Kam Si Ek menggerakkan kakinya menendang dan dua orang yang sial itu terlempar, kepala mereka membentur tembok, pecah dan tewas seketika. Beginilah watak Kam Si Ek yang benci akan penyelewengan-penyelewengan. Akan tetapi kakak seperguruannya, wanita baju putih itu sudah meloncat pergi keluar untuk mencari pembunuh See-liong-sam-ci-moi.
Kam Si Ek juga cepat lari keluar setelah menyambar gendewa dan anak panahnya. Dalam ilmu silat boleh jadi dia kurang pandai, akan tetapi ilmu panahnya terkenal di seluruh Shansi, di samping ilmunya mengatur siasat perang dan ilmu menunggang kuda. Ketika Kam Si Ek tiba di luar gedung, ia melihat para penjaga sudah ribut-ribut memandang keatas. Ketika ia berdongak, ia melihat bahwa sucinya telah bertanding pedang dengan hebatnya melawan seorang gadis yang gerakannya lincah sekali. Bulan malam itu menerangi jagat, akan tetapi dari bawah ia tidak dapat melihat siapa adanya gadis yang bertanding melawan enci seperguruannya itu.
"Goblok!"
Terdengar wanita itu memaki, suaranya nyaring dan merdu, melengking menembus kesunyian malam.
"Beginikah kalian membalas pertolongan orang?"
"Kau harus menyerah, tak boleh sembarangan membunuh orang ditempat kami,"
Jawab sucinya dengan suaranya yang tegas.
Pada saat itu, entah mengapa, tiba-tiba sucinya kehilangan keseimbangan tubuhnya, terhuyung diatas genteng dan sesosok bayangan yang bergerak seperti terbang telah menyambar tubuh wanita itu. Lu Sian kaget melihat lawannya wanita baju putih itu tiba-tiba menghentikan penyarangannya dan terhuyung, kemudian ia lebih kaget lagi ketika tubuhnya tiba-tiba menjadi lemas dan tahu-tahu ia telah disambar orang dan dipanggul pergi! Ketika melihat bahwa yang memanggulnya adalah Kwee Seng, ia meronta-ronta, namun tidak berhasil melepaskan diri. Ingin ia menusukkan pedangnya pada punggung pemuda ini, namun totokan tadi membuat tubuhnya terlalu lemas. Kam Si Ek sudah sejak tadi merasa berhutang budi kepada wanita yang ternyata telah menolongnya kalau tidak segera tertolong, rasanya ia takkan mampu menangkan See-liong-sam-ci-moi.
Tadinya ia sudah hendak meloncat naik mencegah sucinya menyerang wanita itu, sekarang melihat seorang laki-laki muda berpakaian pelajar memondong wanita itu, ia menyangka bahwa tentulah pemuda itu, seorang jahat. Cepat ia memberi aba-aba untuk menyerang pemuda itu dengan anak panah, sedangkan ia sendiri pun lalu mementang gendawanya. Akan tetapi pemuda itu hanya menengok sambil tersenyum. Wajah yang tampan itu tersinar bukan dan hatinya Kam Si Ek tercengang. Pemuda itu tampan bukan main dan senyumnya manis sekali! Tentu sebangsa jai-hwa-cat (penjahat cabul) yang hendak melarikan gadis dengan maksud kotor dan rendah!
"Lihat panah!"
Bentaknya dan sekali gendawanya menjepret, lima batang anak panah menyambar ke arah tubuh belakang Kwee Seng!
"Bagus!"
Kwee Seng yang masih menengok itu tersenyum lebar dan memuji, karena kepandaian melepas panah itu benar-benar hebat. Lima anak panah itu menuju kelima bagian jalan darah dipunggung dan kakinya, dan dengan kecepatan yang luar biasa!
Cepat tangan kirinya mencabut kipasnya dan ia harus mengerahkan lwee-kangnya untuk mengebut dan meruntuhkan anak-anak panah itu. Akan tetapi kini para perajurit panah sudah pula ikut melepaskan anak panah, sedangkan Kam Si Ek dengan kecepatan luar biasa sudah pula menghujankan anak panahnya. Terpaksa Kwee Seng kembali mengebut sambil mengerahkan sin-kang-nya, kemudian sekali berkelebat tubuhnya sudah meloncat jauh, kemudian berlari cepat setelah tubuhnya melayang turun dan sekali ia menggerakkan kakinya, ia telah meloncat ke atas tembok benteng. Hujan anak panah lagi dari kanak kiri, namun pelepasan anak panah oleh para perajurit itu tentu saja tidak begitu dihiraukan oleh Kwee Seng. Sekali kipasnya mengebut, angin kebutannya sudah membuat semua anak panah menyeleweng arahnya atau runtuh ke bawah. Kemudian ia meloncat keluar tembok dan lenyap!
"Suci...! Dimana kau...?"
Kam Si Ek berseru, akan tetapi ia tidak melihat kakak seperguruannya itu. Namun ia mempunyai banyak pekerjaan, maka ia tidak mencarinya lagi, melainkan cepat mengatur anak buahnya untuk melakukan penjagaan yang lebih kuat dan memerintah orang-orang untuk mengurus lima buah mayat yang menggeletak dilantai ruangan gedung. Malam itu juga ia mengadili lima orang lain yang dilukai encinya dan menggunakan kesempatan ini untuk mengancam para tentara dengan hukuman berat apabila ada yang berani melakukan penyelewengan. Kemudian ia masuk kedalam kamarnya dan duduk termenung. Ia maklum bahwa tidak semua anggota bala tentaranya setia kepadanya, karena sesungguhnya, ia tidak mampu memberi belanja yang cukup kepada mereka. Banyak diantara mereka yang diam-diam ingin mengabdi kepada Raja Liang atau kepada Gubernur Li yang juga sudah mengangkat diri sendiri sebagai raja muda di Shan-si.
"Tidak,"
Bantah suara hatinya.
"sebelum muncul pemimpin yang betul-betul akan membuat rakyat Shan-si khususnya hidup aman tentran dan makmur, aku tidak akan mengabdi kepada siapapun juga!"
Sementara itu, Lu Sian terus meronta-ronta, kedua kakinya digerak-gerakkan dan akhirnya Kwee Seng menurunkannya didalam hutan tempat mereka tadi beristirahat sambil membebaskan totokannya. Dengan pedang didepan dada Lu Sian meloncat maju dan membentak.
"Kwee Seng, kali ini kau terlalu! Mengapa kau mengganggu urusanku? Apakah kau hendak pamer kepandaianmu?"
"Eh, Sian-moi..., aku hanya hendak mencegah kau menimbulkan keributan ditempat orang, aku... aku hanya bermaksud menolongmu..."
"Siapa butuh pertolongan mu? Siapa sudi? Kwee Seng, agaknya disamping kelemahan hatimu, kau juga memiliki kesombongan memandang rendah orang lain. Apa yang kulakukan, kau peduli apakah?"
"Sian-moi, mengapa kau berkata demikian? Bagaimana aku dapat tidak mempedulikan apa yang kau lakukan? Sian-moi... kau sudah tahu akan perasaan hatiku, tak perlu kusembunyikan lagi. Aku cinta padamu! Nah, sekarang terlepaslah sudah ganjalan hatiku. Aku mencintaimu, tentu saja aku tak dapat membiarkanmu terancam bahaya atau melakukan hal-hal yang tidak semestinya. Kam Si Ek seorang patriot sejati, seorang gagah perkasa, tak boleh diganggu..."
"Cukup! Biar seribu kali kau mencintaku, kau belum berhak untuk mengurusi persoalanku. Aku bukan apa-apamu, tahu? Kau boleh mencintaku sampai mampus, akan tetapi aku tidak mencintaimu! Dengar baik-baik, Kwee Seng, aku tidak cinta kepadamu! Kau memang tampan, kau memang gagah perkasa, memiliki kesaktian tinggi melebihi aku, akan tetapi kau lemah! Kau bukan laki-laki sejati, hatimu lemah, mudah jatuh. Kau kira aku cinta kepadamu? Ihh! Aku suka ikut bersamamu karena mengharapkan kepandaianmu yang kau janjikan kepadaku di depan ayah. Nah kau dengar sekarang? Setelah kau ketahui pendirianku, apakah kau kini hendak menarik janjimu lagi seperti layaknya seorang pengecut?"
Bukan main hebatnya serangan ini bagi Kwee Seng, seakan-akan ribuan batang jarum berbisa menusuk-nusuk jantungnya. Wajahnya sebentar pucat sebentar merah, tubuhnya gemetar, bibirnya menggigil, matanya sayu dan dua butir air mata membasahi pipinya. Kemudian ia menggertak gigi mengeraskan perasaan, menguatkan hatinya, mengepal tangan dan berkata sambil menengadahkan muka ke langit.
"Bagus sekali! Memang kau patut menjadi puteri Pat-jiu- Sin-ong! Aku yang bodoh. Ha-ha-ha, aku yang tolol. Orang macamku mana berharga menjatuhkan hati padamu? Tidak, Liu Lu Sian, aku tidak menarik janjiku! Kapan saja kau minta, akan kuturunkan ilmuku yang kupakai mengalahkan kau dipanggung Beng-kauw ketika itu. Memang aku cinta kepadamu, dan kau tidak mencintaiku sama sekali. Ha-ha-ha, biarlah, biar dirasakan oleh hati yang rakus ini, oleh pikiran yang pendek dan tak tahu diri ini, Si Cebol merindukan bulan, ha-ha-ha!"
Senang bukan main hati Liu Lu Sian.
Memang beginilah watak gadis puteri Beng-kauwcu ini. Mungkin karena semenjak kecil terlalu dimanja, atau memang memiliki watak aneh keturunan ayahnya yang terkenal sebagai tokoh aneh di dunia kang-ouw, gadis ini suka sekali melihat laki-laki, sebanyak-banyaknya, jatuh hati kepadanya. Suka Ia menggoda, menonjolkan kejelitaannya agar mereka makin dalam terperosok, kemudian akan ia kecewakan mereka, akan ia permainkan mereka dan melihat mereka menderita, ia akan mentertawakannya!
"Untung engkau masih belum terlalu rendah untuk menarik kembali janjimu. Kwee Seng, aku menuntut janjimu itu pada besok malam, tepat tengah malam, disini juga. Aku akan menjumpaimu disini dan..."
"Tidak, Liu Lu Sian. Tempat ini kurang sepi, mungkin ada orang lewat dan akan melihat kita. Kau lihat bukit disana itu. Tampaknya sukar didatangi, terjal dan liar. Jangan kira mudah menerima ilmu. Aku hanya mau menurunkan ilmuku kepadamu di puncak bukit itu. Besok malam tengah malam tepat, aku menantimu disana!"
Lu Sian menengok kearah timur. Matahari mulai muncul dan tampaklah bayangan sebuah bukit yang tak berapa jauh dari tempat itu. Bukit yang bentuknya aneh, puncaknya mencuat tinggi bentuknya seperti kepala naga atau kepala mahluk aneh.
"Baik, besok malam aku akan berada di puncak itu!"
Setelah berkata demikian, Lu Sian meloncat keatas kudanya dan melarikan kuda itu pergi meninggalkan Kwee Seng. Pemuda itu berdiri tegak seperti patung, mendengarkan derap kaki kuda yang makin lama makin jauh, lalu ia meramkan matanya, serasa perih hatinya, serasa jantungnya dirobek dan serasa semangatnya terbang melayang mengikuti suara derap kaki kuda yang membawa lari Lu Sian, gadis yang selama ini memenuhi hatinya. Tiba-tiba ia tertawa dan menampar kepalanya sendiri.