Kisah Sepasang Naga Chapter 13

NIC

"Sin Wan kenapa kampungmu begini sunyi?" tanya Giok Ciu dengan heran ketika mereka mulai masuk perkampungan itu.

Sin Wan tak menjawab, tapi ia sendiri juga heran sekali.

Tiba-tiba telinga mereka dapat mendengar suara tangis sedih yang tertahantahan, agaknya orang-orang menangis tapi karena takut maka tidak berani menangis keras.

Sin Wan terkejut dan ia memegang lengan Giok Ciu sambil berkata, "Hayo cepat, Giok Ciu!" Gadis itu merasa betapa tangan Sin Wan yang memegang lengannya sangat dingin! Maka hatinyapun berdebar karena menyangka sesuatu yang tidak beres.

Dan apa yang tampak oleh mereka sungguh mengerikan! Ketika mereka tiba di depan rumah Sin Wan, tampak tubuh-tubuh malang melintang di atas tanah yang telah menjadi merah karena aliran darah dari para korban itu.

"Sin Wan, apakah yang terjadi?" Giok Ciu dengan wajah pucat pegang lengan pemuda itu, tapi bagaikan orang kalap Sin Wan mengkipatkan tangan Giok Ciu dan meloncat masuk ke dalam rumahnya sambil berteriak-teriak,"Ibu.! Kakek!" Giok Ciu cepat mengikut pemuda itu dan meloncat masuk ke dalam pintu yang terpentang lebar.

Dan ketika ia masuk kedalam, ia melihat Sin Wan telah berlutut dan memeluki tubuh ibunya yang menggeletak mandi darah! Juga kakeknya rebah dengan lengan kanan putus dan tidak ingat orang! "Ibu ..

Kong-kong ." Giok Ciu berbisik perlahan dan ia merasa betapa seluruh tubuhnya menggigil.

Sin Wan seperti orang gila.

Ia menangis tanpa mengeluarkan suara, hanya kedua matanya melotot lebar dan dari pelupuk matanya mengalir air mata berbutir-butir membasahi pipinya.

Ia angkat kepala ibunya dan dipangkunya kepala yang lemas itu, di dekapnya muka ibunya pada dadanya dan diciuminya jidat yang halus putih dan pucat itu.

Kemudian, lama sekali, barulah Sin Wan dapat berbisik, suaranya tenggelam dalam kerongkongannya, "Ibu.

Ibu bangunlah, ibu bukalah matamu, aku datang, ibu.

aku Sin Wan anakmu" Giok Ciu melihat keadaan pemuda itu dan mendengar ratap tangisnya, hanya bisa mencucurkan air mata dari belakang ia pegang lengan Sin Wan.

Hatinya ingin menghibur, tapi tak sepatah kata-kata dapat keluar dari mulutnya.

Tiba-tiba ia melihat ibu Sin Wan menggerak-gerakkan kulit matanya.

"Sin Wan, lihat ibumu siuman." Bisik Giok Ciu.

Sin Wan pandang wajah ibunya dan harapan timbul dalam hatinya.

"Ibu bangunlah, ibu." ratapnya dan ia mencoba untuk mengangkat tubuh ibunya, tapi tiba-tiba nyonya itu merintih kesakitan sehingga terpaksa Sin Wan menunda maksudnya dan ia baringkan kepala ibunya di atas pangkuannya.

Nyonya yang bernasib malang itu buka pelupuk matanya dan ia tersenyum ketika melihat Sin Wan.

"Sukur kau kau selamat, Sin Wan" katanya perlahan.

"Ibu, bagaimana kau bisa berkata begitu? Kau.

ah, siapakah yang melakukan ini, ibu? Siapa? Katakanlah, hendak kubeset menjadi dua tubuhnya!" "Siapa lagi, anakku.

Kalau bukan orang-orangya kaisar.

lalim.." Ibu Sin Wan melirik ke arah gadis yang berada di belakang Sin Wan dan ikut mengalirkan air mata itu.

Wajahnya yang sudah menyuram tiba-tiba berseri dan berbisik, "Sin Wan ..

inikah.

Giok Ciu.?" "Betul, ibu," jawab Giok Ciu sambil menekat.

Ibu Sin Wan masih kuasa mengangkat lengan kanannya untuk meraba-raba muka dan rambut Giok Ciu, agaknya ia puas sekali.

"Kau.

cantik dan baik, bahagialah kau dengan anakku" Giok Ciu tak kuasa menahan keharuan hatinya, ia hanya mengangguk-angguk sambil menciumi tangan yang membelainya itu.

"Sin Wan ..

jagalah baik-baik dia ini dia ini calon isterimu tanda perjodohannya .

Sepatu kecil.

kusimpan di peti pakaianku .

Sin Wan.

Giok Ciu ..

Aduh!" Dan Nyonya yang telah kepayahan karena kehabisan darah yang mengalir dari lukanya itu menjadi lemas dan napasnya berhenti! "Ibu! Ibu!!" Sin Wan menjerit dan kedua matanya jelalatan bagaikan mencari-cari sesuatu.

Kemudian ia turunkan kepala yang dipangkuannya perlahan, lalu ia loncat berdiri dan memburu ke depan.

"Siapa yang membunuh ibuku? Siapa?? Hayo keluar!!" Kemudian, karena yang dilihatnya hanya mayat-mayat orang kampung bergelimpangan, ia lari lagi ke dalam dan tubruk mayat ibunya.

"Ibu.

ibu.! Mana kong-kong, mana.? Kong-kong dimana kau?" Sin Wan benar-benar seperti orang gila hingga ia tidak melihat kongkongnya yang menggeletak tak jauh dari situ.

Giok Ciu sambil menangis lalu memegang tangan Sin Wan dan berkata, "Sin Wan, tenanglah, kong-kong ada disini, lihatlah.!" Sin Wan menengok ke bawah dan ketika melihat tubuh kakeknya membujur di situ mandi darah, ketegangan di wajahnya lenyap seketika.

Ia menubruk kong-kongnya dan mengangkat kepala yang sudah putih itu.

"Kong-kong! Kau juga menjadi korban? Kong-kong katakanlah siapa yang melakukan ini, siapa??" Ia menggoyang-goyang tubuh kong-kongnya yang sudah lemas itu.

Agaknya nyawa kakek itu belum meninggalkan raganya, karena memang orang tua itu kuat sekali dan telah mempunyai latihan tenaga dalam yang luar biasa.

Maka dalam keadaan yang bagi orang lain sudah tak mungkin dapat mempertahankan lebih lama itu karena selain lengannya yang kanan terpotong sebatas pundak, juga ia mendapat lukaluka di dada dan perutnya, ia masih dapat membuka matanya.

Mata itu memandang kepada Sin Wan dengan tajam dan dengan paksaan tenaganya yang terakhir ia berkata dengan suara parau seakan-akan bukan suara manusia lagi, "Sin Wan yang melakukan ini ialah Suma-cianbu dan Siauwsan Ngo-sinto.!" Kepala yang tadinya menegang itu lalu terkulai lemas dalam pelukan Sin Wan, tanda bahwa hayatnya telah meninggalkan tubuh! Sin Wan lepaskan kepala itu kebawah, lalu tiba-tiba ia betot suling bambu yang terpegang di tangan kiri kakeknya, kemudian dengan geraman hebat Sin Wan meloncat keluar bagaikan seekor naga mengamuk! Pemuda itu tidak ingat apa-apa lagi, yang diingat hanya dendam kepada musuh-musuhnya! Ia tiba diluar dan matanya memandang jelalatan ke sana ke mari.

Tiba-tiba ia meloncat ke samping ketika merasa betapa pundaknya dijamah orang dengan perlahan dari belakang.

Sambil meloncat ia mengayun suling ke arah orang yang menjamahnya itu hingga Giok Ciu cepat berkelit dengan kaget sekali.

"Sin Wan, ingatlah, ini aku, Giok Ciu!" kata gadis itu sambil bertindak maju dan memegang lengan Sin Wan, "Sin Wan, begini lemahkah hatimu? Beginikah sikap seorang jantan yang gagah perkasa? Kau boleh marah dan sakit hati, tetapi kau tidak tahu dimana adanya musuhmusuhmu.

Apakah kau telah melupakan jenazah ibu dan kakek? Apakah mereka itu tidak harus diurus lebih dulu dan dibiarkan saja? Ah, Sin Wan.

Sin Wan." Tubuh Sin Wan yang tadinya menegang dan matanya yang liar dan ganas itu melembut.

Suling yang dicengkeram dalam tangannya terlepas dan jatuh di tanah tanpa terasa.

Kemudian ia lari dengan tubuh lemas ke dalam rumah.

Melihat mayat kong-kongnya ia lalu berlutut dan sambil memandang wajah kakeknya itu dan ia meratap dan menyesali kakeknya.

"Kong-kong, kenapa kau suruh aku pergi? Kenapa? Kau sengaja menyuruh aku menyingkir.

Aku tahu.

Aku tahu.! Kong-kong, apa kau sangka aku penakut? Apa kau sangka aku takut mati? Ah, kong-kong.

Kalau saja aku tidak pergi .

Kong-kong kau bikin aku selamanya akan menyesali saat kepergianku itu.

Kau bikin aku menjadi penasaran selalu ." Kemudian, sambil menyusut air mata dengan ujung baju, pemuda tanggung yang mengalami nasib buruk itu menubruk mayat ibunya.

"Ibu.........

ibu anakmu tidak berbakti! Kau kau diserang musuh, dilukai, dibunuh..

sedangkan aku anakmu.

Pergi dan bergembira di luar! Ibu ampunkan anakmu, ibu..

aku bersumpah, sebelum dapat membunuh orang-orang terkutuk itu, aku tidak mau menyebut namaku kepada orang lain" Kemudian Sin Wan menangis lagi sambil berlutut di dekat mayat ibunya.

Ia pukul-pukulkan kepalanya di atas lantai hingga terluka dan kulit jidat itu mengeluarkan darah! Demikian besar rasa penyesalannya telah pergi hingga ibunya dibunuh orang pada saat ia tidak berada di situ, maka karena menyesal ia bentur-benturkan jidat di lantai dan akhirnya sambil memekik keras ia roboh pingsan di atas dada ibunya! Semenjak tadi, Giok Ciu tak berdaya dan hanya ikut menangis.

Ia adalah seorang yang keras hati, tapi menghadapi pemandangan demikian mengerikan dan mengharukan, ia tak dapat menahan mengucurnya ia mata dan rasa iba hati yang luar biasa sampai menyakitkan dadanya.

Ia merasa iba sekali sekali melihat Sin Wan, pemuda tunangannya yang sebelum diberi tahu oleh ibunya tidak mengerti bahwa Giok Ciu adalah tunangannya! Giok Ciu sendiri telah diberi tahu oleh ayahnya, bahkan suling kecil pemberian Kang-lam Ciuhiap telah diserahkan kepadanya untuk disimpan.

Inilah sebabnya maka ketika bertemu dengan Sin Wan, ia meraa malu sekali dan kikuk.

Tapi, kemudian dapat diterkanya bahwa pemuda itu agaknya belum tahu akan pertunangan mereka, maka lenyaplah rasa malunya terhadap Sin Wan.

Hal ini membuat kegembiraannya timbul dan ia bisa bergaul lebih bebas dengan pemuda itu.

Tapi, tidak disangkanya sama sekali, musuh telah mendahului mereka dan telah mengamuk demikian kejamnya! Kini melihat betapa Sin Wan jatuh pingsan, Giok Ciu merasa makin bingung dan ia merasa hatinya seperti diremas-remas! Ia lari keluar dan masuk ke dalam rumah terdekat.

Di dalam rumah itu terdapat dua orang wanita tua dan muda saling peluk dengan tubuh gemetar, dan ditengah-tengah mereka ada tiga anak-anak kecil.

Ternyata mereka masih ketakutan.

Alangkah kaget mereka ketika ada orang masuk ke rumah, mereka sangkat bahwa tentara-tentara yang kejam itu masih berada di luar.

Tapi Giok Ciu berkata dengan halus, "Encim dan cici, jangan takuttakut, musuh telah pergi semua.

Marilah kau bantu aku untuk memberi tahu semua tetangga.

Suruh mereka keluar dan menolong kawan-kawan kita." Maka berdirilah kedua wanita itu dan sebentar saja mereka berdua pergi ke rumah-rumah para tetangga.

Semua orang keluarlah berbondong-bondong dan tangis dan pekik saling menyusul ketika mereka melihat mayat-mayat bergelimpangan.

Masing-masing keluar lalu mengangkat korban-korban yang masih menggeletak di luar dan menggotong tubuh-tubuh itu ke rumah masing-masing.

Giok Ciu dengan bantuan beberapa orang lalu mengurus kedua jenasah ibu Sin Wan dan Kang-lam Ciu-hiap Bun Gwat Kong.

Sedangkan Sin Wan setelah siuman, hanya duduk bengong menghadapi kedua mayat orang-orang tercinta itu.

Selama hidupnya ia hanya kenal ibu dan ayahnya, dan kini tiba-tiba saja kedua orang tua itu tinggalkan dia dalam cara yang demikian menyedihkan! Sementara itu Giok Ciu mendengarkan keterangan yang diberikan oleh orang-orang kampung yang tidak menjadi korban keganasan gerombolan kaki tangan kaisar.

Posting Komentar