Golok Sakti Chapter 77

NIC

"Lain, bukan karena budi, tapi karena cintaku besar terhadap dirimu...."

"Engko Jong, kau..." hanya ini perkataan yang meluncur dari mulutnya, sementara air matanya berlinang-linang bahna sangat girang dan bangga hatinya.

Seng Giok Cin tidak sempat menyeka air matanya karena kedua tangannya repot memegangi tali kendali kuda^ Pelahan lahan dengan sapu tangannya, Ho Tiong Jong menyeka air mata kegirangan itu dari mata dan pipinya si jelita.

Begitu telaten perlakuan Ho Tiong Jong, hingga si nona merasa sangat berterima kasih dan memuji Tuhan, bahwa pilihannya tidak keliru. Awan kedukaan dan perasaan cemburu yang meluap-luap tadi telah lenyap entah kemana.

Kini kembali tampak wajahnya yang ramai dengan senyuman Kerlingan matanya yang memikat, senyumannya yang menawan, semua itu tak dapat dilupakan oleh si pemuda, Tidak heran kalau ia, setelah menyeka kering air mata yang berlinang-linang tadi, lantas pererat pelukannya. "Adik Giok, kau marah aku memeluk tubuhmu?" bisiknya pelahan-

"Ah, Engko Jong, aku bahagia." jawabnya hampir tak kedengaran-Keduanya bersenyum, Dengan begitu perjalanan diteruskan dengan sangat gembira.

Untuk sementara mereka melupakan bayangan malaikat elmaut yang akan mengambil jiwanya Ho Tiong Jong dalam tempo beberapa jam saja saja.

Tahu-tahu mereka sudah sampai di Po-hong, sebuah distrik yang hanya Seng Giok cin yang mengenalnya. sementara itu perutnya Ho Tiong Jong sudah keroncongan-

"Adik Giok. omong-omong perutku kini sudah minta diisi, bagaimana kalau kita mampir disebuah rumah makan dalam kota?"

"Bagus, akupun lapar." jawab si jelita ketawa. "Tapi..."

"Tapi apa ?"

"Bagaimana, tempomu sangat singkat sekali."

"Ah.... adik Giok, kau jangan mengingatkan itu, biarlah sang tempo lewat, kita anggap saja seperti tak akan ada kejadian apa-apa."

Sesuatu detik yang lewat sebaiknya disia-siakan untuk kita beromong-omong dengan gembira, Aku ingin tempoku yang singkat ini di gunakan untuk hidup berkumpul bersama-sama kau disuatu tempat. Tapi oh, adik Giok maafkan ucapanku ini ada melanggar batas kesopanan-"

Hati Seng Giok cicperih mendengar perkataan pemuda pujaannya.

"Engko Jong, seumurku aku belum pernah tunduk kepada siapapun juga, Belum pernah aku melayani dengan penuh kesabaran, tapi terhadap kau... entahlah, aku sendiri tidak mengerti, kenapa aku bisa jinak..."

".. itulah cinta, adik Giok.^ bisik sipemuda dengan mesra.

Hati Seng Giok cin tertegun, perasaan bahagia yang belum pernah dialamkan sebelumnya telah meliputi dirinya, ketika mendengar kata-katanya sipemuda diiring dengan pelukan yang erat dan ciuman pada pipinya.

Seketika itu wajahnya sinona menjadi merah jengah, tangannya bergemetar dan hampir tali kendali kuda terlepas dari cekalannya.

Pipinya dirasakan panas dengan tiba-tiba, tangannya kepingin merabah pipi bekas ciuman tadi, tapi tak berani karena malu. Kuda terus berjalan-

"Adik Giok. hidupku mungkin hanya tinggal dua jam lagi, Aku ingin serahkan padamu tempo ini untuk kau memilih saat-saat kita bergembira, bagaimana ?"

Kembali Seng Giok cin merasa hatinya seperti disayat pisau, perih rasanya mendengar ucapan sipemuda, "Engko Jong...." suaranya hampir tidak kedengaran karena menahan sedihnya, "aku tak dapat menetapkannya. aku serahkan padamu dan aku hanya menuruti saja." Ho Tiong Jong mengelah napas.

Segera mereka sudah masuk kedalam kota pik-hong yang ramah Didepannya satu rumah makan si gadis hentikan kudanya, mereka pada turun dan masuk kedalam rumah makan tersebut.

Waktu itu keadaan sudah melatih Seng Giok Cin memesan makanan yang lezat-lezat guna menjamu pemuda pujaannya untuk penghabisan kali.

Wajahnya dipaksa bergembira, tapi tak dapat mengelabui matanya Ho Tiong Jong, yang mengawasi padanya dengan penuh kasih, bahwa diwajah yang cantik itu ada tersembunyi kesedihan luar biasa.

Meskipun hidangan yang dihadapi semua ada terdiri dan hidangan pilihan dan arak yang paling bagus, ternyata Ho Tiong Jong tidak bernapsu makannya ia hanya terus-terusan menenggak araknya.

Pikirannya sangat kalut, Dan nona yang dikasihi akan ia tinggalkan dalam tempo singkat ini, karena malaikat elmaut rupanya sudah tak mengasih kelonggaran lagi.

Tanpa terasa arak itu sudah banyak setali ditenggaknya, hingga mukanya menjadi merah. Seng Giok Cin tidak berani mencegahnya ia tahu karena saat itu adalah untuk penghabisan kalinya Ho Tiong Jong menenggak ajak.

Ia terus melayani sipemuda dengan telaten, beberapa kali ia minta Ho Tiong Jong makan, tapi sipemuda hanya ganda ketawa saja.

Sinona sendiri paksakan makan, tapi hidangan yang demikian lezat itu tak mau masuk ke perutnya, seolah-olah mandek ditenggorokannya. Hatinya sangat pilu, mana dapat makanan masuk dengan mudah.

"Adik Giok...." terdengar sipemuda berkata, "sebaiknya kita mencari rumah penginapan supaya kita bisa bercakap-cakap dengan leluasa, bagaimana apa kau..."

"Baik, mari kita pergi " memotong sigadis.

Berbareng ia bangun dari duduknya, lantas panggil pelayan untuk perhitungkan makanan yang masih utuh restannya itu. Kemudian ia mengajak Ho Tiong Jong, ke satu rumah penginapan yang tidak banyak tetamu-nya.

Ketika mereka sudah berada dalam kamar Ho Tiong Jong lantas rebahan diranjang karena kepalanya dirasakan agak pusing.

Ia minta teh panas pada sinona, Kebetulan teh masih panas betul ketika dituang dicangkir, Sambil meniup teh supaya agak dingin, si nona duduk ditepi pembaringan-Seumurnya Seng Giok Cin baru kali ini melayani lelaki, ia lebih banyak dilayani dari pada melayani orang.

Betul-betul cintanya sinona sangat murni, ia mengasih pelayanan yang menyenangkan sekali hatinya Ho Tiong Jong, selagi sinona meniupi teh yang masih mengebul sipemuda mengawasi mukanya yang cantik tapi dirundung duka. Hatinya

sangat pilu, sebab tidak lama lagi akan meninggalkan nona yang dikasihinya ini.

"Nah, teh ini sudah agak dingin, mari bangun-.." terdengar sinona berkata. Ho Tiong Jong bangun, berduduk menghadapi si nona.

Sambil menyodorkan cawan teh ke bibirnya untuk diminum, air matanya Seng Giok cin tampak bercucuran deras sekali.

Tangannya bergemetaran dan hampir tak kuat memegang cawan yang sedang diirup oleh Ho Tiong Jong. Teh itu sangat harum ketika masuk dicenggorokannya dirasakan enak sekali dan segar. Rasa pusingnya pelahan-lahan hilang, kini ia mengawasi si nona yang sedang menangis sesenggukan-

Ho Tiong Jong dekati duduknya pada si nona, lalu ular tangannya memegang pundaknya si gadis, katanya "Adik Giok, buat apa kau menangis. Aku seorang yang bernasib celaka, tidak ada harganya ditangisi, Kau sangat cantik, banyak pemuda yang ingin mendekatimu, maka tidak susah untuk kau dapati satu pemuda yang unggul segala-galanya dari..."

Ho Tiong Jong, karena mulutnya di tekap tangannya si gadis yang mungil, Dengan air mata berlinang-linang, si nona berkata "Engko Jong, hatiku sudah menjadi kepunyaanmu... Meski ada pemuda yang seratus kali lebih unggul darimu juga tidak akan menggerakan hatiku yang sudah dingin, mana kala kau sudah tidak ada lagi didalam... ah, engko Jong... kau..."

Seng Giok cin tidak tahan dengan kesedihannya, maka ia sudah menangis keras.

Ho Tiong Jong datang memeluk dan membisikannya, "Adik Giok kau sadar, Di sini tempat apa, jikalau kau nangis keras-keras nanti orang punya dugaan ada keliru tentang kita berdua."

"Tapi Engko Jong, aku tidak ingin berpisah dengan kau," jawabnya terisak-isak. ia menurut juga pelahan nangisnya.

Ho Tiong Jong dongakan mukanya sigadis yang tengah mendongakan kepalanya menangis, hingga dua pasang mata saling pandang, Air mata berlinang dikedua belah pipinya, membuat Ho Tiong Jong perih hatinya.

Demikian besar kecintaan hati sinona terhadap dirinya yang bernasib celaka.

Setelah sejenak saling pandang, tiba-tiba sipemuda memeluk lebih erat dan mencium bibirnya si cantik, "Adik Giok.... maafkan aku..."

Berbareng si gadis tubuhnya menjadi lemas, karena kena totokan urat tidurnya. Si nona jatuh pulas, dengan pelahan-lahan direbahkan di atas pembaringan-Ho Tiong Jong memandang wajah nona Seng dengan hari seperti diiris-iris pisau.

Air matanya bercucuran tak tertahan, seumurnya Ho Tiong Jong belum pernah mengalami kesedihan demikian hebat.

Ia sangat kasihan pada si nona, tak mau nona Seng menyaksikan dalam kematian, maka sengaja ia menotok urat tidurnya supaya si nona pulas dan ia sendiri dapat meninggalkannya .

Kalau totokannya nanti terbuka sendirinya si nona mendusin, ia sudah tidak ada pula disitu dan mayatnya berada dilain tempat, Demikian maksudnya sipemuda menotok si gadis.

Setelah sekali lagi ia memandang parasnya si nona yang cantik, ia sudah berjalan keluar dari kamar itu pelahan-lahan dengan saban-saban menyeka air matanya yang lantas mengalir dengan lengan bajunya. kemudian mengunci pintu dan padamkan penerangan

Posting Komentar