Giok liong insyaf, jalan satu satunya untuk menolong jtwanya hanya mengorbankan ketiga butir Hwe-yang-tan ini, lalu menggerakkan hawa murni dan bara hangat dalam badannya untuk membamu bekerjanya kasiat obat malah harus mengerahkan seluruh tenaga lagi.
Dengan tubuh yang telanjang bulat saling dempet dan merapat mendesak hawa racun keluar badan, Selain cara ini agaknya tiada cara lain lagi yang lebih sempurna.
Dilihatnya pernapasan Tan Bak-siau semakin lemah, raut makanya juga sudah mulai berubah menggelap, Giok-liong tahu kalau tidak segera memberikan pertolongan, mungkin tiada harapan lagi.
Tapi cara pengobatan yang diketahui ini adalah cara yang paling menghabiskan semangat dan tenaga, Giok-liong juga tahu dengan kemampuan atau Latihan Lwekangnya sekarang jauh dari ukuran yang semestinya melakukan pengobatan cara berbahaya ini.
Seumpama ia nekad melakukan cara pengobatan ini, bukan mustahil bukan saja tidak dapat mengobati penyakit orang malah jiwa sendiri juga bakal dikorbankan seluruh hawa murni dan semangatnya akan terkuras habis.
Kalau hal ini sampai kejadian bagaimana mungkin dirinya dapat mengejar balik seruling samber nyawa itu? Pelan-pelan dengan ringan ia merebahkan badan Tan Hak siau diatas tanah.
Memandangi wajah yang mulai menggelap hitam itu, hati Giok-liong semakin gundah tak tentram.
Akhirnya ia menggertak gigi, berkata lirih.
"Seumpama harus berkorban lagi lebih parah betapa juga aku harus menolong jiwanya."
Setelah teguh tekadnya lalu dikeluarkan pula putaran kecil itu.
Dituangnya sisa kedua butir pil Hwe-yang-tan terus dimasukkan ke-dalam mulut sendiri terus dikunyah sampai hancur, seperti tadi ia membungkuk badan terus menjejalkan obat yang dikunyah itu ke dalam mulut Tan Hak-siau, malah harus mengerahkan hawa murni lagi untuk menyurung obat masuk ke dalam perutnya.
Pada saat mana diluar gua berkelebat bayangan merah jingga, bersama itu terdengar pula seru kejut yang tertahan.
Tapi perhatian Giok-liong seluruhnya sedang terpusatkan menyurung kasiat obat ke-dalam mulut Tan Hak siau, sudah tentu ia tidak perhatikan akan kejadian diluar.
Setetah seluruh cairan obat masuk kedalam mulut Tan Haksiau, Giok liong membimbing badan orang duduk lalu ia sendiri duduk bersila di belakangnya persis, Kedua telapak tangannya menyungging kepunggungnya, mulai ia mengerahkan tenaga murni menuntun kasiat obat bekerja diseluruh badannya.
Kira-kira seperminum teh berselang, jidat Giok-liong sudah basah kuyup oleh keringat sebesar kacang kedele, baru ia lepas tangan dan berdiri sungguh diluar perhitungannya bahwa Hian-si-im-ou ini ternyata sangat berbisa.
Membuat kekuatan bekerja tenaga murninya sangat lambat dan sangat dipaksakan.
Begitu lepas tangan ia baringkan lagi badan Tan Hak-sian.
Badannya kini rada sedikit lemas, Hawa dingin yang merembes keluar juga rada berkurang.
sebetulnya Giok-liong harus istirahat dulu menghimpun semangat baru bekerja lagi, namun dalam keadaan gawat dengan kemampuan sendiri yang terbatas ini ia tidak berani ajal-ajalan, sebab dia tahu cara pengobatan berat ini tidak boleh berhenti ditengah jalan, sekali berhenti kemungkinan besar jiwa pemuda baju kuning Tan Hak-siau ini bisa melayang.
Maka begitu ia berdiri langsung ia bekerja melucuti seluruh pakaian sendiri.
Walaupun ditempat sunyi tiada orang lain yang melihat, tak urung Giok-liong merasa jengah dan malu juga sampai muka terasa panas.
Tapi demi menolong jiwa orang apa boleh buat! Setelah seluruh pakaian sendiri dilucuti muIailah ia membuka pakaian pemuda baju kuning Tan Hak-siau.
Baru saja ia melucuti pakaian bagian atas, lantas Giok-liong berhenti dan melongo, Kontan merah padam kedua pipinya, Sebab apa yang terpentang didepan matanya tak lain adalah bukit tandus yang halus mengganjal padat dengan kulit yang putih mulus.
Tak lain inilah dada milik dara jejaka, Giok-liong mengeluh dalam hati.
"Oh Tuhan, mungkinkah dia seorang... Tapi bagaimana juga dia tidak boleh berhenti sebab tertunda sedetik saja jiwa Tan Hak-siau mungkin bisa tidak tertolong lagi, Maka setelah seluruh pakaiannya dilucuti pula, sepasang pandangan mata Giok liong menjadi gelap, otaknya juga butek seperti dipalu. Perempuan, tak lain memang perempuan adanya, Tubuh yang ramping menggiurkan dengan dada yang montok padat berkulit putih halus laksana batu giok yang bening. Giok liong menjadi ragu-ragu dan bimbang. Oh Tuhan bagaimanakah ini! Tak mungkin melihat kematian tanpa menolongnya. Tapi kenyataan dia adalah seorang gadis remaja bagaimana ia harus berbuat? Akhirnya ia nekad dan mengertak gigi, sambil pejam mata hawa murni terus dikerahkan seluruh badan sendiri terus menindih lempang dibadan Tan Hak-siau, Desis hawa murni yang panas mengepul keluar dari lobang pori pori seluruh badannya terus meresap masuk kedalam badan Tan Hak siau. Tiba-tiba diambang pintu gua muncul sesosok bayangan merah jingga, nyata Hiat-ing Kiongcu Ling Soat-yan telah tiba kedua matanya berlinang air mata. Sebetulnya ia sudah rada lama mengintip diluar gua dan menonton seluruh adegan yang terjadi didalam sini, pelanpelan ia angkat jari telunjuknya yang runcing halus tertuju kejalan darah Bing-bun hiat Giok-liong. Saat mana sedikit ia kerahkan tenaga saja, pasti Giok-liong dan Tan Hak-siau bakal melayang jiwanya secara penasaran. Lama dan lama kemudian, butiran air mata yang berkilau bening pelan-pelan mengalir turun dari kedua pipinya. Sambil menghela napas gegetun ia turunkan jari tangan kanannya, sepasang matanya yang bening indah memancarkan sorot kehampaan yang merawankan hati, sedikit bergerak laksana bintang jatuh bayangan merah menghilang sekejap saja ia sudah melesat keluar gua. Diluar gua tak jauh dari batu besar itu, Chiuki berdiri dengan gelisah. Begitu melihat majikannya keluar segera ia maju menyambut tanyany.
"Siocia, orang she Ma ... eh, siocia kau...
"
Kata Hiat ing Kongcu Ling Soat-yan sesenggukkan.
"Terhitung ....aku ini yang buta melek ... manusia rendah seperti binatang itu .., . pergi. pergi, pergi, Marikita tinggal pergi, aku ....selamanya tak sudi berjumpa pula dengan dia..."
Lemah semampai badannya bergerak, laksana kilat badannya meluncur keluar dari rimba gelap ini.
Meninggalkan butiran air matanya yang menyiram ditanah pegunungan.
Terpaksa Cniu-ki harus kembangkan juga Ginkangnya untuk mengejar majikannya.
Dalam pada itu begitu Giok-liong rebah menindih tengkurup rapat dengan tubuh yang langsing semampai, Meskipun ia kerahkan seluruh hawa murninya dengan sepenuh perhatian disalurkan masuk ketubuh orang, lama kelamaan ia merasa diatas badannya mulai ada sedikit perubahan yang aneh.
Dua benda padat yang tertekan dibawah dadanya mengeluarkan bau harum semerbak yang memabukkan kesadarannya.
Rangsangan bau perawan mengetuk hati kecilnya membuat hampir susah bernapas, segulung aliran panas mulai berjangkit dari bawah pusarnya terus mengalir naik.
Giok-Jiong menjadi kaget, tahu dia sekali pikirannya kabur dirinya sendiri pasti bakal tersesat dan badan mungkin bisa cacat untuk selama-lamanya.
Tapi dia seorang manusia yang punya perasaan malah masih muda mangkat kedewasaan dengan tubuh kekar dan sehat, Dalam keadaan macam itu untuk membendung dan menindas nafsu birahinya yang sudah mulai menjalar ke seluruh urat syarafnya boleh dikata seperti membendung air bah yang melanda datang, Beginilah aliran darah panss itu terus meluber ke seluruh sendi dan urat syarafnya malah terus bergelombang dari pusar tiada hentinya, kesadaran pikiran mulai kabur, seluruh badan sudah basah kuyup oleh keringat dingin.
Sekonyong-konyong, sebuah dengusan dingin yang keras menyentak kesadarannya dari jurang kenistaan, sedikit kesadaran ini cukup menarik kembali semangatnya yang sudah kabur tadi, dengan tekun dan giat ia kerahkan tenaganya untuk mengobati.
Kini pikiran dan semangatnya sudah sadar dan bening kembali.
Gelombang hangat dari pengerahan rawa murni dan tenaga panas berdebur semakin keras berbondong merembes masuk ke badan Tan Hak-siau.
Tatkala itulah sebuah bayangan seiring dengan gelak tawanya yang terloroh-loroh melesat datang secepat kilat tiba diambang pintu gua, jelas bahwa Ko bok-im-hun telah memutar balik lagi.
Begitu berdiri diambang pintu gua, lagi-lagi ia perdengarkan serentetan gelak tawa panjang, ujarnya.
"Bagus, tontonan gratis, ck, ck, ck ... Bocah ini, kematian sudah di ambang pintu masih coba mengecap kenikmatan Hehehehe ..."
Pikiran Giok-liong sudah sadar seluruhnya, mendengar ejekan ini tergetar sanubarinya, sungguh malu bukan buatan, dalam hati ia membatin.
"Tamat sudah. Kalau saat ini juga ia turun tangan pasti hancurlah seluruhnya."
Tapi dia tidak lantas menghentikan saluran tenaganya dan menghentikan pengobatannya, Malah ia kerahkan seluruh kemampuannya supaya lebih cepat selesai.
Maka terlihatlah seluruh badannya mulai mengepulkan asap putih, semakin lama semakin tebal bergulung-gulung bagai awan menyelubungi seluruh badan mereka berdua.
Ko bok im-hun mendongak sambil bergelak tertawa.
"Buyung, kau kira dengan berbuat begitu lantas dapat melindungi nyawamu ? ck ck, ck, Buyung, kalau kau tahu gelagat, lekaslah serahkan saja ..."
Pada saat-saat genting inilah sebuah bayangan merah jingga berkelebat tiba diiringi suara ejekan yang nyaring merdu berkata diluar sana.
"Manusia macam setan seperti kau ini, juga berani buka mulut besar, menyalak seperti anjing galak yang minta gebuk !"
Ini adalah suara Hiat-ing Kongcu Ling Soat-yan.
Kiranya waktu Ling Soat-yan melihat adegan yang dilakukan Giok liong atas tubuh Tan Hak-siu, disangkanya Giok-liong sebagai pemuda mata keranjang yang menggunakan kesempatan baik ini hendak memperkosa gadis suci.
Sudah tentu ini merupakan pukulan lahir batin bagi Ling Soat-yan, sebetulnya besar niatnya saat itu juga hendak turun tangan menutuk mati Giok-liong, tapi saban-saban ia tidak tega turun tangan.
Akhirnya sambil menghela napas dengan hati hancur ia tinggal pergi membawa Chiu ki.
Sepanjang jalan berlari-lari itu ia masih terus sesenggukan dengan sedihnya.
Sejak kecil Chiu-ki sudah ikut majikannya, ia tahu akan watak nonanya ini, maka segera ia membujuk.
"Siocia, orang she Ma itu baru sembuh dari luka-lukanya, sedang orang yang dijinjing masuk itu agaknya juga terluka berat, Kalau mereka ditinggal didalam gua itu, bila Ki-kiat si bangsat tua itu kembali bukankah celaka jiwa mereka."
Ling Soat-yan mendengus jengkel katanya penuh kedongkolan.
"Dia hidup atau mati bukan urusanku. Aku sudah berjanji tidak mau melihat tampangnya lagi! selama hidup ini tak sudi aku berjumpa dengan dia melirikpun aku tidak sudi ...
"
Dalam berkata-kata ini air mata semakin deras mengalir, kakipun masih beranjak dengan cepat laksana angin lalu, sehingga rambut panjangnya yang terurai melambai-lambai, keadaannya ini sungguh kasihan betul.
Chiu-ki sendiri juga merah kelopak matanya tergenang air mata hampir menangis, Diulurkan tangan untuk menyingkap rambutnya yang dihembus angin mudai msdil, kakinya sedikit diperkencang terus berendeng dengan Ling Soat-yan, katanya membujuk lagi.
"Siocia, marilah kembali lagi melihat keadaannya."
Sebetulnya Ling Soat-yan sudah menghentikan tangisnya, mendengar bujukan halus ini tak terasa air mata meleleh kembali, katanya.
"Chiu-ki, kau tidak tahu apa yang sedang dilakukan, kalau kau melihat dengan matamu sendiri, pasti kau bisa mati saking jengkel !"