Dendam Si Anak Haram Chapter 32

NIC

“Aku......... mau diapakan......?” Tak dapat Siang Hwi menguasai kengeriannya dan ia mengajukan pertanyaan ini seperti pada diri sendiri. Ma Chiang tertawa menyeringai.

“Heh-heh, apakah kau masih menolak? Katakanlah bahwa kau suka menjadi isteriku, suka membalas kasihku, dan aku membuang tikus-tikus ini dan membebaskanmu!” Siang Hwi menoleh dan memandang. Muka Ma Chiang merupakan muka tikus yang besar dan jauh lebih mengerikan dari pada muka dua ekor tikus dalam kurungan itu, maka ia membuang muka dan mengeraskan hati.

“Tidak sudi! Lebih baik aku mati. Kau bunuh saja aku!” Senyum di wajah Ma Chiang menghilang, terganti tarikan muka beringas dan marah,

“Bagus, kalau begitu biarlah kau dicumbu oleh tikus-tikus ini!?” sambil berkata demikian, tangannya meraih dan...

“Breeeeettt!” baju dalam merah muda yang tipis itu robek sehingga terbukalah kini tubuh bagian atas dari Siang Hwi. Tampak sepasang buah dadanya dan perutnya yang berkulit putih halus, Siang Hwi meramkan mata, menggigit bibir.

“Kau boleh meronta-ronta sekarang!” Ma Chiang berkata lagi. Tangannya menotok dan terbebaslah Siang Hwi dari pada totokan. Tubuhnya dapat bergerak lagi dan ia mulai menggerak-gerakkan kaki tangannya dan meronta ingin bebas. akan tetapi gerakan tubunya ini membuat tubuh atasnya menggeliat-geliat dan menimbulkan pemandangan yang menggairahkan sehingga dua pasang mata Ma Chiang dan Gak Boan memandang ke arah dada Siang Hwi dengan pandang mata penuh nafsu. agaknya dua pasang pandang mata ini mengirim getaran panas sehingga terasa oleh Siang Hwi. Gadis itu membuka mata, menengok dan sekaligus menghentikan gerakan-gerakannya. Selain ia maklum bahwa meronta akan sia-sia belaka, juga ia tidak ingin menjadi tontonan.

Maka ia diam saja, diam dan dingin seperti es, tidak lagi berontak, tidak lagi mengeluarkan suara, hanya memandang ke atas memandang ke arah atap rumah, mematikan perasaan. Ma Chiang tersadar dari keadaan terpesona keindahan tadi. Ia tertawa lagi, mengeluarkan sebuah bungkusan dari saku bajunya, sebuah bungkusan yang memang sudah ia siapkan untuk pelaksanaan rencananya yang keji ini. Ketika bungkusan dibuka, ternyata berisi sepotong kuih kering dan madu. Dengan tangannya ia mencengkeram kuih kering ini sampai hancur, dan mencampurkannya dengan madu kemudian ia maju dan.... mengeluskan kuih campur madu ini pada kedua buah dada Siang Hwi. Gadis itu menggigit bibir dan meramkan matanya, makin berusaha mematikan perasaan sehingga ia tidak merasa lagi betapa dadanya dioles-oles oleh jari tangan yang kurang ajar itu.

“Bawa kurungan itu ke sini!” kata pula Ma Chiang.

“Ahhh...... ohhh.... begitu indah.... dan cantik... apakah tidak sayang.....?” Gak Boan berkata menganggap, namun ia mengambil kurungan itu, memberikannya kepada Ma Chiang. Bekas kepala bajak ini mengejapkan matanya dan berkata

“Kenapa banyak cerewet? Gadis ini tidak sudi kubelai, tidak sudi kucinta, biarlah dia dibelai dan dicinta dua ekor tikus ini. Biar dia rasakan!” Sam-tho-eng Ma Chiang dalam kedudukannya sebagai perwira pengawal istana, seringkali merangkap tugas sebagai seorang algojo dan penyiksa para tawanan sehingga ia memiliki watak yang kejam dan ia bahkan dapat merasai kesenangan dalam menyiksa orang secara kejam.

Kini dengan pandang mata bengis, muka berseri dan mulut menyeringai ia mengenakan dua buah sarung tangan, senjatanya yang mengerikan itu, kemudian membuka pintu kurungan berisi dua ekor tikus besar di atas meja, dekat tubuh Siang Hwi. Dapat dibayangkan betapa hebat penderitaan batin gadis itu yang biarpun seorang gadis perkasa, namun terhadap binatang-binatang seperti tikus. Kalau saja ia tidak ingin menahan agar Ma Chiang jangan sampai dapat menikmati rasa takutnya, tentu ia telah menjerit-jerit, meronta-ronta dan terbelalak memandang dua ekor tikus yang mulai merayap keluar dari kurungan. Tidak, ia tidak sudi memperlihatkan ketakutannya. Biarlah ia mati dalam keadaan tidak bergerak! Ia mematikan perasaanya dan bahkan meramkan mata,

Mukanya pucat seperti mayat ketika ia merasa betapa dua ekor tikus itu mulai merayap ke atas lengan tangannya, menuju ke atas ke arah dadanya yang terbuka. agaknya dua ekor binatang menjijikan itu tertarik oleh bau kuih bercampur madu. Siang Hwi memejamkan mata makin rapat, menggigit bibir, sekuat tenaga ia menahan perasaan ngerinya. Namun tetap saja kulit mukanya yang cantik itu sampai berkerut-kerut. Jijik, geli, dan ngeri memenuhi hatinya ketika kedua ekor binatang tikus itu merayap sampai ke atas dadanya dan mulai makan dan menjilati kuih dengan madu yang dioles-oleskan diatas buah dadanya tadi. Kalau ia teringat betapa sebentar lagi, kalau kuih dan madu sudah habis, tikus-tikus yang kelaparan itu tentu akan menggerogoti buah dadanya hampir Siang Hwi tidak kuat bertahan, hampir ia menjerit-jerit dan ia sudah setengah pingsan!

“Ha-ha-ha, nona Bu Siang Hwi! apakah engkau masih belum mau menurut kepadaku? Sebentar lagi tikus-tikus ini akan mecari kuih lebih dalam lagi, merobek-robek dadamu! Dan aku akan mencegah mereka karena aku akan memindahkan mereka makan kuih di atas tubuhmu bagian bawah! Bagaimana rasanya Ha-ha-ha!” Siang Hwi masih menahan diri tidak mau meronta takut kalau-kalau tikus mengerikan itu akan menggigitnya.

“Tidak! Jangan...!” ia terengah hampir tidak kuat menahan lagi.

“Ha-ha-ha, mudah saja, manis. aku akan menyingkirkan dua ekor binatang ini asal engkau suka berjanji, mau menjadi isteriku...!” Ma Chiang mendekatkan mukanya hendak mencium karena ia merasa menang dan pasti sekali ini gadis benar-benar sudah takluk kepadanya. Akan tetapi, melihat betapa muka yang amat dibencinya itu mendekati mukanya, napas yang panas itu menyentuh pipi dan bibirnya, mata yang merah dan kumis yang jarang makin mendekat, Siang Hwi tak kuat menahan kemarahan, mengatasi rasa ngerinya terhadap tikus-tikus ini.

“Keparat jahanam! iblis berwajah manusia! Tidak sudi aku! Pergi...!!!” Siang Hwi meludah dan karena muka itu amat dekat, tentu saja ludahnya tepat mengenai Ma Chiang. Wajah perwira itu menjadi merah seperti udang direbus, dan seketika nafsuvberahinya padam, terganti kemarahan karena marah amat dihina. Dia Sam-tho-eng Ma Chiang, perwira tinggi pengawal istana, yang biasanya dihormati dan disembah-sembah, dapat memiliki setiap pertempuran yang dikehendakinya, kini dihina habis-habisan oleh gadis tawanan yang sudah tidak berdaya ini!

“Baiklah akan kubiarkan tikus-tikus ini menggerogoti daging di dadamu, kemudian tubuhmu yang bawah. !” sambil berkata demikian,

Posting Komentar