Pedang Kiri Pedang Kanan Chapter 28

NIC

harap engkau suka memaafkan keterus-teranganku.

" "Kenapa mesti minta maaf," ujar Peng-say dengan ketus.

"Kenyataannya Co-pi-kiam-hoat guruku memang jauh dibandingkan Siang-liu-kiam-hoat!" Di balik ucapannya jelas masih bernada tidak mengakui Co-pi-kiam-hoat! adalah sebagian dan Siang-liu-kiam-hoat.

Meski Sau Kim-leng dapat menangkap nada ucapan Soat Peng say itu, tapi ia malah berkata pula: "Kelihayan Liang-gi-kiam-hoat Bu-tong-pay itu terletak pada penggunaannya oleh dua orang sekaligus, bila dimainkan satu orang saja, maka banyak sekali lubang kelemahannya, sekalipun ilmu pedang biasa saja dapat mematahkannya.

Meski Siang-liukiam-hoat tidak terdapat kelemahan demikian, tapi cuma setengah bagian saja juga sukar mengeluarkan daya serangnya yang ampuh.

Andaikan gurumu bisa mendapatkan dua bagian secara lengkap, biarpun lengan satu tidak leluasa melatih dua pedang sekaligus, tapi dengan kecerdasan gurumu kuyakin beliau sanggup menguasai delapan atau sembilan bagian." Maksud Sau Kim-leng hendak memuji guru Soat Pengsay, tak terduga anak muda itu malah berkata dengan ketus: "Sekali Co-pi-kiam-hoat tetap Co-pi-kiam-hoat, masa ada setengah bagian Siang-liu-kiam-hoat apa segala?" Liok-ma menjadi marah, damperatnya: "Anak busuk, sudah setengah harian Siocia memberi penjelasan padamu, jika kau tetap kepala batu, bila Lolo naik darah, batang lehermu bisa kupuntir patah!" Tapi Sau Kim-leng menjadi tidak senang, katanya: "Liok-ma, silakan kau keluar saja." Dengan mendongkol terpaksa Liok-ma mengundurkan diri, tapi dia masih merata kuatir, ia hanya berhenti diambang pintu dan tidak keluar.

"Soat kongcu," kata Kim-leng pula dengan lembut, "apakah benar Co-pi-kiam-hoat gurumu itu bukan Siang-liu-kiam-hoat?" "Bukan!" jawab Peng-say tegas.

Betapapun dia takkan mengakui Co-pi-kiam-hoat adalah Siang-liu-kiam-hoat, tapi dalam hati ia tahu ucapannya itu bertentangan dengan hati nurani sendiri.

Bukan saja dia tahu Co-pi-kiam-hoat gurunya itu memang betul setengah bagian kiri Siang-liu kiam-hoat, bahkan iapun mengetahui setengah bagian kanan Siang-liu-kiam-hoat itu dimiliki oleh seorang perempuan berlengan kanan yang telah membunuh Beng Eng-kiat itu.

Walaupun tidak diketahui asal-usul perempuan buntung itu, anehnya tangan perempuan yang buntung itu justeru tangan kiri, inilah suatu kebetulan yang aneh dan menimbulkan tanda tanya.

Padahal sudah dua kali dia mendengar nama Siang-liukiam-hoat, pertama kali pada lima tahun yang lalu ketika Tio Tay-peng mengalahkan Beng Si-hian, waktu itu Beng Si-hian telah memberi pesan kepada anak perempuannya yang masih kecil itu agar bilang kepada Beng Eng-kiat bahwa dirinya mati oleh Siang-liu-kiam.

Kedua kalinya baru terjadi beberapa hari yang lalu, yaitu ketika Beng Eng-kiat berpesan kepada Beng Siau-gi (puteri Beng Si-hian) agar selalu ingat bahwa kakek dan ayahnya mati terbunuh oleh Siang-liu-kiam-hoat.

Tapi lantaran selama menjadi murid Tio Tay-peng belum pernah sang guru menyebut nama Siang-liu-kiam-hoat hanya dikatakan bahwa ilmu pedang yang diajarkan itu bernama Co-pi-kiam-hoat, maka Peng-say mengira sebabnya sang guru merahasiakan nama ilmu pedang ini mungkin kuatir dia tidak dapat tutup mulut rapat2 dan bisa jadi akan menyebutkan nama Siang-liu-kiam-hoat di depan umum dan didengar anak murid Pak cay.

Ia pikir mungkin inilah alasannya sang guru pernah pesan padanya agar dirinya jangan sampai bertengkar dengan anak murid Pakcay.

Tadinya ia mengira sang guru mengetahui kelihayan ilmu pedang Pak-cay, maka dikatakannya bahwa Co-pikiam-hoat tidak ada artinya bagi pandangan anak murid Pak-cay Baru sekarang ia tahu bukannya tiada artinya bagi pandangan anak murid Pak-cay, yang benar ialah kuatir ilmu pedangnya itu dikenali orang.

Dan mengapa kuatir orang mengenali Co-pi-kiam-hoat adalah Siang-liu-kiam-hoat, mengapa kuatir dikenali oleh anak murid Pak-cay" Jangan2 sang guru yang membikin celaka ketua Pak-cay Sau Cing-in" Mengingat hal2 itu, terpaksa Peng-say berkeras tidak mau mengakui Co-pi-kiam-hoat sebagai Siang-liu-kiamhoat.

Iapun kuatir bilamana mengakui kebenarannya, jangan2 Liok-ma akan memaksa dirinya membawa nenek itu untuk menemui sang guru, ia pikir gurunya pasti bukan tandingan Liok-ma, mana boleh dia membawa seorang luar untuk membunuh gurunya sendiri" Begitulah, karena merasa berdusta, Peng-say merasa malu diri, ia menunduk dan tidak berani memandang Sau Kim-leng.

Didengarnya si nona menghela napas pelahan, ucapnya rawan: "Kau tidak mau mengaku, ya, apa boleh buat, akupun tidak dapat memaksa, cuma kumohon sesuatu padamu, maukah kau berjanji?" Dia masih tetap memobon dengan suara lemah-lembut, sedikitpun tidak gusar.

Mau-taU-mau Peng-say merasa rikuh, ia mengangkat kepala dan berkata: "Silakan nona bicara saja, asalkan sanggup kulakukan.

tentu akan kuterima." "Kumobon sukalah engkau ikut bantu mencari tahu jejak ayahku baik hidup atau mati." kata Kim-leng.

"Andaikan benar ayah sudah mengalami nasib malang, bila tulang beliau dapat dibawa pulang untuk dikubur bersama ibuku, cukup kiranya sekadar menghibur arwah ibu di alam baka." "Bila ayah nona meninggal di tangan musuh, apakah nona tidak ingin menuntut balas?" tanya Peng-say.

"Jangan kuatir.

akan kuberi perintah kepada segenap anggota Pak-cay agar tidak mencari gurumu untuk menuntut balas, asal saja gurumu mau memberitahukan jejak ayahku," kata Kim-leng.

"Ah, nona jangan bergurau, darimana guruku tahu di mana ayahmu?" ujar Peng-say dengan waswas.

"Apakah kau kuatir kami akan mencari gurumu untuk menuntut balas?" tanya Kim-leng pula dengan gegetun.

"Padabal siapa pula yang mampu menuntut balas bagi ayahku" Aku" ai, aku sendiri jelas tidak mempunyai kepandaian apa2, hakikatnya tiada soal menuntut balas bagiku.

Adapun murid ayah, sejak ibu meninggal, satu persatu mereka sudah pergi semua tanpa sisa seorangpun.

Mereka adalah manusia yang rendah.

tidak tahu budi dan tidak setia, mereka hanya mementingkan dirinya sendiri, mana mau mengurus mati-hidup ayahku lagi." Dengan sendirinva Peng-say tidak percaya bahwa Sau Kim-leng tidak akan menuntut balas bagi ayahnya, ia memandang Liok-ma yang berdiri diambang pintu sana dan berpikir: "Kau sendiri tidak, tapi dia?" Sau Kim-leng dapat meraba pikiran Soat Peng-say itu, ia menggeleng dan berkata: "Jika ayah sudah mengalami nasib malang dan sekiranya menyangkut gurumu, tentu takkan kusuruh Liok-ma mencari dan menuntut balas pada gurumu.

Yang ingin kami ketahui hanya jejak ayahku yang sesungguhnya."' "Ucapan nona semakin aneh kedengarannya.

bilamana ayahmu mengalami sesuatu, manabisa ada sangkut-pautnya dengan guruku?" "Baiklah, engkau tidak perlu menjelaskan di mana kediaman gurumu, kami takkan mencari beliau, kami hanya mohon engkau suka bantu mencari tahu dimana jejak Caycu atau ayahku," cara bicara Sau Kim-leng sekarang sudah lebih bersifat memohon dengan sangat.

Peng-say mengangguk, katanya; "Sebagai sesama orang Bu-lim, sudah sepantasnya kuberi bantuan, tapi sama sekali aku tidak tahu cara bagaimana ayahmu menghilang.

Apabila ada penjelasan sekadarnya, tentu akan jauh lebih mudah untuk menyelidikinya." Sudah tentu Sau Kim-leng tahu maksud Peng-say yang tidak ingin melibatkan gurunya dalam persoalan ini, maka iapun berkata pula mengikuti haluan Peng-say itu: "Ayah meninggalkan rumah dan hilang pada 27 tahun yang lalu " mendadak ia merandek ketika menyadari ucapannya keseleo, cepat ia menunduk dengan kikuk.

Melihat sikap si nona, pahamlah Soat Peng-say, pikirnya: "Pantas kau tidak bermaksud menuntut balas, kiranya Sau Cing-in bukan ayah-kandungmu.

Kau sendiri tampaknya baru berumur 20-an, sedangkan ayahmu sudah hilang 27 tahun, setiap orang tentu dapat meraba bahwa Sau Cing-in pasti bukan ayahmu sebenarnya." Peng-say tidak bertanya, ia diam saja menunggu cerita si nona lebih lanjut.

Pelahan2 Sau Kim-leng tenang kembali, ia mendongak, melihat Soat Peng-say tidak memandang hina padanya, hatinya merasa tenteram, segara ia menyambung: "Tahun itu ayah menerima sepucuk surat undangan agar hadir ke Ki-lian-san, surat undangan itu ditanda tangani Ciamtay Cu-ih.

" "Apakah Hong hoa-wancu Ciamtay Cu-ih?" sela Peng-say.

"Betul, Hong-hoa-wancu dari Tang-hay (lautan timur)," jawab Kim-leng.

"Dalam suratnya dinyatakan pula bahwa yang diundang ada pula Ngo-hoa-koancu dan Son-hok-hancu." "Wah, itu kan suatu pertemuan besar yang menggemparkan"!" Peng-say berseru tertahan.

"Tang-wan, Se-koan, Lam-han, Pak-cay, empat aliran yang paling terkenal pada jaman itu sudah menjagoi wilayah masing2 selama ratusan tahun," tutur Kim-leng pula.

"Selama itu mereka tidak saling mengganggu, masing2 mempertahankan nama dan kehormatan sendiri, juga tidak mau saling menyambangi.

Bahwa empat tokoh top pada waktu itu dapat mengadakan pertemuan, sungguh peristiwa yang sukar dicari, bilamana hal ini diketahui oleh kaum persilatan umumnya tentu akan menganggapnya suatu pertemuan besar yang luar biasa.

Akan tetapi sebenarnya kejadian itu justeru sedikit diketahui orang." "Jangan2 suatu pertemuan rahasia, maka sedikit orang yang tahu?" tanya Peng-say.

"Meski tak dapat dikatakan pertemuan rahasia tapi lantaran maksud undangan Ciamtay Cu-ih itu disebutkan untuk tukar pikiran mengenai ilmu silat dan saling mendemonstrasikan ilmu silat andalan masing2.

dengan sendirinya diperlukan tempat yang paling tenang dan sepi, mungkin masing2 pihak memang tidak ingin diganggu orang luar sehingga berita pertemuan itu sengaja tidak disiarkan." Keteranganmu ini memang beralasan, kalau sampai berita itu tersiar.

bisa jadi jalan menuju Ki-lian akan menjadi macet, sebab siapa didunia Kangouw ini yang tidak ingin melihat wajah asli keempat tokoh aneh dunia persilatan pada waktu itu?" "Dan hal itu tentu bukan kehendak mereka," kata Kim-leng pula.

"Sebab itulah ayah hanya memberitahu kepada ibu saja mengenai surat undangan itu dan tiada orang lain yang tahu." "Jika demikian, jadi hilangnya ayahmu.

" mendadak teringat sesuatu oleh Peng-say, tanyanya segera: "Dan ayahmu akhirnya hadir tidak di saoa?" "Mendiang ibuku juga pernah memikirkan soal ini," jawab Kim-leng sambil mengangguk.

Posting Komentar