Wajah Thian Khi Tosu menjadi marah.
"Bagus! Jangan kalian mengira bahwa pinto takut menghadapi pengeroyokan. Kalau kalian berlima hendak maju mengeroyok, silakan!"
"Sute, harap tenangkan hatimu!"
Tiba-tiba Thian Hwat Tosu menegur sutenya dan ketua Kun-lun-pai ini melangkah maju dan memberi hormat kepada lima orang Lama dari Tibet itu.
"Siancai.... pinto berdua mohon maaf kepada Ngo-wi. Maafkan para murid kami tadi yang lancang turun tangan, mengeroyok kepada Ngo-wi. Akan tetapi, mereka itu hanyalah orang-orang muda yang kurang pengalaman dan Terimakasih atas pelajaran yang Ngo-wi berikan kepada mereka. Pinto berdua sute yang kebetulan menjadi pimpinan Kun-lun-pai, bertanggung jawab terhadap semua urusan Kun-lun-pai. Agar pertentangan antara Ngo-wi dan kami tidak berlarut-larut, biarlah kami berdua sebagai pimpinan Kun-lun-pai mewakili perkumpulan kami untuk menentukan apakah Kun-lun-pai masih mampu mempertahankan kedaulatannya di daerah Kun-lun-san ini. Kalau kami ternyata tidak mampu menandingi Ngo-wi dalam pertandingan yang adil, satu lawan sa-tu, biarlah kami akan mundur dan selanjutnya Kun-lun-pai tidak lagi akan menghalangi semua sepak terjang Ngo-wi."
Ucapan yang panjang itu terdengar halus, namun mengandung tantangan, juga teguran, disamping janji.
"Omitohud.... Bagus sekali kalau ketua Kun-lun-pai sendiri yang berjanji begitu. Memang cukup adil! Kita golongan persilatan memang hanya mempunyai satu aturan, yaitu siapa yang lebih kuat dia berhak menentukan peraturan. Kalau kami kalah oleh ketua Kun-lun-pai, biarlah kami angkat kaki dari sini, kecuali kalau diantara kami masih ada yang mampu menandingi ketua Kun-lun-pai. Thay Si sute, temani aku untuk bermain-main dengan dua orang tosu ini sebentar."
Thay Si Lama, si muka bopeng, sambil tersenyum melangkah maju mendampingi suhengnya, yaitu They Ku Lama, sambil melintangkan cambuknya di depan dada. Thay Ku Lama sendiri sudah sejak tadi mempersiapkan golok yang dipegang terbalik dan bersembunyi di balik lengannya.
"Ha-ha-ha."
Orang ke dua dari Tibet Ngo-houw yang mukanya bopeng ini tertawa.
"Ini baru pertandingan yang menarik, suheng, tidak main keroyok seperti tadi."
Thian Khi Tosu menghadapi Thay Si Lama dan Thay Si Lama yang melihat wakil ketua Kun-lun-pai ini tidak bersenjata, segera meletakkan cambuknya di atas kepala dan berseru,
"Tosu, keluarkan senjatamu!"
Akan tetapi sebelum kedua pihak bergerak menyerang, Pek In Tosu yang tadi masih duduk bersila bersama dua orang kawannya, kini sudah bangkit berdiri dan sekali tubuhnya bergerak, tubuh itu sudah melayang dan berdiri di antara dua orang tosu dan dua orang Lama itu. Dangan sikap tenang dan wajah ramah dia menghadapi dua orang tosu Kun-lun-pai dan suaranya terdengar lembut.
"Toyu, pinto harap toyu dapat menjaga nama baik Kun-lun-pai. Kami pernah mendengar bahwa Kun-lun-pai adalah perkumpulan orang-orang gagah yang tidak mencampuri urusan orang lain. Kalau sekali ini Kun-lun-pai mencampuri urusan para Lama dari Tibet, berarti Kun-lun-pai membahayakan nama baiknya sendiri. Ketahuilah bahwa para pendeta Lama dari Tibet ini datang ke Kun-lun-pai sama sekali bukan untuk memusuhi Kun-lun-pai, melainkan untuk mencari kami yang dulu disebut Himalaya Sam Lojin. Karena kami dari Himalaya pindah ke Kun-lun-san ini untuk mencari tempat sunyi dan damai, maka mereka mengejar ke sini dan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dangan pihak Kun-lun-pai. Kalau sekarang Kun-lun-pai mencampuri, bukankah itu berarti Kun-lun-pai terlalu iseng dan membahayakan nama baiknya sendiri? Karena itu, kami bertiga minta agar Kun-lun-pai suka mundur dan menutup semua pintu, tidak membiarkan anak muridnya mencampuri urusan orang luar."
Mendengar ucapan kakek berpakaian putih dan berambut putih ini, dua orang ketua Kun-lun-pai saling pandang. Ucapan itu memang tepat dan benar. Dua orang murid tingkat tiga mereka memang bentrok dangan dua orang dari Lima Harimau Tibet, akan tetapi hal itu terjadi karena murid-murid itu mencampuri urusan para pendeta Lama. Kalau kini pertandingan dilanjutkan dan mereka sampai kalah, suatu hal yang amat boleh jadi mengingat saktinya lima orang pendeta Lama itu, nama besar Kun-lun-pai akan jatuh!
Sebaliknya andaikata mereka menang, berarti mereka menanam bibit permusuhan dangan para pendeta Lama di Tibet dan hal itu sungguh amat berbahaya sekali! Para pendeta Lama di bawah Dalai Lama bukan hanya merupakan sekelompok pemimpin agama yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, bahkan juga menjadi pucuk pimpinan negara itu sendiri! Bermusuhan dangan para pendeta Lama sama dengan bermusuhan dangan seluruh rakyat Tibet! Jelaslah bahwa ucapan Pek In Tosu tadi menyadarkan mereka akan dua kemungkinan yang sama-sama amat merugikan Kun-lun-pai itu. Menang atau kalah, akibatnya amat buruk bagi Kun-lun-pai dan sungguh tidak sepadan dangan sebabnya, yang pada hakekatnya juga salah murid mereka sendiri.
"Siancai....!"
Kata Thian Hwa Tosu sambil menjura.
"Sungguh ucapan yang amat bijaksana, dan kami akan menjadi orang-orang yang tidak mengenal budi kalau tidak mentaatinya. Terimakasih atas nasihat itu, locianpwe. Dan kepada para Lama, kami mohon maaf dan sejak saat ini, Kun-lun-pai tidak lagi mancampuri urusan kalian. Sute, ajak semua murid untuk kembali ke asrama!"
Ucapan terakhir ini merupakan perintah dan biarpun mukanya merah karena penasaran dan marah, Thian Khi Tosu tidak berani membantah perintah suhengnya. Diapun mengajak semua murid untuk pergi mengikuti ketua mereka, membawa mereka yang terluka, pulang ke benteng Kun-lun-pai dan selanjutnya pintu banteng atau asrama itu ditutup rapat-rapat! Setelah semua orang Kun-lun-pai pergi, Thay Ku Lama yang memimpin Tibet Ngo-houw itu tertawa.
"Ha-ha-ha, sungguh luar biasa! Himalaya Sam-lojin malah membantu kami sehingga pekerjaan kami menjadi lebih ringan menyingkirkan penghalang berupa Kun-lun-pai! Bagus sekali! Kamipun bukan orang-orang yang tidak ingat budi. Karena kalian telah memperlihatkan sikap baik, Sam-lojin, dengan menyadarkan Kun-lun-pai sehingga mereka tidak menentang kami, maka kamipun menawarkan jalan damai untuk kalian. Marilah kalian ikut dangan kami, sebagai tamu undangan agar kami hadapkan kepada yang mulia Dalai Lama di Tibet. Kami tidak akan menganggap kalian sebagai tawanan, melainkan tamu undangan. Bagaimana?"
Kini tiga orang kakek itu sudah bangkit berdiri semua dan Pek In Tosu juga tersenyum ramah ketika menjawab,
"Siancai....! Terimakasih atas niat baik itu. Akan tetapi sungguh sayang dan maafkan kami, Ngo-wi Lama, bahwa terpakna sekali kami tidak dapat menerima undangan terhormat itu."
Wajah They Ku Lama yang tadinya tersenyum, seketika berubah keruh dan alisnya berkerut, perutnya yang gendut itu bergerak-gerak menggelikan. Akan tetapi siapa yang telah mengenalnya baik-baik, maklum betapa hebatnya perut gendut itu! Yang membuat perut gendut itu bergerak-gerak seolah-olah di dalamnya ada bayi dalam kandungan itu, sebetulnya adalah ilmu pukulan Hek-bin Tai-hong-ciang itu, yang dilakukan sambil berjongkok dan perutnya mengeluarkan bunyi kok-kok seperti seekor katak besar!
"Hem, apakah yang memaksa kalian monolak undangan kami yang kami lakukan dengan merendahkan diri?"
Tanyanya dongan suara membentak. Pek In Tosu masih bersikap halus dan ramah,