Dendam Si Anak Haram Chapter 70

NIC

“Tidak mungkin, moi-moi. Aku akan ikut suhu dan tidak turun gunung lagi, aku akan menjadi pertapa, menjadi seorang hwesio untuk setiap hari bersembahyang kepada Tuhan dan mohon pengampunan atas segala dosa-dosaku,” Giok Lan membelalakan matanya memandang kakak tirinya ini, yang tadinya merupakan satu-satunya pria yang dicintainya.

“Apa? Engkau menjadi hwesio? Tidak bisa! Tidak boleh! Engkau tidak berdosa, dan. dan engkau

harus ingat kepada Siang Hwi! Apakah kau hendak menghancurkan pula hatinya. merusak hidupnya dan membasmi pengharapannya?”

“Apa apa maksudmu?”

“Dia mencintaimu, koko, Mencintaimu dengan setulus hatinya. Ketika aku menolongnya dari keadaan tertotok, ia menangis dan berbisik bahwa dia telah berdosa kepadamu, benar-benar amat mencintaimu, koko, Tidak tahukah engkau akan hal itu?” Kwan Bu menggeleng-geleng kepalanya, tidak percaya dan hatinya menjadi kesal karena terbayanglah pengalaman-pengalamannya dengan Siang Hwi.

“Tak mungkin. Dia memandang rendah kepadaku. dan sudah sepatutnya. aku seorang bodoh, miskin dan. aku seorang anak haram yang hina dina!”

“Koko!” Suara Giok Lan terdengar marah. Agaknya karena penasaran dan mengingat keadaan Kwan Bu. bangkit pula semangat gadis ini. sepasang matanya bersinar-sinar penuh penasaran,

“Jangan sekali-kali kau sebut-sebut tentang anak haram lagi! Engkau bukan anak haram, karena bukankah ayahku, ayah kita, sudah mengakui perbuatannya dan sudah jelas bahwa kau puteranya? Andaikata benar engkau seorang anak haram, seorang anak yang dilahirkan di luar pernikahan yang sah, patutkah kalau kau dipandang hina dan rendah? seorang anak yang dilahirkan tidak sah, mengapa dipandang hina? Salahkah anak itu? Salah pulakah Tuhan yang menghendaki anak itu terlahir? Apa dosanya? Apa dosamu sehingga engkau dilahirkan oleh ibumu yang diperkosa ayahmu? yang bersalah adalah ayah, bukan ibumu dan bukan pula engkau. Kalau ada orang-orang yang memandang hina kepada seorang anak haram, maka yang hina adalah orang-orang itu sendiri, munafik yang merasa bersih dan suci, yang merasa lebih pandai daripada Tuhan sendiri! yang terang bersalah adalah ayah, dan untuk kesalahannya itu ayah telah menanggung akibatnya, mengapa orang-orang menghina engkau yang tidak berdosa?” Kwan Bu menarik napas panjang. Ia dapat merasakan tepatnya ucapan adik tirinya ini dan diam-diam dia menjadi kagum. Adiknya ini sama sekali tidak mewarisi watak buruk dan rendah dari ayahnya, agakanya mewarisi watak ibunya. Dan memang harus diakui akan kepicikan pandangan manusia yang sudah menjadi “umum”, padahal pendapat yang timbul dari pandangan sesat itu sesungguhnya menyeleweng dari pada kebenaran.

“Mungkin engkau benar, Lan-moi, Akan tetapi tidak boleh engkau ikut pergi bersamaku. Engkau seorang gadis terhormat, kaya raya dan hidupmu sudah senang sekali di tempat ini. kalau engkau pergi, siapa yang akan mengurus semua harta bendamu? Mengapa mencari kesukaran mengikuti aku yang tidak bercita-cita ini?”

“Kalau engkau merasa aku hidup senang di sini, mengapa engkau mau pergi? Kita adalah kakak beradik. Harta benda yang berada di sini adalah peninggalan ayah, ayah kita! Engkau berhak pula mempergunakan dan menikmatinya, jangan pergi, koko, mari kita hidup berdua di sini sebagai kakak adik,” Kwan Bu menggeleng kepala.

“Terima kasih, moi-moi. Engkau seorang adik yang baik sekali, akan tetapi aku... aku lebih suka merantau” Giok Lan mulai mengangguk.

“Memang, aku pun tahu. Dan karena engkau tidak mau tinggal bersamaku di sini, maka aku memutuskan untuk ikut denganmu. Aku tidak mau berpisah darimu, koko? Giok Lan mulai terisak. Aku...., aku hanya mempunyai engkau seorang. Engkau kakakku, pengganti orang tuaku. , bawalah

aku pergi. kita pergi merantau, dan mencari Siang Hwi ”

“Tidak! Perlu apa mencarinya? Dia sudah tidak sudi kepadaku!” Giok Lan diam saja karena maklum bahwa diam-diam hati kakaknya ini menjadi sakit sekali karena sikap gadis itu yang sudah menyakiti hatinya. Diam-diam ia berjanji hatinya untuk mempertemukan lagi dua hati yang amat saling mencinta itu.

“Baiklah, terserah kemana kau bawa aku pergi merantau, koko, Ah kita pergi ke tempat-tempat ternama dan indah. Kita punya banyak uang, untuk apa kalau tidak menikmati hidup? Kita naik dua ekor kuda yang hebat. kuda pilihan, membawa bekal emas dan perak. kita bersenang-senang, koko dan tidak mencampuri lain urusan yang memusingkan kepala.”

Tak mungkin Kwan Bu dapat menolak lagi dan tiga hari kemudian, berangkatlah dua orang kakak beradik ini menunggang kuda setelah Giok Lan menyerahkan perawatan rumah gedungnya kepada para pelayan yang setia. Seperti biasa. sekali ini pun Giok Lan berpakaian seperti seorang pemuda tampan, dan di sampingnya. Kwan Bu juga berpakaian indah sebagai seorang pemuda pelajar. Giok Lan memaksa kakaknya untuk bertukar pakaian yang indah-indah dan untuk menyenangkan hati adiknya dan yang amat menyayanginya itu terpaksa Kwan Bu menurut saja. Benar seperti yang dikatakan Giok Lan setelah melakukan perjalanan merantau dan berpesiar ke tempat-tempat yang terkenal dan indah, hati mereka agak terhibur.

Kasih sayang antara mereka sebagai kakak beradik makin mendalam, terutama sekali bagi Kwan Bu yang selama ini tidak pernah merasakan kasih sayang seorang saudara. Bahkan baru sekali ini, selain ibunya sendiri, Kwan Bu menerima kasih sayang dari orang lain. Kadang-kadang ia merasa kasihan kepada adiknya ini yang seperti juga dia secara “tidak kebetulan” terlahir sebagai anak dari seorang yang tak dapat diakatakan baik seperti Phoa Heng Gu, kepala rampok yang kejam itu. Padahal Giok Lan adalah seorang gadis yang amat baik budi, ramah-tamah, dan tidak pernah mempunyai pikiran yang kotor atau jahat. diam-diam Kwan Bu menduga-duga apakah ibu gadis ini dahulunya menjadi isteri Phoa Heng Gu secara sukarela, ataukah paksaan, seperti yang telah diderita ibunya! Ia tidak meragukan lagi bahwa ibu dari Giok Lan tentu seorang wanita yang cantik dan berbudi,

“Aku tidak ingat lagi riwayat ibuku.” jawab Giok Lan ketika Kwan Bu mengajukan pertanyaan. “Aku hanya ingat bahwa ibuku seorang wanita cantik yang pendiam. Dia meninggal dunia ketika aku masih kecil, Ah, kalau dibandingkan, engkau lebih beruntung daripada aku, koko, Setidaknya, engkau kenyang akan kasih sayang ibu ketika masih kecil.

Kwan Bu hanya menghela napas panjang. Segala pengalaman hidupnya sendiri dan keadaan hidup orang lain yang telah dihadapinya, menjadi pelajaran yang amat baik, keadaan-keadaan yang dapat dilihat dan didengar. sesungguhnya mengandung kebenaran-kebenaran dan pembukaan- pembukaan rahasia akan kehidupan. Giok Lan semenjak kecil hidup berenang dalam laut kemewahan, namun gadis ini mengeluh dan merasa sengsara karena tidak mengenal kasih sayang ibu kandung. Dia sendiri, semenjak kecil kenyang akan kasih sayang ibunya, akan tetapi seperti halnya Giok Lan tak dapat menikmati segala kecukupannya,

Ia pun tidak dapat menikmati kenyataan ini dan selalu merasa sengsara karena hidup sebagai orang miskin dan merasa nelangsa karena dicap sebagai anak haram yang hina! Di manakah rahasianya kebahagiaan dalam limpahan harta benda. Dalam cinta, Juga bukan, buktinya Bi Hwa tersiksa hatinya oleh cinta, dan dia sendiri pun telah merasai pahitnya cinta, Segala sesuatu yang terjadi dan yang menimpa diri, apa bila merugikan diterima dengan kecewa dan berduka, sebaliknya apa bila menguntungkan diterima dengan puas dan gembira, Padahal, setiap manusia pasti akan mengalami hal-hal yang bertentangan ini, kadang-kadang merugikan dan kadang-kadang menguntungkan. Tak mungkin selalu menguntungkan lahir ataupun batin, Jadi, di manakah letaknya bahagia? Selama manusia masih terseret ke lingkaran yang tiada putusnya ini,

Masih menarik garis perbedaan antara rugi dan untung. tidak akan ada bahagia sejati baginya! Bahagia yang abadi dan sejati hanya akan dinikmati oleh mereka yang telah dapat menghapus garis pemisah antara untung dan rugi, antara susah dan senang, antara puas dan kecewa, Betapa hal ini dapat dilaksanakan? Dapat, dan syaratnya adalah penyerahan! Penyerahan mutlak dan bulat dengan penuh kesukaran bahwasannya segala sesuatu, baik maupun buruk, yang dianggap menguntungkan atau merugikan, yang menimpa kepada manusia, adalah hal yang wajar dan sudah semestinya demikian! Kesadaran yang mendatangkan keyakinan ini akan menciptakan kebulatan penyerahan kepada kekuasaan Tuhan, dan barang siapa sudah berhasil menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan,dialah orang-orang yang benar bahagia!

Posting Komentar