"Sian-ji.... jangan.... jangan kauceritakan hal itu kepada ayahmu. Ayahmu tidak suka mendengar Sie Liong belajar ilmu silat."
"Tapi, kenapa ibu? Kenapa ayah tidak suka kalau paman Liong belajar ilmu silat? Paman Liong juga mengatakan begitu. Akan tetapi kenapa? Aku, seorang anak perempuan, sejak kecil sudah dilatih silat oleh ayah. Akan tetapi paman Liong adalah seorang anak laki-laki, dan tubuhnya cacat, lemah pula, maka sudah sepatutnya kalau dia belajar ilmu silat agar sehat dan kuat. Kenapa ayah melarangnya?"
"Ayahmu.... lebih tahu, anakku. Tubuh pamanmu itu cacat, apa lagi cacat di punggung. Berbahaya sekali kalau mempelajari ilmu silat. Sudahlah, lebih baik kau tidak bercerita apa-apa kepada ayahmu."
Akan tetapi hal itu tidak ada gunanya. Mereka mendengar kedatangan Yauw Sun Kok yang berteriak memanggil Sie Liong. Bergegas ibu dan anak ini keluar dengap hati yang penuh kekhawatiran. Mereka melihat Sun Kok sudah duduk di ruangan dalam dengan muka merah. Memang Sun Kok marah sekali. Ketika dia berkunjung ke rumah sahabatnya, Lu-ciangkun, dia bukan saja mendengar bahwa yang memukuli putera sahabatnya itu adalah Sie Liong, bahkan anak laki-laki jangkung itu masih rebah di pembaringan karena dia mengalami luka di perutnya, akibat benturan kepala Sie Liong. Sahabatnya itu bahkan mengatakan bahwa Sie Liong itu ganas dan berbahaya sekali.
"Bukan hanya Ki Cong yang terluka parah, bahkan kawan-kawannya juga terluka parah oleh anak bongkok itu. Dia sungguh ganas, liar dan berbahaya sekali."
Tentu saja Sun Kok marah bukan main kepada adik isterinya itu. Bagaimana Sie Liong dapat menjadi seorang anak yang demikian kuat dan menurut penuturan Ki Cong, pandai silat pula? Teringatlah dia akan keadaannya sendiri. Kalau dibiarkan Sie Liong terus menerus mempelajari ilmu silat sampai menjadi seorang yang pandai, keselamatan nyawanya tentu terancam kelak! Akan tetapi, jalan satu-satunya hanya membunuh anak itu, padahal dia tidak mau melakukan hal itu. Bukan hanya karena dia pernah bersumpah kepada isterinya bahwa dia tidak akan membunuh Sie Liong, akan tetapi juga dia tidak tega kalau harus membunuhnya. Bagaimanapun juga, harus dia akui bahwa Sie Liong adalah seorang anak yang baik, rajin, penurut dan pendiam. Akan tetapi bagaimana tahu-tahu dia memiliki kepandaian ilmu silat?
"Sie Liong....!"
Yauw Sun Kok memanggil lagi dengan suara nyaring. Pada saat itu muncullah Sie Liong. Mukanya masih bengkak-bengkak dan tangannya masih basah karena ketika dipanggil, dia sedang membersihkan jendela-jendela rumah itu dengan lap dan air.
"Ci-hu memanggil saya?"
Tanyanya kepada cihu-nya. Dengan sikap tenang dia berdiri di depan cihunya yang duduk dan memandang kepadanya dengan mata bernyala.
"Sie Liong, dari siapa engkau mempelajari ilmu silat?"
Bentak Yauw Sun Kok.
Diam-diam Sie Liong terkejut mendengar pertanyaan yang tiba-tiba itu, namun anak ini memang memiliki ketabahan luar biasa sehingga wajahnya yang bengkak-bengkak itu tidak memperlihatkan apa-apa. Ingin dia memandang kepada Bi Sian karena hanya Bi Sian yang tahu bahwa dia mempelajari ilmu silat. Apakah anak perempuan itu yang memberitahukan ayahnya? Akan tetapi jelas bukan, karena kalau Bi Sian memberitahu, tidak mungkin cihunya bertanya dari siapa dia mempelajari ilmu silat. Lalu bagaimana baiknya? Dia tidak ingin melibatkan Bi Sian, takut kalau-kalau anak perempuan itu mendapatkan marah dari ayahnya. Sie Liong menggeleng kepalanya dan memandang wajah cihunya dengan berani.
"Saya tidak belajar silat dari siapapun, cihu."
"Brakkk!"
Yauw Sun Kok menggebrak meja di depannya sehingga ujung meja itu retak.
"Bohong kau! Aku tahu bahwa engkaulah yang memukuli putera Lu-Ciangkun dan kawan-kawannya, dan engkau mengalahkan mereka dengan ilmu silat! Hayo katakan dari siapa engkau belajar ilmu silat!"
"Ayah, yang memukuli adalah si tikus jerawatan itu dan kawan-kawannya, mereka yang lebih dulu menghina dan memukul!"
Bi Sian memperotes.
"Diam kau! Kau sudah membohongi aku dan mengatakan bahwa Sie Liong tidak berkelahi! Sie Liong, hayo katakan dari siapa engkau belajar ilmu silat!"
Sie Liong sudah mengambil keputusan tetap untuk tidak melibatkan keponakannya yang selalu mencoba untuk membelanya itu.
"Cihu, memang saya mempelajari ilmu silat, akan tetapi tidak ada gurunya. Saya belajar sendiri."
Yauw Sun Kok memandang dengan mata melotot.
"Tidak mungkin belajar silat tanpa guru! Coba kaumainkan beberapa jurus ilmu silatmu, ingin aku melihat ilmu silatmu!"
Katanya, setengah mengejek, setengah marah.
"Hayo cepat, jangan membuat aku hilang kesabaran, Sie Liong! Engkau sudah melanggar laranganku!"
Sie Liong memandang kepada encinya. Sang enci merasa kasihan kepada adiknya, akan tetapi ia tahu bahwa kalau permintaan suaminya itu tidak dituruti, maka dia tentu akan menjadi semakin marah. Bagaimanapun juga, kemarahan suaminya itu beralasan karena larangannya telah dilanggar oleh Sie Liong. Maka ia mengangguk kepada adiknya itu.
"Engkau mainkanlah ilmu silat yang pernah kaupelajari agar cihumu melihatnya, Sie Liong,"
Katanya lembut. Mendengar ucapan isterinya ini, diam-diam Yauw Sun Kok mengira bahwa tentu isterinya yang telah mengajarkan ilmu silat kepada adiknya itu, maka dia sudah merasa mendongkol sekali.
"Baiklah, cihu. Akan tetapi harap jangan diketawai karena permainanku tentu jelek dan tidak karuan."
Maka diapun lalu memasang kuda-kuda dan menggerakkan kaki tangannya seperti kalau dia berlatih silat menirukan semua gerakan yang dilakukan Bi Sian di waktu berlatih silat. Baru beberapa jurus Sie Liong bergerak, Sun Kok sudah terkejut sekali karena gerakan-gerakan anak laki-laki itu adalah gerakan ilmu silatnya sendiri! Dan gerakan itu demikian lincah dan gesit, juga penuh tenaga, jauh lebih baik dari pada gerakan Bi Sian.
"Berhenti....!"
Bentaknya sambil meloncat dari atas kursinya, berdiri di depan Sie Liong yang cepat menghentikan gerakan kaki tangannya.
"Hayo katakan, dari siapa engkau mempelajari semua gerakan ilmu silat itu!"
"Maaf, cihu. Saya mempelajarinya dengan.... mencuri lihat dan mengintai ketika.... Bi Sian sedang berlatih silat. Semua gerakannya itu saya catat dan hafalkan dalam hati, kemudian saya meniru gerakan-gerakannya itu di dalam kamar dan saya latih terus setiap hari. Saya tidak berniat buruk, hanya ingin sekali mempelajarinya...."
Yauw Sun Kok bernapas lega. Jadi bukan isterinya dan bukan puterinya yang mengajar anak ini. Akan tetapi, jelas bahwa anak ini memiliki bakat yang amat baik. Padahal dia sudah bongkok, namun tetap saja dapat mempelajari ilmu silat jauh lebih maju dari pada Bi Sian. Diapun mencari akal.
"Sie Liong, ketika aku melarang engkau belajar silat, hal itu sudah kupikirkan masak-masak, demi kebaikamu sendiri. Tubuhmu cacat, tulang pungungmu bongkok, sungguh tidak baik bahkan berbahaya sekali kalau engkau mempelajari ilmu silat! Engkau tidak percaya? Nah, boleh kita berlatih silat sebentar. Keluarkan semua jurus yang sudah kaupelajari, dan serang aku dengan sungguh-sungguh seperti akupun akan menyerangmu dengan jurus yang sama. Engkau akan melihat sendiri nanti. Hayo, seranglah!"
Sie Liong mengira bahwa dia akan memperoleh petunjuk dari cihunya yang biasanya amat sayang kepadanya. Sedikitpun dia tidak menaruh hati curiga dan diapun mentaati perintah itu, lalu mulai menggerakkan kaki tangannya, menyerang cihunya dengan jurus-jurus silat yang pernah dilatihnya.
Sie Lan Hong memandang dengan jantung berdebar, masih belum tahu apa yang dikehendaki suaminya. Ia sendiri juga terkejut karena sama sekali tidak pernah menyangka bahwa adiknya ternyata benar-benar telah menguasai gerakan silat yang lebih baik dari pada puterinya. Dengan mata terbelalak, Bi Sian juga memperhatikan gerakan Sie Liong, iapun mengira bahwa ayahnya akan memberi petunjuk kepada pamannya itu. Ia merasa terharu mendengar betapa pamannya itu sengaja berbohong, mengatakan bahwa dia mengintai dan mencuri pelajaran silat itu, tidak mau melibatkannya. Betapa pamannya itu amat sayang kepadanya dan iapun merasa amat sayang kepada pamannya itu. Diam-diam Yauw Sun Kok terkejut. Ternyata gerakan Sie Liong selain baik sekali, juga anak ini memiliki tenaga yang jauh lebih besar dibandingkan anak-anak sebayanya.
Tentu saja jauh lebih menang dibandingkan Bi Sian. Tidak mengherankan kalau lima orang anak nakal itu kalah olehnya. Dan kalau dibiarkan terus anak ini memperdalam ilmu silat, tidak salah lagi, dia kelak akan menjadi orang pandai dan akan membahayakan dirinya! Setelah menghadapi serangan-serangan Sie Liong untuk mengujinya sampai belasan jurus, mulailah Yauw Sun Kok menyerang! Sie Liong juga berusaha mempertahankan diri dengan elakan dan tangkisan karena cihunya menyerang dengan jurus-jurus yang sudah dikenalnya. Akan tetapi dia tidak tahu apa yang tersembunyi di dalam benak cihunya. Tiba-tiba gerakan tangan cihunya demikian cepatnya sehingga Sie Liong tidak mampu melindungi tubuhnya.
"Plakkk! Plakkk!"
Dua kali tangan Yauw Sun Kok menyambar dan mengenai pangkal leher Sie Liong dan ketika tubuh anak itu berputar, sekali lagi tangannya menghantam punggung yang bongkok. Sie Liong mengeluh pendek dan dia pun roboh terpelanting, muntah darah! Agaknya Yauw Sun Kok masih belum puas, akan tetapi tiba-tiba Bi Sian sudah menubruk tubuh Sie Liong dan melindunginya!
"Ayah, kenapa pukul paman Liong? Kenapa ayah memukul paman Liong?"
Anak ini hampir menangis. Lan Hong juga sudah melompat di depan suaminya dan memandang tajam.
"Apa yang kau lakukan?"
Katanya dengan suara nyaring dan mata memandang tajam. Yauw Sun Kok menurunkan kedua tangannya.
"Hemm, aku hanya ingin memperlihatkan dia betapa berbahayanya dia berlatih silat! Kalau pungungnya tidak cacat seperti itu, pukulanku tadi tidak akan membuatnya muntah darah."
Untung dia masih ingat tadi sehingga dia mengurangi tenaga pada pukulannya, kalau tidak, tentu anak itu sudah roboh tewas dan ini berarti dia melgnggar sumpahnya dan tentu akan terjadi perubahan dalam hubungannya dengan isterinya tercinta. Bi Sian membantu Sie Liong bangkit. Anak laki-laki itu tidak kelihatan menyesal atau marah walaupun dia menyeringai kesakitan dan mengusap darah dari bibirnya dengan ujung lengan bajunya. Bi Sian bangkit dan memandang ayahnya dengan marah.
"Ayah kejam! Ayah telah menghajar paman Liong yang tidak berdosa! Ayah, paman Liong membohong kepada ayah karena hendak melindungi aku! Sebetulnya, dia bukan mengintai, bukan mencuri ilmu silat, melainkan akulah yang telah mengajarkan semua ilmu silat itu kepadanya! Kalau ayah mau marah dan mau menghukum, hukumlah aku!"
Anak itu berdiri tegak dengan dada membusung, seperti hendak menantang ayahnya.
"Hushh,"
Ibunya cepat merangkulnya, khawatir kalau suaminya benar-benar marah dan menghajar anaknya. Akan tetapi, Sun Kok tidak marah. Bahkan dia sudah menduga akan hal itu.
"Ayah, paman Liong tidak bersalah. Perkelahian itu terjadi karena kejahatan anak-anak nakal itu!"
"Hemm, kalau dia tidak pandai silat, tentu tidak akan terjadi parkelahian,"
Kata Yauw Sun Kok.