Dendam Si Anak Haram Chapter 73

NIC

“Tutup mulutmu, murid-murtad! Kiranya engkau tergila-gila lagi kepada gadis bermulut tajam ini!” Kwee Cin menundukkan mukanya yang menjadi merah, akan tetapi tiba-tiba ia mengangkat mukanya memandang wajah kakek guru itu dengan penuh keberanian dan terdengarlah suaranya lantang,

“Benar, susiak-kong. Saya mencinta nona ini. Adakah hal melanggar peraturan Bu-tong-pai?” Sunyi senyap setelah pemuda itu mengeluarkan isi hatinya dengan ucapan singkat ini. bahkan Giok Lan sendiri yang biasanya lincah jenaka dan pandai berkelakar, penuh keberanian, kini memandang pemuda tawanan itu dengan muka sebentar pucat sebentar merah.

Para murid Bu-tong-pai memandang gelisah antara pemuda tawanan itu dan Giok Lan, sedangkan Loan Khi Tosu mengelus jenggotnya dengan pandang mata melamun. Teringat ia akan peristiwa yang menimpa dirinya di masa mudanya, Dahulu, Bu-tong-pai merupakan perkumpulan yang dipimpin oleh para tosu dan ketika ia masih muda, terdapat peraturan bahwa para anak murid Bu-tong-pai tidak boleh jatuh cinta kepada wanita, apalagi menikah. Dan dia telah bertemu dengan seorang gadis, jatuh cinta kepada gadis itu, akan tetapi ditentang oleh pimpinan Bu-tong-pai sehingga hubungan cinta kasih mereka terputus. Inilah sebabnya, setelah menduduki tempat sebagai wakil ketua, ia bersama suhengnya, Thian Khi Tosu kini menjadi ketua Bu-tong-pai, telah menghapuskan peraturan itu dan anak murid Bu-tong-pai, boleh menikah, dan tentu saja boleh jatuh cintai.

“Tidak, dalam hal itu engkau tidak melanggar peraturan.” katanya perlahan seolah-olah berkata kepada dirinya sendiri. Kemudian ia menoleh ke arah Hek I Kim Hiap Lauw Tik Hiong dan berkata.

“Lauw Tik Hiong, coba ceritakan, apalagi yang kalian lakukan terhadap nona ini ketika dia kalian tawan?”

“Susiok, teecu (murid) sama sekali tidak melakukan hal-hal yang rendah, melakukan sesuai dengan tugas teecu sekalian sebagai pejuang dan sebagai anak murid Bu-tong-pai yang menjunjung kegagahan, Karena Kwan Bu telah menyebabkan banyak pejuang tewas maka untuk membekuknya dengan mudah, terpaksa teecu menawan ibunya yang sama sekali tidak teecu ganggu dan memaksanya menyerahkan diri. Adapun mengenai diri gadis ini, karena dia adalah adik kandung Phoa Siok Lun, teecu tawan pula dan setelah Kwan Bu menyerahkan diri, juga akan teecu bebaskan. Tentu saja tidak membebaskannya begitu saja sebelum memberi hukuman yang layak mengingat akan kejahatan kakaknya, Akan tetapi teecu sama sekali tidak melukainya.” Loan Khi Tosu memandang Giok Lan sambil berkata,

“Nona, biarpun mulutmu tajam melancarkan fitnah, akan tetapi pinto tidak melihat sesuatu kesalahan dalam perlakuan murid-murid Bu-tong-pai terhadap dirimu.”

“Apa? Wah, kalau cara totiang mengadili perkara seperti ini, hanya mendengarkan keterangan palsu sebelah pihak, dunia ini akan penuh dengan perkara-perkara penasaran! Eh. Hek-sim Kiam-hiap (Pendekar Pedang Berhati Hitam), mengapa engkau tidak menceritakan betapa ketika aku tertawan dan dibelenggu engkau menggunakan pedangmu yang lihai itu untuk merobek bajuku, dengan matamu beringas dan liar penuh kecabulan? Mengapa tidak kau ceritakan betapa ujung pedangmu sudah siap merobek pula celanaku untuk menelanjangi bulat-bulat diriku? Kalau tidak muncul saudara Kwee Cin yang merasa muak menyaksikan perbuatan tokoh-tokoh Bu-tong-pai yang hina dan kemudian dengan siasat membebaskan aku dan kakak Kwan Bu siapa yang akan menanggung bahwa engkau akan melakukan hal yang lebih menjijikan lagi? Hayo jawab!” Wajah Lauw Tik Hiong menjadi pucat dan para murid Bu-tong-pai menundukkan muka mereka yang menjadi merah sekali. Loan Khi Tosu mengerling ke arah murid-murid itu dan tosu ini menggerak-gerakan alisnya, matanya mengeluarkan sinar merah,

“Lauw Tik Hiong, benarkah apa yang dikatakan nona ini?” Pertanyaan tosu itu terdengar halus dan tenang, namun mengandung suara dingin yang mengerikan sehingga pendekar pedang berbaju hitam itu menjadi makin pucat. Kakek ini, yang usianya sudah enam puluh tahun dan yang sesungguhnya melakukan hal atas diri Giok Lan semata-mata berdasarkan kemarahan dan sakit hatinya terhadap Siok Lun, merasa tersudut oleh cara gadis itu bicara.

“Susiok, teecu tidak akan menyangkal akan terjadinya hal itu. Akan tetapi teecu percaya bahwa susiok akan dapat menyelami perasaan teecu mengingat akan kejahatan kakak kandungnya terhadap wanita tawanan, Dalam kemarahan hati, teecu melakukan hal itu semata-mata untuk membalas penghinaan yang dilakukan kakaknya terhadap banyak wanita. Teecu hanya ingin membikin malu dia...”

“Wah, lidah tak bertulang! orang she Lauw, mengapa engkau tidak mengatakan bahwa memang engkau yang sudah tua ini masih berhati muda dan kotor, bahwa memang ingin melihat aku bertelanjang di depan matamu?” Kemarahan Lauw Tik Hiong tidak dapat ia tahan-tahan lagi. Matanya terbelalak dan sambil memaki,

“Perempuan hina!”la sudah menerjang maju dengan pedangnya, cepat sekali seperti serangan pertama tadi.

“Murid celaka!” Loan Khi Tosu berseru, tongkat bambunya bergerak ke depan dan terdengar bunyi “krek! krek!” disusul dengan robohnya tubuh Lauw Tik Hiong yang pedangnya terlempar dan lengan kanannya patah bagian tulangnya di dua tempat! Kakek ini memegangi lengan kanan dengan tangan kirinya, wajahnya pucat ketika memandang kepada susioknya,

“Angkat dia ke pinggir!” seru Loan Khi Tosu kepada murid-murid yang lain, Para murid Bu-tong-pai segera menggotong tubuh Lauw Tik Hiong ke pinggir dan berusaha mengobati tangan yang patah- patah itu. Kini dengan sikap angkuh Loan Khi Tosu menghadapi Kwan Bu dan Giok Lan yang masih terkejut menyaksikan bahwa tokoh Bu-tong-pai ini memberi hukuman secara tegas sekali kepada muridnya, Suara kakek ini dingin ketika berkata.

“Kalian telah melihat sendiri betapa Bu-tong-pai mengunakan disiplin yang keras terhadap murid- muridnya yang bersalah, melawan dan berkhianat kepada Bu-tong-pai, dia harus dihukum yang akan dijatuhkan sendiri oleh ketua kami, nah, pinto menganggap urusan ini selesai. kalian boleh pergi dari sini, asal kelak tidak menghalangi perjuangan, pinto akan melupakan nama kalian,”

“Saudara Kwee Cin harus dibebaskan!” Seru Giok Lan dan wajah gadis ini berubah pucat ketika ia memandang ke arah Kwee Cin. Pemuda itu secara terang-terangan menyatakan cinta kepadanya, dan harus ia akui bahwa pemuda itu telah pula menolongnya. Sekarang pemuda itu menghadapi bencana, bagaimana mungkin ia mendiamkan saja? Ketika melihat betapa mata pemuda itu memandangnya dengan penuh rasa terima kasih dan amat mesra, wajah gadis ini menjadi merah sekali dan ia menundukkan mukanya. Kwan Bu menggerakkan kakinya maju selangkah menghadapi kakek Bu-tong-pai itu. Sikapnya tetap menghormat dan tenang, sungguhpun dia tahu bahwa sekali ini dia harus berani menentang segala bahaya untuk menyelamatkan Kwee Cin. Ia tahu bahwa yang ia hadapi bukan orang sembarangan, dan bahwa dalam urusan ini seolah-olah dia menjadi pelanggar peraturan partai besar, juga dia mencampuri urusan dalam Bu-tong-pai. Akan tetapi, mengingat akan kebaikan-kebaikan Kwee Cin, dia siap untuk mengorbankan apa saja untuk menolong sahabatnya itu.

“Maaf, totiang. Saya mengerti bahwa urusan saudara Kwee Cin dengan totiang adalah urusan antara guru dan murid dalam lingkungan Bu-tong-pai dan bahwa tidak ada orang lain boleh mencampurinya. Saya pun tidak akan berani mencampuri urusan dalan dari Bu-tong-pai Akan tetapi, hendaknya totiang juga memahami keadaan saya sebagai seorang yang tahu akan budi, tahu pula bahwa budi harus dibalas, karena inilah pendirian seorang yang menjunjung tinggi kegagahan,”

“Susiok. harap jangan sampai terkena bujuk bocah itu!” Tiba-tiba Lauw Tik Hiong berseru keras. Pendekar Pedang Baju Hitam ini sudah bangkit berdiri, lengan kanannya sudah dibalut dan diobati dengan obat penyambung tulang. Wajahnya masih pucat akan tetapi pandang matanya bersinar- sinar penuh kemarahan terhadap Kwan Bu dan Giok Lan.

“Teecu mengenal betul dia ini, banyak mendengar tentang dia. Dia dahulu adalah kacung sute Bu Keng Liong dan menurut berita yang teecu dengar. dia ini adalah seorang anak haram! seorang anak haram mana ada harga untuk berunding dan berdebat dengan susiok? dia seorang anak haram yang durhaka, tidak mengenal budi. Setelah sejak bayi bersama ibunya sampai besar setiap hari makan nasi Bu-sute. Akhirnya setelah dewasa dia yang menyebabkan kematian Bu-sute dan banyak pejuang gagah lainnya. Siapa yang menyebabkan kematian Koai Kiam Tojin Ya Keng Cu? dia! Siapa yang menyebabkan kematian Sin-jiu Kim-wan Ya Thian Cu, Ban-eng-kiam Yo Ciat, dan banyak lagi pejuang- pejuang gagah perkasa? Dia inilah! Dia yang bersama suhengnya dan sucinya, si keparat Phoa Siok Lun dan Liem Bi Hwa, bersekongkol dengan para panglima pengawal istana, menyergap tempat berkumpulnya para pejuang. Susiok dia anak karam yang hina dina, pembunuh para pejuang dengan pengkhianatnya, terutama pembunuh sute Bu Keng Liong yang telah melepas budi kepada dia dan ibunya! Biarkan teecu membunuhnya. Dengan tangan kiri, teecu masih sanggup untuk menghadapinya demi menjaga nama baik Bu-tong-pai!”

Loan Khi Tosu tertegun melihat sikap murid keponakannya ini dan diam-diam ia merasa bangga. Memang, anak murid Bu-tong-pai amat gagah perkasa dan tidak takut mati. juga mengenal dan taat akan peraturan sehingga murid yang sudah tua ini pun sama sekali tidak mengeluh ketika tulang tangannya dipatahkan sebagai hukumannya.

“Bohong! Tidak benar....!” Tiba-tiba terdengar suara nyaring dan berkelebat bayangan manusia meloncat ke tempat itu. Kwan Bu menahan napas ketika mengenal bayangan ini, yang bukan lain adalah Bu Siang Hwi! Gadis ini amat menyedihkan keadaanya. Pakaiannya dan rambutnya kusut. wajahnya pucat dan masih ada tanda-tanda air mata di pipinya , bahkan kini ia memandang Kwan Bu dengan sepasang mata merah dan basah.

“Bu-siocia (nona Bu)... harap jangan mencampuri ?”

“Kwan Bu, kesalahanku terhadap dirimu sudah bertumpuk-tumpuk. biarlah kubuka hari ini ” Siang

Posting Komentar