Oleh karena itu maka keduanya lalu berseru, "Hai! Jangan bertempur, kami berada disini!" Mendengar teriakan kedua anak itu, Kang-lam Ciuhiap dan si Macan terbang kenali cucunya dan anaknya masing-masing, maka dengan heran sekali mereka loncat mundur lalu memandang.
Diam-diam kedua orang tua kosen ini merasa terkejut sekali.
Bagaiman mereka berdua sampai tidak mendengar kedatangan kedua anak itu? Padahal, biarpun mereka sedang bertempur mati-matian, mereka pasti akan dapat mendengar jika ada orang lain datang di dekat situ.
Untuk ini telinga mereka sudah cukup terlatih.
Tentu saja mereka tidak tahu bahwa kedua anak itu telah memiliki ilmu ginkang yang berlipat ganda kehebatannya dengan kepandaian mereka sebelum mengalami hal-hal yang berbahaya itu.
"Ayah!" "Ngkong!" Kedua anak itu lari ke masing-masing orang tuanya dengan gerakan demikian cepatnya hingga membuat Bun Gwat Kong dan Kwie Cu Ek melenggong! "Eh, eh, anak nakal.
Kau datang dari mana?" kedua orang tua itu berbareng tegur mereka.
Maka ramailah keduanya menceritakan pengalaman mereka kepada masing-masing orang tua itu yang mendengarkan dengan mulut ternganga keheranan.
Setelah kedua anak itu habis bercerita, Kang-lam Ciuhiap Bun Gwat Kong lalu menghampiri Kwie Cu Ek dan berkata sambil tertawa dan elus-elus jenggotnya, "Sungguh lucu, kita orang-orang tua saling sibuk gebuk kaya kerbau gila, sedangkan kedua anak yang kita cari tahu-tahu selamat tidak apa-apa, bahkan mendapat untung besar." Kwie Cu Ek juga tertawa besar.
"Kau orang tua sungguh lihat sekali membuat aku yang muda tunduk.
Bolehkan kiranya aku ketahui nama besarmu?" "Ha, ha, ha! Mana aku tua bangka dapat dibandingkan dengan kau yang gagah? Aku sudah lama tinggalkan dunia kang-ouw dan tenaga makin habis tubuh juga makin tua dan bobrok.
Namaku Bun Gwat Kong, dan siapakah kau yang selihai ini?" Terkejutlah Kwi Cu Ek mendengar nama ini, ia lalu tertawa girang dan menjura tanda hormat.
"Ah, ah, sungguh benar kata orang.
Kalau sengaja dicari-cari, sampai di ujung dunia juga tidak bertemu, kalau tidak disengaja, tiba-tiba saja berhadapan denga Kang-lam Ciuhiap yang terkenal.
Sungguh beruntung! Telah bertahun-tahun aku mendengar nama Kang-lam Ciuhiap yang besar dan hari ini aku Kwie Cu Ek telah membuktikan sendiri kebenaran nama besar itu!" "Apa? Jadi kau ini Kwie Cu Ek si harimau terbang?" berkata Bun Gwat Kong dengan heran.
"Pantas saja kau lihai sekali dan masih untung tubuhku tidak terbinasa dalam tanganmu.
Tapi yang mengherankan sekali, kenapa kau juga berada disini? Apakah kau juga tinggal di atas gunung ini?" Kwie Cu Ek menghela napas duka.
"Dunia sudah berubah banyak semenjak kau pergi.
Dulu aku mendengar tentang malapetaka yang menimpa diri putera mantumu dan aku tahu pula bahwa yang membunuh para pembesar anjing itu adalah kau orang tua.
Tapi, memang nasib rakyat jelata yang buruk! Kata orang Kaisar adalah manusia pilihan Thian, tapi agaknya kali ini Thian telah salah memilih orang yang menjadi kaisar! Raja lalim itu hanya tahu berpelesir dan bersenangsenang saja hingga ia tidak tahu sama sekali keadaan rakyatnya yang tertindas.
Tidak tahu bahwa para dorna dan pembesar anjing memegang kekuasaan penuh di seluruh negeri.
Rakyat yang sudah tertindas, makin menderita lagi dengan turunnya wabah penyakit bermacam-macam dan bencana alam berupa banjir besar yang menghabiskan jiwa dan harta.
Keluargaku juga terkena bencana ketika kampung kami terserang wabah penyakit, hingga isteriku, ibu anakku Giok Ciu ini meninggal dunia." Sampai disini Kwie Cu Ek berhenti dan tampak berduka.
Giok Ciu yang mendengar bicara ayahnya disamping dan melihat ayahnya bersedih, lalu menubruk orang tua itu.
Kang-lam Ciuhiap menghela napas dan diam-diam ia merasa kasih kepada si Harimau Terbang yang biarpun usianya baru empat puluh tahun, tapi sebagian besar rambut kepalanya telah putih.
Tapi hanya sebentar saja Kwie Cu Ek berduka, karena ia segera tindas perasaannya yang tertekan dan sambil memandang Sin Wan ia berkata, "Anak ini cucumu, bukan? Hm, ia baik juga, tidak mengecewakan menjadi cucu Kang-lam Ciuhiap!" demikian ia memuji sejujurnya.
"Anakmu juga berbakat baik," si kakek memuji juga.
Tiba-tiba Kwie Cu Ek bangun berdiri.
"Setelah kau tersesat sampai disini, kau harus mampir di tempat tinggalku.
Tidak jauh dari sini, tuh di atas bukit sebelah timur itu!" "Baik, baik.
Kita memang tetangga dekat dan sudah sepantasnya saling mengunjungi." Jawab Bun Gwat Kong gembira.
"Giok Ciu, kau ajak temanmu itu pergi dulu dan di rumah kau boleh sediakan makan seadanya untuk tamu-tamu kita!" kata si Harimau terbang kepada anaknya.
"Baik, ayah," jawab Giok Ciu yang lalu berpaling kepada Sin Wan dan berkata, "Hayo, Sin Wan, kita berlumba kerumahku!" Sin Wan tersenym gembira dan kedua anak itu segera loncat dan lari cepat sekali ke arah bukit yang di tunjuk oleh Kwie Cu Ek tadi.
Kwie Cu Ek tertawa gembira melihat tingkah anaknya dan ia berkata kepada Kang-lam Ciuhiap.
"Mereka dapat bergaul rapat sekali!" Tiba-tiba kedua mata kakek itu bersinar gembira dan wajahnya berseri.
"Eh Kwie enghiong bagaimana kalau mereka itu dijodohkan saja? Kalau kau tidak mencela Sin Wan dan tidak keberatan mempunyai mantu sebodoh ia, sekarang juga kulamar anakmu itu untuk Sin Wan!" Kwie Cu Ek terperanjat dan pandang muka kakek itu dengan heran.
"Aah, Ciuhiap mengapa begini aneh? Anakku baru berusia sepuluh tahun dan cucumu itupun paling banyak baru...." "Ia juga sepuluh tahun lebih, hampir sebelas......" kakek itu memotong.
"Nah, mereka itu keduanya masih kanak-kanak, tidak pantas dikawinkan!" Maka tertawalah Kang-lam Ciuhiap dengan keras, "Bukan kawin sekarang, maksudku kita ikat mereka dengan tali pertunangan.
Mereka itu kulihat berjodoh." Keduanya saling pandang agak lama, agaknya untuk menyelami hati dan pikiran masing-masing, kemudian Kwie Cu Ek maju pegang lengan kakek itu sambil berkata gembira, "Baik, orang tua, aku percaya penuh kepadamu.
Kau orang jujur.
Eh, siapa nama cucumu itu?" "Bun Sin Wan." "Nah, biarlah, mulai saat ini Kwie Giok Ciu anakku itu menjadi calon isteri atau tunangan Bun Sin Wan, cucu Kang-lam Ciuhiap." "Ha, ha, ha, ha, bagus, bagus! Kalau kau perlu tahu, dapat juga aku ceritakan tentang almarhum ayahnya, mantuku itu." "Ah, siapakah yang tidak kenal Bun taijin? Mantumu adalah pembesar yang adil dan jujur, kalau tidak demikian sifatnya, mana dia bisa dihukum mati oleh Kaisar lalim?" "Kau pintar, sungguh Sin Wan boleh bangga mempunyai mertua seperti kau ini!" Sekali lagi empek gagah itu tertawa senang.
"Nah, hayo kita susul mereka.
Kita harus rayakan ikatan ini dengan arak wangi.
Kebetulan sekali aku mempunyai simpanan arak dari Hunlim yang telah puluhan tahun umurnya.Wajah Kang-lam Ciu-hiap tiba-tiba berseri.
"Apa kau kata? Arak wangi dari Hunlim? Aah, bagus sekali.
Hayo kita pergi, mau tunggu apa lagi?" Maka keduanya menggunakan ilmu lari cepat menyusul kedua anak yang telah pergi lebih dulu itu.
"Eh, Kwi enghiong, tahukah kau bahwa kedua anak kita kelak akan menjadi pendekar-pendekar yang tiada taranya di muka bumi ini?" "Akupun sedang berpikir dan tak habis mengerti, lo-ciuhiap," kata Kwie Cu Ek sambil berlari cepat di samping kakek itu.
"Kedua anak itu belum lama mendahului kita, tapi sampai sekarang belum juga kita bisa mengejar mereka.
Sungguh ajaib sekali, buah apakah gerangan yang demikian mujijat dan menambah tenaga mereka berlipat ganda?" "Itulah kurnia Thian Yang Maha Esa, Kwie enghiong.
Dan tepat sekali kalau kukatakan tadi bahwa mereka memang berjodoh satu kepada yang lain," kata si empek gagah.
Biarpun mereka percepat lari mereka, ternyata ketika mereka tiba di depan pondok kayu tempat tinggal Macan Terbang, kedua anak itu telah tiba disitu dan Giok Ciu sedang sibuk mencabuti bulu ayam dan Sin Wan sibuk mengumpulkan kayu kering.
Ternyata menghadapi Giok Ciu yang tentu saja lebih pandai masak dari padanya, Sin Wan tunduk dan taat akan segala perintah Giok Ciu ketika ia menawarkan diri untuk membantunya.
"Kami mempunyai beberapa belas ekor ayam," kata gadis kecil itu dengan gembira, "ayah dulu membeli beberapa ekor induk ayam dan kini telah menjadi belasan ekor." Kemudian Giok Ciu tangkap dua ekor ayam yang paling gemuk dan suruh Sin Wan memotongnya.
Dengan cekatan gadis yang sejak masih kecil telah ditinggal ibunya dan pandai masak karena terpaksa itu, memotong-motong daging ayam dan memasaknya, dibantu oleh Sin Wan, sedangkan Kang-lam Ciuhiap dan Hui-houw Kwie Cu Ek bercakap-cakap dengan gembira di luar pondok yang kecil itu.
Kang-lam Ciuhiap memuji Kwie Cu Ek yang dikatakan pandai memilih tempat.
Memang tempat di situ indah sekali pemandangannya, lagipula nyaman hawanya.
Dibanding dengan lereng-lereng lain di gunung itu tempat ini yang terindah dengan puncak Kam-hong-an yang tinggi menjulang di atasnya merupakan atap tertutup awan.
Kwie Cu Ek semenjak ditinggal mati isterinya, telah lima tahun tinggal di situ dengan anaknya, dan agar Giok Ciu tidak terasing sama sekali dari pergaulan manusia, ia seringkali ajak anak gadisnya turun gunung di kaki gunung.
Setelah Giok Ciu agak besar dan memiliki kepandaian hingga tidak berbahaya baginya untuk turun gunung seorang diri, seringkali anak perempuan ini mengunjungi kampung-kampung itu dan bermain-main.
Karena ini maka Giok Ciu tidak merasa sangat kesunyian.
Setelah masakan siap, mereka berempat lalu makan dengan gembira, dan tuan rumah serta anak perempuannya kagum melihat betapa Kanglam Ciuhiap minum arak bagaikan minum air tawar saja! "Arak baik, arak baik!" berkali-kali kakek itu memuji tiap habis minum semangkuk besar.
Kwie Cu Ek walaupun seorang peminum yang kuat juga, namun tiap kali minum ia hanya dapat tuang semangkuk kecil kedalam perutnya, karena arak yang mereka minum itu adalah arak tua yang sangat keras.
Sebentar saja, habislah arak wangi seguci besar dan kakek Bun Gwat Kong itu elus-elus perutnya dengan puas sekali.