"Adik Yan! kau berlaku seperti ini, sepertinya sedikit berlebihan.
Adik Kie-hong sedang menanyakan tentang keberadaan ayah kandungnya.
Sekarang kau tiba-tiba muncul dan berusaha menghentikan dia.
setelah itu kau masih menyuruh kami berdua pergi.
Apakah kau pikir kami akan setuju begitu saja?" Kata-kata ini diucapkan dengan tegas.
Thiat-yan juga pasti berpikir, tidak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaannya.
Namun tanpa disangka-sangka, Thiat-yan malah tertawa keras.
"Mengenai keberadaan ayah kandung Wie Kie-hong, serahkan urusan ini padaku.
Wie Siauya! apakah kau percaya padaku?" "Nona Tiat! aku memang pernah mempercayai dirimu sebelumnya, mohon nona beri aku batasan waktu agar aku bisa bertanya padamu" "Baiklah! hari ini sebelum lampu dinyalakan" "Baik! Toako ayo kita pergi" Melihat raut mukanya, Wie Kie-hong tahu Tu Liong tidak setuju pergi begitu saja.
Tapi dia sudah mengatakan kalau Wie Kie-hong yang memegang kuasa atas masalah ini.
mana mungkin dia bisa mem-bantah permintaannya" karena itu dia hanya memberi-tahu Wie Kie-hong tentang sebuah masalah.
"Tidak seharusnya Thiat-yan menentukan tempat kalian bertemu?" "Temui aku di kediamanku" "Baiklah! pada waktunya aku pasti akan menemani Wie Kiehong datang kerumahmu" Kata-kata ini jelas memiliki arti yang tersirat.
Walaupun ini urusan Wie Kie-hong, tapi dia tetap merasa harus ikut campur memberikan usulan.
Kedua orang itu lalu berjalan keluar dari hutan.
0-0-0
Setelah beberapa jauh keluar dari hutan, Mendadak Wie Kie-hong menghentikan langkahnya.
Dia bertanya dengan sungguh sungguh: "Tu toako! coba kau tebak.
Mengapa dia menyuruh kita pergi?" "Mungkin dia memiliki rahasia yang tidak dapat diceritakannya pada kita" "Sepertinya tidak demikian" "Oh..." Kau pikir....?" "Kalau kita tinggal disana, mungkin dia ingin melakukan hal yang agak kasar pada Cu Siau-thian, kita mungkin tidak bisa banyak membantunya.
Tiga lawan satu, kalau berita ini tersebar keluar, sepertinya tidak akan enak di dengar, kalau membantunya, kita akan kesulitan menjelaskan pada orang lain.
Mungkin dia ingin menghindari situasi yang canggung dengan kita.
Karena itu dia berpikir untuk sekalian menyuruh kita berdua pergi." "Kie-hong, sepertinya kau sangat menyukai Thiat-yan" "Apakah kau tidak memiliki perasaan yang baik terhadapnya?" "Sangat sulit dikatakan" Tu Liong lalu mengesampingkan masalah ini dengan membuat sebuah pertanyaan baru.
"Mengenai masalah ayah kandungmu, kau percaya pada siapa?" "Kata-kata siapapun bisa aku percaya, hanya kata-kata Cu Siau-thian yang tidak dapat dipercaya" "Mengapa" "Sangat sederhana, dia mengatakan kalau ayahku adalah prajurit Leng Souw-hiang.
Kalau kata-kata ini dapat diandalkan, ayahku pasti diam diam memperhatikan gerakgerik Cu Siau-thian.
Tadi ketika dia muncul, aku sudah membuat perkiraan, seharusnya ayah kandungku juga menunjukkan diri.
di dunia ini tidak ada ayah yang tidak memperdulikan anaknya." "Ugh.." "Karena itu aku membuat kesimpulan kalau gosip yang mengatakan bahwa ayahku sedang berada dibawah tekanan Cu Siau-thian adalah yang paling bisa dipercaya" "Kalau tebakanmu tepat, kira-kira bagaimana Thiat-yan akan menjawabmu nanti sore?" "Kita tidak perlu menghabiskan tenaga untuk memikirkan hal ini" "Kie-hong! Tiba-tiba saja aku mempunyai sebuah pemikiran" "Pemikiran apa?" "Bagaimana menurutmu kalau kita kembali masuk ke dalam hutan dan melihat-lihat?" "Apakah kau mempunyai maksud khusus untuk melakukan hal ini?" "Aku hanya merasa sekarang setelah kejadi-annya seperti ini, kita tidak seharusnya sembarang an mempercayai orang lain dengan mudah" "Kau mencurigai Thiat-yan?" "Aku mencurigai semua orang" "Kita harus menjadi lelaki jantan" "Seorang jantan memang mendapatkan kekaguman orang lain, tapi juga sering dipermainkan orang lain." "Kalau kau ingin memaksa kembali melihat, aku akan menemanimu" "Aku berani bertaruh.
Sekarang ini Nona Thiat-yan dengan Cu Siau-thian pasti sudah tidak ada didalam hutan itu lagi." "Benarkah?" "Benar atau tidak kita akan segera tahu" Kedua orang ini memutar tubuh dan kembali berjalan ke dalam hutan.
Tu Liong sungguh sangat pandai menebak situasi.
Ternyata memang benar ditengah hutan sudah tidak terlihat siapapun juga, hanya terdengar desir daun ditiup angin semilir.
Pada saat ini, tiba-tiba pada wajah Tu Liong terukir sebuah senyuman.
"Tu toako" Wie Kie-hong bertanya "mengapa kau tersenyum?" "Aku tersenyum karena ekor musang itu sementara waktu belum hilang, malah belum menampakkan diri, namun pada akhirnya pun pasti ketahuan" "Apa arti kata-katamu?" Wie Kie-hong memang lebih polos dibanding dengan Tu Liong.
Dia tidak mengerti arti tersirat dari kata-kata yang sudah diucapkan Tu Liong.
"Kie-hong!" Tu Liong tetap tidak mengatakan dasar dari misteri ini, "sekarang kau pulang, Temui Leng Taiya, tanyakanlah padanya apakah dia bersedia mengikuti jejak Hui Taiya" tanyakan apakah dia sudah siap untuk menemui ajalnya ataukah dia lebih bersedia untuk menceritakan rahasia besar yang disimpannya selama bertahun tahun ini" "Mengapa begitu" Pertanyaannya sangat tidak masuk akal, apakah kau tidak bisa menceritakannya dengan lebih jelas lagi" "Tidak bisa" Tu Liong menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Mengapa" Apakah kau tidak mempercayai ku?" "Kie-hong, kita berdua memiliki perasaan yang sama, kita pun sangat kompak.
Mengapa kau berpikir seperti ini" sebaliknya, aku ingin kau bisa percaya.
Sekarang ini jangan bertanya alasannya, turutilah kata-kataku dan lakukanlah" "Baiklah! kalau begitu dimana kita akan bertemu lagi?" Tu Liong berpikir-pikir, setelah itu dia berkata: "Kita bertemu di kedai teh 'Kie Cui' di Ong Oey Pho.
Kita bertemu sebelum matahari tenggelam.
Seperti biasa, jangan pergi sebelum bertemu" "Baiklah, aku pasti akan datang secepatnya" Wie Kie-hong melangkah cepat keluar dari hutan.
Cukup sulit mencari kereta kuda untuk kembali ke kota.
Setelah bersusah payah, dia memerintahkan kusir kereta segera pergi ke sepuluh gang kecil Setelah kembali ke tempat Leng, Wie Kie-hong segera datang ke kamar tidur ayah angkatnya.
Dia segera membuka pintu masuk kamar.
Leng Souw-hiang terlihat sedang berbaring di atas ranjangnya membelakangi Wie Kie-hong.
Sepertinya dia sedang tertidur lelap.
Wie Kie-hong tidak ingin membangunkannya.
Dia berdiri didepan ranjangnya sangat lama,, berharap ayah angkatnya sadar akan kehadirannya.
Setelah tidak sabar, dia berkata, "Gihu, bangunlah" "Tidak ada jawaban.
Wie Kie-hong terus memanggilnya sampai tiga kali.
setiap kali memanggil, dia menaikkan suaranya.
Mendadak dia merasa bahwa ada sesuatu yang tidak benar.
Dia segera mengulurkan tubuhnya untuk menggoyang tubuh ayahnya.
Ketika dia melihat wajah Leng Souw-hiang yang sudah menjadi hijau, tanpa disadari dia menghela nafas dalam dalam.
Ternyata Leng Souw-hiang sudah mati.
Kedua matanya membelalak terbuka lebar.
Dari sisi mulutnya mengalir darah.
Wajahnya sudah berubah warna menjadi hijau.
Tanpa diragukan lagi dia mati karena diracun.
Di atas meja ada sebuah poci air panas.
Di dalam gelas masih terisi air setengah penuh.
Penutup pocinya sedikit miring.
Sepertinya Leng Souw-hiang sendiri yang menuangkan air untuk diminum....
Apakah ada racun didalam airnya" Ini tidak benar.
Tangan Leng Souw-hiang sudah tidak ada.
Mana mungkin dia bisa menuang kan air minum?" "Pelayan!" Wie Kie-hong memanggil dengan suara yang ditekan rendah.
Para penjaga pintu segera mendorong pintu kamar tidur dan masuk ke dalam "Setelah aku pergi, siapa yang datang ke dalam kamar ini?" "Selain orang yang bertugas merawat Leng Taiya, tidak ada orang lain yang sudah masuk kemari" "Dengarlah.
Mulai sekarang jangan ijinkan siapapun masuk ke dalam kamar ini.
suruh beberapa orang untuk menahan pelayan yang mengurus Leng Taiya.
Jangan biarkan mereka pergi.
Apakah kau mengarti?" "Siauya, apa yang terjadi dengan tuan besar?" "Tidak ada apa-apa !" Wie Kie-hong berusaha menutupi mayat Leng Souw-hiang dengan tubuhnya.
"Cepat kerjakan perintahku....ingatlah, selain orang orang kepercayaan yang sudah kupilih, siapapun tidakboleh tahu tentang hal ini..." "Baiklah!" "Aku ingin pergi sebentar, semua urusan harus menunggu keputusanku ketika kembali nanti." "Baik" Para penjaga pergi keluar.
Kepala Wie Kie-hong terasa sangat berat.
Siapa yang membunuh Leng Souw-hiang" Bagaimana mungkin tindak tanduknya secepat ini" Serentetan tanda tanya besar muncul didalam hati Wie Kiehong.
Dia sangat tidak sabar ingin segera bertemu Tu Liong dan menanyakan sampai jelas, tapi...
Perlahan lahan dia membuka pintu dan berjalan keluar.
0-0-0
Kedai teh 'Kie-cui' yang berada di dalam distrik Ong-huangpo adalah sebuah kedai teh kecil yang terletak di jalan yang berkelok-kelok.
Kedai teh ini adalah tempat orang-orang berkumpul.
Kalau ada tiga, lima orang sahabat yang sudah berjanji pergi bersama menjumpai gadis, mereka selalu berkumpul disini.
Setelah bertemu mereka pergi bersamasama.
Karena itu orang yang datang kemari hanya duduk duduk sebentar lalu pergi.
Walaupun Wie Kie-hong bukan orang yang senang membuang waktu mengunjungi kedai teh ini, tapi dia sudah lama tinggal di dalam kota.
Tentu saja dia mengerti tentang tempat ini sebelum datang mengunjunginya.
Hanya ada satu hal yang tidak dia mengerti.
Mengapa Tu Liong meminta untuk bertemu dengannya ditempat seperti ini" apakah dia sudah menganggap kalau tempat biasa mereka bertemu sudah tidak aman" Dia tidak memiliki harapan lain.
Dia hanya berharap sebelum lampu dinyalakan, dia bisa segera bertemu Tu Liong.
Ketika dia masuk kedalam kedai, pelayan yang bertugas menyuguhkan teh langsung mendekatinya dan menyapa dengan suara rendah.
"Apakah anda Wie Taiya?" "Betul" "Silahkan kemari" Pelayan kedai teh membawanya masuk kedalam sebuah ruang minum, tidak disangka ternyata Tu Liong sudah sampai duluan dan sedang menung-gunya didalam.
"Tu toako....kau...." Tu Liong mengibaskan tangannya, si pelayan kedai teh segera pergi keluar.
Selain itu dia juga menurunkan tirai bambu.
Sepertinya dia sudah kenal akrab dengan Tu Liong.