cu sudah keluar sambil menuntun satu orang.
Orang itu berkaki telanjang, memakai sepotong baju yang ukurannya tidak sesuai dengan tubuhnya dan sudah compang-camping, sebaliknya kepalanya diselubungi sehelai kain hingga wajah aslinya tidak tertampak, hanya tangan dan kakinya terlihat kurus kering.
Sedang muka Jing-ling-cu tampak agak tegang seperti sedang menghadapi sesuatu urusan yang maha penting.
Aha, apakah sedang main kemanten2an ? Tapi kenapa seorang setan kurus begini yang disuruh menyamar mempelai perempuan ? demikian segera gadis tadi berseru sambil tepuk tangan dan tertawa.
Hendaklah nona jangan bergurau, kata Jing-ling-cu.
Lalu dengan sungguh2 ia melanjutkan.
Lihatlah para hadirin, apakah kalian kenal siapakah gerangan sobat ini ? Sembari berkata, berbareng iapun menyingkap kain yang menutupi kepala orang itu.
Ketika mendadak berasa kain selubung kepalanya disingkap, orang itu bersuara perlahan tertahan, cepat sekali ia tutupi mukanya dengan kedua tangannya terus menunduk hingga wajah aslinya tetap belum jelas dilihat orang.
Namun begitu, kepala orang itu toh sudah terlihat.
Ternyata halus tanpa seutas rambutpun, tapi bukan halus gundul, melainkan seperti terluka oleh sesuatu hingga seluruh kulit kepalanya se-akan2 mengelotok, maka belangnya yang benjal-benjol dengan sendirinya takkan tumbuh rambut lagi.
Melulu melihat keadaan kepala ini saja sudah bikin orang merasa seram.
Sobat , kata Jing-ling-cu kemudian kepada orang aneh itu.
Lekaslah buka tanganmu, biarlah kawan2 Bu-lim yang berada disini mengenali dirimu, mungkin siapa asal-usulmu akan dapat diketahui ? Tapi orang itu seperti tak mendengar apa yang dikatakan Jing-ling-cu, masih tetap mukanya ditutup kencang2.
Melihat itu, Jing-ling-cu menjadi kewalahan, ia geleng2 kepala dan bertanya .
Nah, apakah diantara kalian ada yang kenal siapakah gerangan sobat ini ? Diantara orang2 yang hadir itu, Siau-yau-ih-su meski berkediaman diatas gunung Jing-sia, tapi jejaknya sudah meratai seluruh negeri, bahkan sampai daerah2 terpencil, tempat2 tinggal suku2 bangsa diperbatasan, juga sudah pernah dikunjunginya.
Sedang Tai-lik-kim-kong Tong Po boleh dikata tiada seorang tokoh silat terkemuka didaerah yang tak dikenalnya.
Begitu juga Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong yang merajai perairan, siapa jago terkenal disungai telaga yang bukan sahabat kentalnya ? Dan ditambah pula Jing-ling-cu sendiri yang kawannya merata di seluruh penjuru, semestinya jago terkemuka Bu-lim yang manapun juga, walau tak pernah bertemu seharusnya namanya juga sudah dikenal.
Namun anehnya justru selamanya mereka tidak pernah mendengar bahwa didunia persilatan terdapat tokoh kelas terkemuka seperti orang aneh ini.
Maka tidak heran kalau mereka hanya saling pandang saja tanpa bisa buka suara.
Jing-ling Toyu, kata Cu Hong-tin sejenak kemudian.
Mungkin orang ini hanya Bu- beng-siau-cut saja dari kalangan Bu-lim, siapa bisa kenal padanya ? Akan tetapi Jing-ling-cu menggeleng kepala, sahutnya .
Dugaan Toyu salah.
Lihatlah, tungku batu didepan Lo-seng-tian itu justru didorong roboh olehnya ! Ha, dia ? seru Tong Po terkejut.
Hai, sobat, marilah, biar aku melihat wajahmu yang sebenarnya.
Habis itu, dengan langkah lebar segera ia mendekati orang aneh itu sesudah letakkan perisainya diatas meja, sekali tangannya menguIur, kedua tangan orang aneh yang menutupi mukanya itu hendak ditariknya.
Sudah tentu yang paling terkejut adalah Jing-ling-cu demi melihat apa yang hendak diperbuat oleh Tai-lik-kim-kong, cepat ia berseru.
Jangan sembrono, Tong-heng! Namun sudah terlambat, berbareng dengan suara seruannya itu, mendadak terdengar suara teriakan aneh Tong Po, tahu2 orangnya terpental pergi hingga berjumpalitan.