Pendekar Bunga Cinta Chapter 38

"Mana kutahu "

Sekali lagi Siu Lan tertawa. Selama hidupnya Siu Lan menganggap baru malam itu dia bisa tertawa girang, sebab selama menjadi si ‘inem' tidak pernah tertawa girang, juga setelah dia menjadi selir raja.

Selagi dua-dua terdiam tidak bersuara maka Sip Lun Hoat-ong bangun berdiri tidak lagi berlutut memegang sepasang kaki Siu Lan, akan tetapi dia duduk disisi sang bidadari yang menjadi ibu tiri, dan yang ingin dia pacari.

"E-eh, ngapain kamu duduk disini ; aku kan ibu tirimu selir dari ayahmu, kalau ada yang ngintip, bisa berabe nanti

..."

“Heh-heh-heh kamu terlalu cantik, terlalu muda; tidak patut menjadi ibu tiriku, sebaiknya menjadi pacar .. " kata Sip Lun Hoat ong yang bahkan berani merangkul pinggang Siu Lan yang ramping.

"E-eh, kamu koq jadi gitu ..." Siu Lan berkata dan beringsut minggir, sambil berusaha melepaskan sepasang tangan Sip Lun yang sedang merangkul pinggangnya.

Sementara itu Sip Lun kembali jadi nyengir. Lalu berusaha mengeluarkan rayuan gombal, meskipun dia patuh menurut tidak merangkul pinggang Siu Lan:

“Kamu terlalu cantik, bikin hatiku anjlok kagak bisa diam; bagaimana kalau kita jalan-jalan, lewat pintu belakang ... ?"

“E-eh, kamu tidak takut sama ayahmu kalau ketahuan, kamu bisa diusir dan dipenggal ...,” sahut Siu Lan yang jadi bersenyum simpul, merasa tidak sukar membikin pangeran itu bertekuk lutut; akan tetapi sengaja Siu Lan jual 'mahal'.

Sip Lun menggeser duduknya, supaya bertambah rapat dengan sang kuntilanak setelah itu dia merayu lagi :

"Jangankan dipenggal-penggal, dicium pun aku mau.

Dan kalau kita diusir, kita kabur berdua; okay ...?”

Terbelalak sepasang mata Siu Lan mengawasi sang pangeran muda itu, sementara di dalam hati terpikir olehnya, sejak kapan dalam cersil ada istilah 'okay'? (sialan... !') Siu Lan memaki didalam hati sedangkan kepada pangeran itu maka dia berkata lagi:

"Jangan lekas-lekas melepas rayuan gombal, kasdut ..." Bertambah geregetan Sip Lun yang menghadapi sikap

Siu Lan, biasanya rayuannya selangit maut; akan tetapi

sekali ini kelihatannya kagak mempan. Berusaha dia tambah merayu:

"Oh, Siu Lan moay-moay; aku rindu padamu, setengah mati .." dan hidung Sip Lun nyerobot seperti ular kobra melepas bisa; akan tetapi Siu Lan sudah siaga, sehingga dengan gerak burung bango nunduk berhasil Siu Lan membikin hidung Sip Lun nyasar nyium konde.

Siu Lan bergegas bangun berdiri, menghadapi Sip Lun yang masih tertunduk: dan Siu Lan bahkan menolak pinggang seperti mau ngancam. Akan tetapi dia kalah cepat dengan sepasang tangan Sip Lun, sebab sang pangeran itu sudah buru-buru merangkul karena menganggap Siu Lan mau kabur.

"Oh, Siu Lan moay-moay; tega nian kau mau kabur, selagi hatiku hancur luluh seperti bubur. Kalau kau kagak percaya, silahkan kau dongkel, pakai linggis atau pakai tusuk konde; sebab tusuk kondemu memang tajam, bikin hidungku sakit kena nyentuh tadi ..."

“Kasihan kagak tahan meskipun cuma sedikit tertusuk

...?' Siu Lan menanya sehabis sejenak dia bersenyum.

“Mana tahan ...!" seru Sip Lun yang menarik tubuh Siu Lan, sehingga pinggang Siu Lan yang ramping kena disentuh oleh hidung sang pangeran yang nakal; bikin Siu Lan terasa nyelekit seperti digigit gajah, yang langsung memegang kepala sang pangeran, bukan untuk dijitak tetapi diraba-raba seperti dia sedang membelai kepala sang anak tiri yang manja.

''Eh, entah ada yang ngintip tuh...'' Siu Lan berkata seperti membisik.

''Janji dulu, dong ..” Sip Lun dongak nyengir.

“Janji apa ...?" tanya Siu Lan senyum. "Heh heh-heh ...

!”

ooo(-)ooo

SEJAK pertemuan mereka yang pertama kali itu, Sip

Lun Hoat ong berdua Siu Lan sering kali membikin pertemuan yang berikutnya, dan yang selalu dilakukan pada waktu tengah malam selagi keadaan sudah sepi dan disaat sinar bulan remang-remang. Mula pertama pertemuan itu sudah tentu tidak dilanjutkan didalam kamar Siu Lan, akan tetapi belakangan berani Sip Lun menginap didalam kamar sang ibu tiri, dan umpatkan diri dikolong ranjang kalau ada pelayan yang datang kedalam kamar itu.

Jelas sekali ini Sip Lun yang bertekuk lutut dihadapan Siu Lan, bukan seperti biasanya dia menghadapi cewek- cewek lain yang menjadi selirnya sri baginda maharaja. Sip Lun takut didupak oleh Siu Lan, sehingga dia pasti menurut meskipun diperintah memasuki laut lumpur.

Juga Siu Lan merasa dimabuk cinta setelah dia menggauli pangeran yang muda dan yang seperti arjuna itu, akan tetapi Siu Lan cukup menyadari bahwa bukan melulu cinta yang dia perlukan sebaliknya kedudukannya didalam istana yang perlu dia perkuat. Selama cuma menjadi selir raja, sudah tentu Siu Lan bakal 'didupak' kalau raja itu nanti wafat, tentang siapa yang bakal ganti menjadi raja sudah tentu tidak diketahui oleh manusia lain, kecuali oleh raja sendiri. Pernah Siu Lan menanya kepada sri baginda maharaja, tentang siapa gerangan kira-kira yang bakal menjadi raja, kalau sang kakek itu mampus. Dan Siu Lan mengajukan pertanyaan itu, sudah dengan bergurau manja, dan selagi ngusap-ngusap dada sang raja yang krempeng; sehingga batal sri baginda maharaja marah-marah kepada sang selir kesayangan, sebaliknya dia ikut ngusap-ngusap konde sang selir, yang licin dan mengkilap sehingga tidak ada lalat yang berani coba-coba hinggap. Sang baginda maharaja tidak memberikan jawaban secara langsung terhadap pertanyaan Siu Lan, sebaliknya dia tertawa dan menyebut tiga nama anaknya, yakni Gin Lun Hoat ong, Giok Lun Hoat ong yang sudah marhum, dan sibungsu Siao Lun Hoat ong.

Bertekad hati Siu Lan yang mendengarkan jawaban sri baginda maharaja, meskipun pada saat itu sengaja dia perlihatkan senyum yang bisa membikin sri baginda maharaja jatuh ngusruk nungging-nungging alias sunking- sunking.

Didalam hati Siu Lan merasa kecewa, sebab sri baginda maharaja tidak menyentuh dan tidak menyebut nama pangeran Sip Lun yang bakal menjadi calon raja; sehingga pada saat itu dia merasa sia-sia melakukan 'pengorbanan' terhadap pangeran Sip Lun.

Siu Lan memang sudah mengetahui tentang tempat kediaman pangeran Gin Lun, meskipun dia belum pernah melihat orangnya. Telah pula didengar dari sas-sus, bahwa pangeran Gin Lun katanya sangat gagah perkasa, lebih gagah kalau dibanding dengan pangeran Giok Lun yang suaminya Cheng hwa liehiap Liu Giok Ing, namun kalah cakep kalau dibanding dengan pangeran yang sudah marhum.

Pangeran Giok Lun sudah marhum, sehingga calon raja cuma sisa dua orang; ini menurut kata sri baginda maharaja kepada Siu Lan. Entah dengan sungguh-sungguh sri baginda maharaja itu mengatakan, ataukah dia sedang bergurau; sukar buat Siu Lan mengetahui maksud hati yang sesungguhnya dari sikakek yang maharaja itu. Akan tetapi, sri baginda maharaja tidak bergurau dalam mengucapkan kata-kata; apa lagi yang menyangkut soal negara, sehingga sekilas terpikir oleh Siu Lan, buat dia berusaha mendekati pangeran Gin Lun dan atau pangeran Siao Lun.

Tentang tempat atau alamat pangeran Gin Lun, memang sudah diketahui oleh Siu Lan tinggal dia memikirkan cara untuk dia mendekati dan membikin pangeran yang calon raja jadi bertekuk lutut. Akan tetapi, mengenai pangeran yang bungsu, yang namanya Siao Lun; yang ini tidak diketahui oleh Siu Lan dimana tempat kediamannya, bahkan sri baginda sendiri tidak mengetahui sebab untuk waktu yang cukup lama pangeran yang bungsu itu menghilang tanpa jejak. Hanya sri ratu yang pernah mengatakan bahwa Siao Lun sedang mengikuti dewa belajar ilmu.

Dilain pihak, perbuatan Siu Lan yang sering bermain pat-pat gelipat dengan pangeran Sip Lun; ternyata tidak lepas dari perhatian Shiang Hwa, yang memang sedang mencari-cari kesalahan Siu Lan, dengan cara melepas beberapa orang pelayannya buat mematai perbuatan Siu Lan, sehingga hari itu berhasil dia menerima laporan yang cukup membakar hati Shiang Hwa.

Jelas Shiang Hwa menjadi marah-marah ketika mengetahui 'kekasihnya' main gila dengan cewek lain; akan tetapi akhirrya dia menyadari bahwa pangeran Sip Lun memang seorang play-boy yang sukar dikendalikan dan berbareng dia menjadi girang, oleh karena dia mendapat kesempatan buat menggulingkan kedudukan Siu Lan yang bakal didupak oleh sri baginda maharaja, kalau dia akan memberitahukan perbuatan kuntianak itu dihadapan sri baginda maharaja.

Dimalam berikutnya, sekali lagi Shiang Hwa menerima laporan dari pelayannya yang mengatakan bahwa pangeran Sip Lun sedang berada didalam kamar Siu Lan, kembali Shiang Hwa merasa hatinya panas membara, ketika dia menerima laporan itu. Dia memang belum menemukan cara buat melaporkan kepada sri baginda maharaja, tentang Siu Lan yang main gila dengan pangeran Sip Lun; sekarang dia mendapat kesempatan buat menangkap basah perbuatan maksiat dua manusia itu.

Tanpa berkata panjang lagi, maka Shiang Hwa mengajak pelayan yang membawa laporan, buat mendatangi kamar Siu Lan yang letaknya di istana pojok sebelah selatan; dan ketika telah mendekati tempat tujuan itu, Shiang Hwa tidak segera memasuki warung pojok itu, melainkan dia mengintai dari balik jendela sehingga hatinya terasa ikut bergerak bagaikan mengikuti irama dangdut, selagi yang didalam warung pojok asyik bergerak mengikuti irama dut dang.

Meluap Shiang Hwa membendung rasa marah, dan membentak dia dengan suara yang cukup keras :

Posting Komentar