Demikianlah pula pertandingan ke dua, pemuda berusia dua puluh lima tahun yang datang bersama gurunya yang dikenal sebagai tokoh kangouw yang baik, setelah bertanding selama tiga puluh jurus melawan pemuda dari golongan sesat, dia dapat merobohkan lawan tanpa membunuhnya! Para penonton bersorak memuji karena dua orang pemuda yang menang itu benar-benar memiliki gerakan silat yang indah dan tangguh, dan terutama melihat mereka berdua menang tanpa membunuh atau mencederai berat lawan yang mereka kalahkan.
Kini menurut peraturan pertandingan, dua orang pemenang itu berhadapan, dan mereka akan memperebutkan'tempat sebagai penantang tunggal terhadap Boan Su Kok, Sang Juara. Murid Hoa-san-pai yang berpakaian serba kuning itu mengangkat kedua tangan depan dada sebagai salam dan dia memperkenalkan diri.
“Sobat, sebelum kita menguji kemampuan kita, perkenalkan, aku bernama The Lun, seorang murid Hoa-san-pai yang mengikuti pertandingan ini untuk mencari pengalaman."
Lawannya juga membalas salam itu sambil tersenyum senang. Dia tadi juga melihat betapa lawannya yang menang dalam pertandingan pertama, tidak bertindak kejam terhadap lawannya.
"Sobat The Lun yang gagah, aku bernama Lai Ceng Gun dan seperti jua engkau, aku menaati perintah guruku untuk menguji kemampuan sendiri dan mencari pengalaman di sini." The Lun memandang kepada seorang laki-laki setengah tua, berusia sekitar lima puluh tahun yang tadi duduk bersama lawannya Laki-laki itu adalah guru dari Lai Ceng Gun, di dunia kangouw terkenal sebagai Ciong Kauwsu (Guru Silat Ciong) yang memiliki ilmu silat tinggi. Ciong Hoat, guru itu, tersenyum pula dan mengangguk anggukkan kepalanya ketika melihat calon lawan muridnya memandang kepadanya.
"Hei, kalian datang ke sini bukan untuk mengobrol, melainkan untuk pi-bu.. Hayo, mulailah bertanding!" tiba-tiba Boan Su Kok bangkit berdiri dan membentak dengan alis berkerut dan mata mencorong.
Mendengar ini, dua orang muda yang saling berhadapan itu menoleh dan memandang kepada sang juara itu. Diam-diam mereka merasa tidak suka melihat sikap Boan Su Kok yang demikian angkuh dan galak.
"Sobat Lai, mari kita mulai!" kata The Lun yang memasang kuda-kuda. Lai Ceng Gun mengangguk dan mereka lalu mulai saling serang dengan seru. Ternyata dua orang pemuda ini memang lihai dan gerakan mereka gesit dan cepat sehingga sebentar saja tubuh mereka sudah berubah menjadi bayangan yang berkelebatan. Ilmu silat tangan kosong Hoasanpai memang indah dipandang dan mengandung tenaga yang terselubung gerakan lembut. Sebaliknya, ilmu silat yang dimainkan Lai Ceng Gun adalah ilmu silat keturunan keluarga Ciong yang merupakan ilmu silat yang bersumber dari aliran campuran antara Siauwlimpai dan silat dari daerah Hunam yang sifatnya keras. Maka terjadilah pertandingan yang amat seru. Namun setelah lewat tiga puluh jurus, tampaklah bahwa ting kat kepandaian Lai Ceng Gun masih lebih tinggi sedikit dibandingkan lawannya. The Lun mulai terdesak oleh serangan Lai Ceng Gun yang dilakukan dengan gencar. Dia sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk membalas Terutama serangan kedua kaki Lai Cen Gun yang amat berbahaya karena tendangan seperti itu merupakan andalan Siauwlimpai Utara. The Lun hanya mampu mengelak atau menangkis dan mengandalkan kelincahannya untuk menghindarkan diri.
Akan tetapi, setelah tahu benar bahwa kalau dilanjutkan pun dia pasti akari kalah, The Lun lalu melompat jauh ke belakang, mengangkat tangan depan dada lalu berkata. "Sobat Lai Ceng Gun, aku mengaku kalah!" Setelah berkata demikian murid! Hoasanpai ini lalu melompat turun dari atas tanah tinggi.
Sementara itu, Lai Ceng Gun dengan ramah berkata, "Sobat The Lun, terima kasih, engkau telah mengalah." Dia pun turun dan menghampiri gurunya, ingin melepaskan lelah lebih dulu karena dia sudah dua kali berturut-turut bertanding.
Akan tetapi Boan Su Kok sudah melompat dari bangkunya ke tengah panggung tanah tinggi. Agaknya untuk memamerkan tubuhnya yang kokoh, dia membusungkan dadanya, memandang ke arah Lai Ceng Gun dan berteriak.
"Orang she Lai! Engkau yang menjadi penantang tunggal dan harus bertanding melawan aku untuk menentukan siapa yang pantas menjadi Thian-he Te-it-Bu-hiap tahun ini. Hayo naiklah dan tandingi aku!"
Dari tempatnya di bawah, Ciong Kauwsu berseru dengan suaranya yang lantang bergema. "Muridku Lai Ceng Gun baru saja bertanding berturut-turut dua kali, sudah sepantasnya kalau dia beristirahat sejenakl"
"Ho-ho, kalau sudah berani datang ke sini, kenapa takut lelah? Ataukah takut melawanku? Kalau takut, pergi saja dari.sini!" kata Boan Su Kok dengan nada sombong.
Mendengar ucapan yang sombong itu Ciong Kauwsu menjadi merah mukanya Akan tetapi sebelum dia mengeluarkar ucapan marah, muridnya berkata, "Sudah lah, Suhu, biar teecu melawannya dan hendak teecu lihat bagaimana kelihaian Si Sombong itu." Setelah berkata demikian, tubuhnya melompat dan malayang ke atas tanah tinggi, berhadapan dengari Boan Su Kok.
"Boan Su Kok, aku telah siap menandingimu!" kata Lai Ceng Cun.
Boan Su Kok mencabut siangkiam (sepasang pedang) yang tergantung di punggungnya, memegang dengan kedua tangannya lalu memainkan sepasang pedang itu sehingga tampak dua sinar menyambar-nyambar dan menari-nari di depannya.
"Lai Ceng Gun, hayo cabut senjatamu dan tandingilah siangkiamku ini!" tantang Boan Su Kok.
Lai Ceng Gun menggelengkan kepalanya. "Boan Su Kok, aku datang ke sini untuk menguji ilmu silat, bukan untuk berkelahi. Aku tidak mau menggunakan senjata."
"Ha-ha-ha! Pendekar macam apakah ini yang tidak berani melihat darah mengalir? Orang she Lai, kita bukan anak kecil yang hanya main-main. Mari bertanding sungguh-sungguh dan kita buktikan siapa yang akan keluar sebagai pemenang dalam pertandingan ini. Siapa yang patut mendapatkan gelar Jagoan Nomor Satu!" Boan Su Kok kembali mempermainkan sepasang pedangnya sehingga terdengar bunyi berdesing.
"Aku tetap tidak mau menggunakan senjata. Aku hanya mau bertanding menggunakan kaki tanganku saja." kata Lai Ceng Gun kukuh. "Ha-ha-ha! .Saudara-saudara para pendekar gagah perkasa! Lihat penantangku ini takut menghadapi senjataku!"
"Boan Su Kok, aku sama sekali tidak takut. Aku tetap akan menghadapimu dengan tangan kosong. Kalau engkau begitu pengecut untuk melawan aku yang bertangan kosong dengan senjata, silakan.
Aku tidak takut!"
Sepasang mata sang juara itu melotot dan sinarnya mencorong.
"Keparat kurang ajar! Kau bilang aku pengecut? Lihat, aku akan meremukkan kepalamu dengan kedua tanganku!" Dia melemparkan sepasang pedangnya ke arah belakangnya. Sepasang pedang itu meluncur cepat ke arah Tung Hai-tok, guru Si Juara itu. Dengan tenang, sambil terkekeh, Tung Hai-tok menyambut sepasang pedang muridnya itu dengan kedua tangan lalu meletakkannya di depannya.
Demonstrasi yang dilakukan guru dan murid ini saja sudah memperlihatkan betapa lihainya mereka berdua itu.
Boan Su Kok sudah memasang kuda-kuda dengan sikap dibuat-buat agar tampak gagah, lalu dia membentak, "Bocah she Lai, bersiaplah untuk mampus!"
Secara tiba-tiba dia telah menyerang dengan gerakan dahsyat. Agaknya Boan Su Kok hendak memperlihatkan ketangguhannya dengan merobohkan lawan secepatnya, maka begitu menyerang dia telah menggunakan pukulan ampuh sambil mengerahkan seluruh tenaganya. Akan tetapi Lai Ceng Gun yang bertubuh sedang itu adalah seorang pemuda yang tabah dan tenang. Dia telah mengusai ilmu yang diajarkan gurunya dan karena dia membantu gurunya sebagai pelatih utama para murid gurunya, maka latihan setiap hari itu membuat gerakannya menjadi matang. Dengan cepat dan tangkas dia mengelak sambil membalas dengan tendangan kaki dari samping. Melihat betapa lawannya bukan saja dapat mengelak akan tetapi secara kontan dengan langsung membalas serangannya, Boan Su Kok tidak berani memandang rendah. Dia pun melompat ke samping lalu cepat dia mendorongkan tangan kanan untuk mencengkeram leher lawan. Juga cengkeraman ini merupakan serangan maut. Lai Ceng Gun dengan gesit miringkan tubuhnya. Akan teapi Boan Su Kok yang haus kemenangan itu, .dengan semangat menggebu telah menyusul dengan serangan pukulan tangan dari atas ke arah kepala lawan!
Lai Ceng Gun maklum akan kehebatan pukulan ini. Kalau dia mengelak, terdapat bahaya tangan yang meluncur dari atas itu akan mengejar kepalanya, maka cepat dia mengerahkan tenaga pada lengan kanannya untuk menangkis tangan, kiri lawan yang menghantam kepalanya dari atas.
"Wuuuuttttt dukkk!!" Dua lengan bertemu dan keduanya tergetar sampai
merasa betapa lengan mereka terpental dan nyeri. Akan tetapi Boan Su Kok yang menjadi marah kini mendorongkan; tangan kanannya ke arah dada lawan!
Lai Ceng Gun cepat menyambut dengan dorongan tangannya pula. Dua telapak tangan kanan dan kiri bertemu. "Desss !" Akibatnya, tubuh Lai Ceng Gun mundur dua langkah, akan tetapi
tubuh Boan Su Kok yang tinggi besar itu terhuyung ke belakang sampai empat langkah! Hal ini menunjukkan bahwa Lai Ceng Gun memiliki sin-kang yang lebih kuat. Bukan main marahnya Boan Su Kok. Kekalahannya dalam adu tenaga tadi tidak dapat disembunyikan dan semua yang menonton pasti tahu bahwa dia kalah kuat!
Maka dengan marah dia lalu menerjang maju sambil mengeluarkan teriakan melengking. Lai Ceng Gun menyambutnya dengan sikap tenang.
Kembali mereka bertanding, saling serang dengan seru sehingga para penonton merasa tegang. Tingkat kepandaian silat mereka memang tidak berselisih banyak. Kalau Lai Ceng Gun menang kuat tenaga saktinya, ilmu silatnya tidak seganas yang dimainkan Boan Su Kok sehingga kedua kelebihan pada diri masing-masing ini membuat pertandingan itu ramai dan seru bukan main.
Lima puluh jurus telah lewat dan belum tampak ada yang menang dalam pibu itu. Boan Su Kok yang tahu bahwa kalau mengadu tenaga sakti secara langsung dia yang akan rugi, kini tidak mau mengadu tenaga secara langsung. Sepak terjangnya ganas dan buas, bagaikan seekor singa terluka yang marah. Akan tetapi Lai Ceng Gun tarrpak tenang dan gerakannya mantap, pertahanannya kokoh bagaikan bagaikan batu karang.
"Remuk kepalamu!" Boan Su Kok membentak dan kepalan tangannya yang sebesar kepala manusia itu mendorong dan menyambar ke arah kepala Lai Ceng Gun. Murid Ciang Kauwsu atau yang di Hunam terkenal dengan sebutan Hunam Taihiap (Pendekar Dari Hunam) itu cepat mengerahkan tenaga untuk menyambut yang berarti hendak mengadu tenaga. Boan Su Kok sudah merasa gentar untuk mengadu tenaga, maka cepat dia menarik kembali tangannya yang memukul. Kesempatan itu dipergunakan Lai Ceng Gun untuk menggunakan tangan yang terbuka menampar pundak lawan.
“Wuuuttttt plakkk!!” Tubuh Boan Su Kok terhuyung ke belakang dan mukanya
berubah semakin hitam. Orang ini memang tidak tahu diri. Kalau dia tidak dibuat mata gelap oleh kemarahan, tentu dia tahu bahwa Lai Ceng Gun memang sengaja tidak mau mencelakainya. Kalau pukulan atau tamparan tangan tadi mengenai leher atau dadanya, tentu keselamatannya terancam maut. Baru tenaga tamparan itu saja sudah dibatasi, kalau dikerahkan semua, tentu tulang pundaknya sudah remuk. Akan tetapi Lai Ceng Gun membatasi tenaganya sehingga tamparan pada pundak tadi hanya membuat Boan Su Kok terhuyung-huyung dan tidak terluka sama sekali.
Boan Su Kok marah sekali dan bagaikan seekor binatang buas, dia menggereng dan sudah menerjang dengan tubrukan nekat. PukulanBoan Su Kok kearah dadanya dihindarkannya dengan menari tubuhnya ke belakang sehingga pukulan itu tidak sampai. Akan tetapi tiba-tiba saja ada benda kecil mencuat dari bawah lengan Boan Su Kok.
"Wuuuttt........ crattt !!" Tangan Boan Su Kok memang tidak mencapai
sasaran, akan tetapi dari bawah lengannya, tersembunyi di dalam lengan bajunya, tiba-tiba mencuat sebatang pisau dan pisau ini mengenai dada Lai Ceng Gun! Biarpun tidak terlalu dalam, namun pisau itu telah melukainya sehingga tubuh Lai Ceng Gun terhuyung ke belakang.