Dendam Si Anak Haram Chapter 63

NIC

“Ahh... Bu-koko... mengapa kau begitu bodoh? Tikus-tikus macam ini mana bisa dipercaya? Mereka itu pemberontak-pemberontak yang berkawan dengan perampok-perampok jahat! Tikus-tikus bau ini tentu akan membunuhmu... ah, koko...!!” Giok Lan berteriak-teriak marah, akan tetapi Kwan Bu sudah dibelenggu dan akhirnya gadis itu hanya dapat terisak.

“Lauw-enghiong, harap lekas bebaskan ibuku dan nona Phoa.” “Lauw Tik Hiong mengejek. Nanti dulu. Bhe Kwan Bu. Memang aku sudah berjanji takkan membunuh mereka, dan janji-janji ini pasti kupenuhi. Akan tetapi, kami tidak akan puas kalau belum membalas kekejian nona kuntianak ini!”

“Apa ?” Kwan Bu membentak. “Dia tidak berdosa!”

“Ha-ha-ha! tidak berdosa?” Suara serak ini keluar dari mulut seorang diantara mereka yang menodong Giok Lan. “Dia ini adalah adik suhengmu yang bernama Phoa Siok Lun dan tentu engkau tahu bahwa suhengmu menjadi anjing penjilat kaisar. Bukan begitu saja, akan tetapi suhengmu telah banyak memperkosa gadis-gadis dusun dan pendekar-pendekar wanita pejuang! Kalau kakaknya seperti setan, tentu adiknya inipun seperti kuntianak! Kakaknya tukang menghina wanita, tukang memperkosa dan mendatangkan aib dan malu. Adiknyapun harus merasakan yang sama!” Pedang di tangan laki-laki itupun bergerak dan.

“Bretttt...!!” Jubah luar yang dipakai Giok Lan robek dari leher sampai ke perut, memperlihatkan pakaian dalam dari sutera berwarna merah muda yang tipis sekali sehingga tampak membayangkan lekuk-lengkung tubuh yang indah bentuknya. Giok Lan meronta-ronta dah Kwan Bu membentak marah.

“Kalian manusia-manusia rendah. !!” Akan tetapi dua orang telah mendorongnya dengan pedang,

sedangkan Lauw Tik Hiong tertawa, lalu berkata.

“Jangan khawatir, Bhe Kwan Bu. Aku akan memegang janji. Janjiku hanya tidak membunuh mereka, bukan? Memang aku tidak akan membunuh ibumu dan nona ini. Akan tetapi nona ini harus menebus kejahatan kakaknya, hendak kulihat ke mana akan ditaruh mukanya dan muka kakaknya kalau dia bertelanjang di depan umum. Ha-ha-ha!” Ucapan yang keluar dari mulut Lauw Tik Hiong ini adalah ucapan yang timbul dari kebencian dan sakit hati karena sikap orang-orang Bu-tong-pai itu sama sekali tidak membayangkan silat-silat yang terdorong nafsu-nafsu sengaja atau yang sengaja berbuat kurang ajar yang memang sudah menjadi watak mereka.

Sesungguhnyapun mereka adalah orang-orang gagah Bu-tong-pai, pejuang-pejuang yang gigih. Kalau sekarang mereka melakukan hal yang kelihatan keji ini adalah karena mereka merasa amat sakit hati terhadap perbuatan-perbuatan biadab yang dilakukan Phoa Siok Lun terhadap wanita-wanita pejuang yang ditangkapnya. Kini pedang di tangan Lauw Tik Hiong sendiri yang bergerak ke depan dan kembali terdengar suara kain robek disusul jerit Giok Lan ketika ujung pedang itu dengan gerakan ahli sehingga sama sekali tidak melukai kulitnya telah merobek baju dalam, tepat di tengah- tengah dari leher sampai ke perut. Baju itu terbelah dan terbuka sehingga tampak bagian tengah dada, tampak lereng bukit dada dan perut yang berkulit putih halus! Pedang itu masih menuding dan agaknya hendak merobek pakaian bagian bawah.

Giok Lan sudah memejamkan matanya dan menundukkan mukanya, gadis ini hampir pingsan saking malunya, Kwan Bu hampir tak dapat menahan kemarahannya dan ia mulai mencari kesempatan untuk membebaskan diri. akan tetapi tidak hanya membebaskan diri sendiri karena dia baru mau melakukan hal ini kalau dia sudah yakin akan dapat menyelamatkan ibunya dan nona itu juga. Lauw Tik Hiong yang hendak membalas penghinaan kepada adik Phoa Siok Lun ini, sengaja melakukan gerakan lambat-lambat, ujung pedangnya menyentuh bagian ikat pinggang celana yang menutupi bagian bawah tubuh gadis itu. Pada saat itu, tiba-tiba berkelebat bayangan orang dan tahu-tahu Kwee Cin sudah tiba di situ. Langsung pemuda ini menghadap Lauw Tik Hiong dan menjura penuh hormat. “Teecu murid kedua mendiang suhu Bu Keng Liong menghadap supek, dan mohon supek mengabulkan permintaan teecu yang melaksanakan tugas pesanan sumoi Bu Siang Hwi!” Lauw Tik Hiong menarik kembali pedangnya dari pinggang Giok Lan, memandang kepada Kwee Cin penuh selidik. Sementara itu, Kwan Bu yang melihat Kwee Cin, sudah tak dapat menahan kemarahannya.

“Bagus, Kwee Cin! Engkau benar-benar manusia hina dina dan rendah budi! Kiranya engkau memancing aku keluar sehingga mereka ini dapat menangkap ibuku dan nona Phoa. Kalau tahu begitu, tentu aku tidak akan mengingat perhubungan kita dahulu dan tadi sudah kuhancurkan kepalamu!” Kwee Cin menoleh kepadanya dan tersenyum mengejek.

“Bhe Kwan Bu, engkau kacung yang sombong! Tidak ingatkah kau betapa dahulu kau melayani aku, engkau kacung hina dan engkau anak….. haram…..!!” Ucapan ini disusul jerit ibu Kwan Bu yang menjadi lemas dan jatuh terguling dalam keadaan pingsan. Kwan Bu makin marah dan hendak meronta, namun lambungnya terancam ujung pedang yang runcing,

“Eh, laki-laki pengecut. maling laknat. manusia hina dina melebihi kecoa! Jangan menghina Bu- koko!” bentak Giok Lan dengan suara menjerit saking marahnya,

“Kwee Cin, kalau mendiang Bu Taihiap melihat kelakuanmu saat ini, tentu beliau akan menangis sedih, Siapa mengira bahwa muridnya akan menjadi seorang macam engkau!” Kwan Bu berseru, terheran-heran mengapa kini Kwee Cin menjadi sejahat itu, baik perbuatannya maupun kata- katanya.

“Jangan dengarkan ocehan mereka.” Kata Lauw Tik Hiong yang kini tidak ragu-ragu lagi bahwa pemuda tampan ini memang benar murid keponakannya, murid dari Bu Keng Liong.

“Jadi engkau murid Bu-sute? Engkau bertemu dengan puteri Bu-sute? Syukur kalau dia selamat, terlepas dari kekejian murid Pat-jiu Lo-kai, Apakah yang dipesankan oleh sumoimu itu?”

“Maaf, supek Teecu tidak berani membantah janji supek yang sudah supek keluarkan untuk tidak membunuh….. perempuan galak seperti kucing ini sehingga teecupun tidak akan membunuhnya, dan tidak membunuh si jahanam Kwan Bu yang akan dijadikan tawanan. Akan tetapi, mengingat akan dendam sumoi dan suhu, teecu harus memberi hukuman kepada mereka, harap supek mengingat akan dendam sumoi dan kematian suhu, sudi mengabulkan permintaan teecu ini,”

“Hemm, apa yang hendak kau lakukan?”

“Sumoi Su Siang Hwi hampir saja diperkosa oleh Phoa Siok Lun, kakak perempuan galak ini, dan suhu tewas gara-gara Kwan Bu, Maka teecu mohon perkenankan supek untuk sekadar menghukum perempuan ini dan Kwan Bu,” Lauw Tik Hiong tersenyum dan mengangguk-angguk,

“Asal tidak kau bunuh mereka, berarti aku tidak melanggar janji, Hukuman apa yang hendak engkau lakukan?” Kwee Cin berkata dengan suara dingin,

“Kwan Bu seorang muda yang tidak mengenal budi, akan kubuntungkan sebelah telinganya dan akan kuberikan kepada sumoi agar puas hatinya, adapun perempuan ini... hemmm... tunggu dulu..? Kwee Cin menghampiri Giok Lan dengan pedang di tangan, Giok Lan memandang penuh kemarahan dan kebencian, lalu meludah ke arah muka pemuda itu, Karena jarak mereka dekat dan perbuatan itu sama sekali tidak disangka-sangka, Kwee Cin terkena ludah pada pipi dan bibirnya. Semua terkejut dan marah, akan tetapi Kwee Cin tersenyum mengejek, bahkan tidak mengusap ludah itu, ia seperti orang menimbang-nimbang, hukuman apa yang hendak ia jatuhkan, Sikapnya ini menambah kengerian di hati Kwan Bu dan Giok Lan,

“Mukanya cantik, kalau digores dengan pedang melintang tentu akan buruk..?” Kwee Cin berkata perlahan dan berkata dengan suara dingin, mendatangkan kengerian bahkan di hati para murid Bu- tong-pai sekalipun, Agaknya pemuda ini sudah seperti gila oleh dendam,

“Pedangku pemberian suhu, pedang ini terlalu bersih untuk dikotori darahnya. Siapakah yang sudi memberi pinjam pedang kepada teecu?” Lauw Tik Hiong tertawa memberikan pedangnya,

“Nih, pergunakan pedangku dan cepatlah. Pagi sudah hampir tiba dan kita harus cepat-cepat pergi dari sini.”

“Terima kasih!” Kwee Cin menerima pedang itu dan diterimanya dengan tangan kiri, Kini ia memegang dua batang pedang. menghampiri Giok Lan lagi dan dengan ujung pedang kiri ia membelai pipi itu. Terasa dingin oleh gadis itu yang menjadi pucat sekali.

“Bu-koko... biarlah kita mati bersama..!” gadis itu terisak dan melangkah mendekati Kwan Bu. diikuti oleh Kwee Cin yang masih menyeringai penuh kekejaman. Pedangnya bergerak dan tali pengikat rabut itu terlepas. kain penutup rambbut yang dijadikan penyamarannya dalam pakaian pria itu terbang sehingga rambutnya yang hitam panjang terurai.

“Aku murid Bu Keng Liong. Bukan seorang pria suka menghina wanita. Biarlah kuambil saja rambutmu, hendak kulihat apakah tanpa rambut engkau masih mau main gagah-gagahan dan gaIak- galakan!” kata Kwee Cin dan Giok Lan menjadi makin pucat.

“Kwee Cin, kau manusia iblis! Bunuh saja kami. kami tidak takut!” bentak Kwan Bu. Kwee Cin menggerakan sepasang pedangnya dengan gerakan yang indah, lalu berkata kepada Lauw Tik Hiong.

“Tentu supek mengenal jurus ini!” Ia menggerakkan dua pedang itu sehingga tampak dua gulungan sinar yang saling melingkar.

“Ha-ha, tidak percuma kau menjadi murid Bu-sute... jurusmu Siang-Heng-jip-hai (Sepasang Naga Masuk Lautan) itu Cukup indah. akan tetapi apa maksudmu?”

“Teeeu akan menggunakan jurus ini untuk sekaligus menggunduli rambut perempuan kucing ini dan membuntungi telinga Kwan Bu. Biar mereka mengenal kelihaian ilmu pedang Bu-tong-pai!” Semua orang memandang dengan hati tegang dan ngeri melihat sikap Kwee Cin. yang benar-benar seperti orang gila itu. Kwan Bu merasa lega bahwa ibunya masih rebah pingsan karena dia tidak ingin ibunya menyaksikan dia dan Giok Lan disiksa.

Akan tetapi ia mencatat nama Kwee Cin sebagai seorang pertama yang kelak akan dia pecahkan kepalanya dengan kedua tangannya sendiri! Sambil terkekeh mengejek. Kwee Cin sudah bersilat dan dengan tangkas meloncat ke belakang Kwan Bu dan Giok Lan yang sedang berdiri berdempetan karena gadis itu merapatkan tubuhnya yang setengah telanjang itu kepada Kwan Bu sambil meramkan matanya, ingin mati bersama pemuda ini. Kwee Cin mengangkat kedua pedangnya. pedang kiri milik Lauw Tik Hiong itu di atas kepala Giok Lan dan yang rambutnya terurai, pedangnya sendiri di atas kepala Kwan Bu, kemudian ia mengeluarkan suara pekik nyaring dan kedua pedang itu menyambar turun. Kwan Bu menggigit bibirnya untuk menahan rasa nyeri apabila pedang itu membuntungkan daun telinganya. “Cring-cring...!!” Pedang itu adalah pedang pusaka dan sekali babat saja putuslah belenggu tangan Kwan Bu, dan pedang kirinya bukan membabat rambut Giok Lan, melainkan membabat putus belenggu tangan gadis itu! Semua orang terbelalak kaget dan heran. Kesempatan ini digunakan Kwee Cin untuk berbisik,

“Kwan Bu. ibumu... cepat! Nona, ini pedang untukmu…!” Ia menyerahkan pedang milik Lauw Tik Hiong kepada Giok Lan yang mula-mula terbelalak akan tetapi segera nona ini dengan isak tertahan menyambut pedang itu.

“Kwee Cin, murid durhaka, manusia terkutuk!” Lauw Tik Hiong dan saudara-saudaranya menerjang maju, akan tetapi Kwee Cin dan Giok Lan sudah memutar pedang mereka melindungi diri. Kwan Bu berkelebat ke depan, empat orang yang menghalanginya roboh terpelanting dan bagaikan seekor burung garuda menyambar tubuh ibunya, dipondong dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya setiap ia dorongkan tentu merobohkan seorang pengeroyok.

“Cepat, ikut aku! Kereta telah kusiapkan!” kembali Kwee Cin berseru keras. Pemuda ini maklum bahwa kalau Kwan Bu rnengamuk terus murid-murid Bu-tong-pai tentu akan tewas semua dan hal ini sama sekali tidak ia kehendaki. Giok Lan dan Kwan Bu khu sudah menumpahkan seluruh kepercayaannya kepada pemuda yang luar biasa itu. mereka meloncat mengikuti Kwee Cin sambil merobohkan orang-orang yang menghalang di jalan, keduanya sudah berada dijalan samping rumah penginapan itu, bahkan kuda tunggangan Kwan Bu pun sudah siap. Kiranya Kwee Cin tadi mempersiapkan semua itu sebelum ia muncul dan menolong Kwan Bu dan Giok Lan.

“Kwee Cin, kau jalankan kereta. Giok Lan, kau menjaga kereta, aku akan mengawal!” kini Kwan Bu yang sudah menemukan kembali ketenangannya memberi perintah yang segera diturut oleh dua temannya. Nyonya Bhe direbahkan di dalam kereta, dijaga oleh Giok Lan. Kwee Cin melompat ke tempat kusir dan membalapkan kuda-kuda penarik kereta, sedangkan Kwan Bu naik kudanya mengawal di belakang. Mula-mula memang ada murid-murid Bu-tong-pai dikepalai Lauw Tik Hiong melakukan pengejaran, akan tetapi setelah dengan amat mudahnya, dengan tendangan kaki dan Dorongan tangan Kwan Bu merobohkan orang-orang terdepan tanpa membunuh mereka, murid- murid Bu-tong-pai tidak berani melanjutkan pengejaran mereka.

Posting Komentar