Setelah menunduk, Boh Tan-ping segera bergerak ke sisi kanan Tu Liong, dan dengan lebih cepat lagi mengayunkan senjata andalannya, melintang persis seperti mengikuti jejak tebasan pedang Tu Liong.
Tu Liong sedang membelakangi pedang Boh Tan-ping.
Namun dia merasakan hembusan pedang Boh Tan-ping mengarah ke lehernya.
Dia ikut menunduk dengan cepat.
Pedang menancap dengan erat ke batang pohon.
Serpihan kayu kecil berterbangan kemana-mana.
Tu Liong segera melemparkan dirinya ke sebelah kiri untuk menjauhi Boh Tan-ping.
Boh Tan-ping hanya tersenyum sinis.
Dia menarik pedangnya dengan kuat meninggalkan bekas goresan pedang yang mendalam di batang pohon.
Mereka berdua kembali berdiri saling bertukar pandang.
Tu Liong mengeluarkan pisau kecil dari balik bajunya.
Rupanya Boh Tan-ping pun tidak mau kalah, dengan tangan kirinya, dia kembali mencabut pisau kecil yang menyatu dengan pedangnya.
Kedua orang itu berdiri berhadap-hadapan.
Pisau di tangan kiri, pedang di tangan kanan.
Tiba tiba Cu Siau-thian lewat di antara mereka.
Wie Kiehong masih berusaha keras melukainya.
Setelah mereka lewat, Tu Liong langsung melancarkan serangan.
Sekejap saja, Tu Liong sudah melancarkan kombinasi serangan pisau dan pedang berulang ulang ke arah Boh Tanping.
Sambil menangkis serangan, Boh Tan-ping terus melangkah mundur.
Boh Tan-ping tidak mundur terlalu jauh.
Ada sebuah batu besar merintangi jejak jalan mundurnya.
Walaupun sedang menghindari serangan Tu Liong, Boh Tan-ping tetap menyadari adanya batu.
Setelah hampir menabraknya, Boh Tan-ping segera meloncat tinggi.
Tu Liong tidak mau melepaskan Boh Tan-ping begitu saja.
Dia pun ikut meloncat tinggi dan terus menyabetkan pedangnya padanya.
Boh Tan-ping bersalto di udara.
Dia menginjak dahan sebuah pohon dan menggunakannya sebagai pijakan untuk meloncat lebih tinggi dan menghindari tebasan pedang Tu Liong.
Boh Tan-ping mendarat dengan anggun di atas salah sahi dahan pohon.
Tu Liong berdiri diatas dahan pohon yang berseberangan dengan Boh Tan-ping.
Pertarungan babak kedua berhenti lagi.
Keringat mulai bercucuran.
Nafas mulai memburu.
Tidak lama Wie Kie-hong dan Cu Siau-thian kembali lewat diantara mereka.
Mereka berdua pun sedang meloncat-loncat dari pohon ke pohon terus kejar-kejaran seperti anjing mengejar kucing.
Setelah mereka lewat, pertarungan babak ke tiga dimulai.
Tu Liong meloncat menuju dahan yang diinjak Boh Tanping, sementara pada waktu yang bersamaan, Boh Tan-ping juga meloncat menuju dahan yang diinjak Tu Liong.
Mereka bertemu ditengah udara kosong diantara rimbunnya daun-daunan.
Pedang bertemu pedang, pisau bertemu pisau.
Sabetan sabetan kuat dan cepat hanya terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
Kekuatan tebasan mereka menggugurkan daun daun disekitarnya.
Membuat daun-daunan turun ke bumi bagaikan hujan.
Boh Tan-ping mendarat dengan mantap di atas dahan pohon.
Namun ketika dia berbalik, dia terkejut karena Tu Liong sudah kembali meluncur ke arahnya.
Rupanya Tu Liong hanya menggunakan dahan tempatnya mendarat sebagai tolakan agar dia kembali meluncur ke arah Boh Tan-ping.
Tu Liong segera menebaskan pedangnya kuat-kuat.
Boh Tan-ping masih agak kaget.
Namun dia segera meloncat menjauh.
Tebasan Tu Liong tidak mengenai sasaran.
Boh Tan-ping bersalto ketika dia melayang turun kebawah.
Tu Liong kembali menendang dahan pohon tempatnya berpijak agar menjadi tolakan yang kuat untuk mengejar Boh Tan-ping.
Dari posisinya bersalto, mendadak pisau kecil yang dipegang Boh Tan-ping melesat cepat bagaikan panah yang terlepas dari busurnya menuju Tu Liong.
Tu Liong terkejut.
Segera dia memiringkan kepala menghindari pisau.
Tapi pisau itu hanya berhasil menggores kulit pipinya.
Boh Tan-ping sudah mendarat.
Sekarang dia mengayunkan pedang untuk menyambut serangan Tu Liong dari atas.
Kedua pedang kembali beradu.
"TRAAANGGGG" Namun kali ini Boh Tan-ping mengalah dan langsung meloncat mundur agak jauh.
Tu Liong tidak melewatkan kesempatan ini untuk melempar pisau kecil yang masih dipegangnya.
Pisau kecil kembali melesat bagaikan panah menuju dada Boh Tan-ping.
Sekarang giliran Boh Tan-ping yang mengi-baskan pedangnya untuk menepis pisau yang melun-cur ke arahnya.
"TRANGG" Pisau itu terus melesat ke arah yang berbeda, tidak terhindarkan pisau menancap pada batang salah satu pohon.
Kedua orang ini kembali berdiri berhadapan.
Sebatang pohon melintang di antara mereka berdua.
Kali ini Cu Siau-thian dan Wie Kie-hong tidak lagi berkejarkejaran.
Cu Siau-thian terus melangkah mundur menghindari tusukan pisau Wie Kie-hong.
Malang baginya, dia tidak memperhatikan batang pohon yang melintang.
Cu Siau-thian terperanjat ketika dia menabrak batang pohon.
Wie Kie-hong langsung menghujamkan pisau-nya ke leher Cu Siau-thian.
"HENTIKAN!" tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi ditengah hutan Pada saat yang bersamaan, sesosok bayangan seseorang terbang mendekat.
Ternyata orang itu adalah Thiat-yan Kalau orang yang memberi perintah berhenti adalah Tu Liong, mungkin Wie Kie-hong akan mendengarkan perintah dan menghentikan serangan.
Namun sekarang Wie Kie-hong menurun kan pisaunya.
Sepertinya perintah Thiat-yan sudah memberikan dampak yang besar baginya.
Saat ini Cu Siau-thian sedang berdiri membelakangi batang sebuah pohon besar, kalau Thiat-yan tidak keluar menghentikan pertarungan, mungkin dia tidak bisa menghindari serangan Wie Kie-hong, pisau itu pasti sudah menancap di lehernya.
Apakah teriakan Thiat-yan memang bertujuan untuk menolong Cu Siau-thian" Kalau memang untuk menolong Cu Siau-thian, untuk apa dia melakukannya" Jangankan orang lain, bahkan Cu Siau-thian sendiri merasa bingung.
Tentu saja Thiat-yan bisa melihat tanda tanya besar yang tergambarkan didalam tatapan mata Wie Kie-hong.
Tapi dia tidak segera memberikan penjelas-an.
Dia hanya membalikkan tubuh pada Boh Tan-ping dan bertanya, "Paman Boh! mengapa kau ada disini?" "Mereka berdua menculikku kesini" Boh Tan-ping menunjuk pada Wie Kie-hong dan Tu Liong.
"Mengapa?" "Mereka terus berpendapat kalau aku tahu tentang keberadaan Wie Ceng" "Apakah kau tahu?" "Tentu saja aku tidak tahu" "Baiklah! kalau begitu silahkan paman pulanglah dulu" Boh Tan-ping hanya berdiri disana tidak bergerak.
"Paman Boh, apa lagi yang sedang kau tunggu?" "Aku menunggu kau pulang bersamaku" "Tidak perlu.
Aku sudah besar, aku bukan anak kecil lagi." Kata-kata Thiat-yan bermakna ganda.
"Aku bisa mengurus diriku sendiri...." "Baiklah! kalau begitu aku pergi dulu" Cu Siau-thian tidak mencoba menghentikan Boh Tan-ping.
walaupun dia memiliki hubungan dengan Boh Tan-ping, tapi tetap saja dia tidak merasa enak mencegahnya pergi.
Wie Kie-hong dan Tu Liong pun tidak menghalang halangi.
Sepertinya mereka semua mengerti apa maksud nona Thiatyan berkata seperti itu.
Boh Tan-ping berjalan pergi, langkahnya sangat perlahan.
Namun tidak masalah betapa pelannya dia berjalan, pada akhirnya dia berjalan keluar dari hutan.
Thiat-yan memandang Boh Tan-ping sampai sosok tubuhnya tidak terlihat lagi.
setelah itu dia membalikkan tubuh dan berkata dengan lembut pada Wie Kie-hong.
"Wie Siauya, apakah kau tahu mengapa aku mencoba menghentikan serangan mu" Aku meng-hentikanmu karena Cu Siau-thian tidak boleh mati" "Oh...?" "Kali ini aku datang ke Pakhia untuk mencari barang peninggalan milik ayahku.
Kalau Cu Siau-thian mati, kemana aku akan mencarinya lagi" kemana aku akan bertanya?" Cu Siau-thian hanya berdiri disana tidak bergerak sama sekali.
Sekarang situasi sudah menjadi satu lawan tiga.
Namun dia tampak tenang-tenang saja.
"Cu Taiya !" Thiat-yan berjalan mendekat ke arah Cu Siauthian "sekarang sebaiknya kau mulai menjelaskan padaku...." "Nona Tiat!" Cu Siau-thian berkata dengan dingin padanya, "aku katakan bahwa kopor kulit itu mungkin sekarang sedang berada ditangan Leng Souw-hiang.
Kalau kau tidak percaya, aku berjanji akan membantumu mencari tahu.
Tapi aku tidak mendapat hasil apapun kalau begini" "Sepertinya kata-kata yang kau ucapkan tadi tidak pantas diucapkan oleh seorang tuan besar, orang harus berani berbuat dan berani bertanggung jawab, aku adalah generasi muda, kalau tidak mencari tahu kejadian yang sebenarnya, apakah aku masih berani mencarimu sampai kesini?" "Nona Tiat, kau terlalu sungkan, begitu kau datang ke Pakhia, kau langsung melukai banyak orang, apa yang tidak berani kau lakukan?" "Apakah kau sedang berusaha membuatku bimbang?" "Tidak perlu seperti ini" Thiat-yan berpaling pada Tu Liong dan Wie Kie-hong.
"Bisakah kalian meninggalkan kami berdua?" Dari awal Tu Liong hanya terdiam.
Sekarang dia ikut ambil bicara.