Walet Besi Chapter 40

NIC

Tapi berdasarkan apa yang sudah dikatakan oleh Boh Tan-ping, cerita kalian berdua bertolak belakang" "Bagaimana ceritanya?" "Dia mengatakan bahwa Wie Ceng belum mati, mengenai cerita bahwa dia meninggalkan kediaman keluarga Leng Souw-hiang untuk menunaikan tugas, itu hanyalah isapan jempol saja.

Sebenarnya Leng Souw-hiang sengaja mengaburkan kejadian yang sebenarnya agar gerak-gerik Wie Ceng selanjutnya tidak akan diperhatikan orang lain" "Apakah benar Boh Tan-ping berkata seperti itu?" "Kau seharusnya dapat melihatnya.

Aku bukanlah orang yang suka berbohong" "Kau juga harus mempercayai kata-kataku.

Kalau Boh Tanping tidak sengaja mengatakannya untuk menggoyang fakta, dia pasti sudah menjadi korban penipuan Cu Siau-thian.

Wie Ceng sebenarnya sedang dibawah tekanan Cu Siau-thian.

Suatu saat nanti kau pun pasti akan mengerti" Tu Liong merasa sulit membuat kepastian.

Sebenarnya kata-kata siapakah yang dapat dipercayainya" Tapi dia sangat menghargai jawaban Thiat-yan, karena pemecahan masalah ini sangat menentukan banyak hal.

Sementara waktu dia mengesampingkan masalah ini.

dia lalu mengajukan pertanyaan yang lain.

"Thiat-yan, kapan kau berencana untuk turun tangan memaksa Cu Siau-thian menceritakan tentang kopor kulit berwarna kuning itu?" "Malam ini" "Apakah kau yakin bisa mendapat jawaban-nya?" "Kalau kau tidak ikut campur, setidaknya aku tidak merasa khawatir" Thiat-yan menjawab pertanyaan dengan sangat pandai.

Tentu saja ada kemungkinan kata kata ini keluar dari lubuk hatinya yang terdalam.

Pendek kata, kata-kata Thiat-yan ini tersirat niat persahabatan.

"Baiklah, aku akan menggunakan waktu yang tersisa untuk membuktikan yang mana yang benar yang mana yang tidak benar.

Malam ini aku tidak akan berada dirumah.

Nona, aku harus memberitahu satu hal.

Kau mungkin tidak memiliki kesempatan seperti yang kau bayangkan" Thiat-yan tertawa tapi tidak berkata apa-apa.

Setelah itu kedua orang ini bersama-sama makan makanan yang sudah terhidang didepan mereka dengan santai.

Selain itu mereka masih mengangkat cawan arak dan saling tos.

"Nona, ada satu hal yang sangat mengganjal di dalam hatiku" "Oo...?" "Mengapa kau bisa menerima Boh Tan-ping yang bermuka dua?" Thiat-yan berkata dengan penuh perasaan: "Orang itu sudah kupanggil paman dari kecil.

Setelah aku tahu dia masih mempertahankan hubungan dengan Cu Siau-thian, aku tetap tidak bisa berpaling muka darinya.

Lagipula ini bukan waktu yang tepat untuk berpaling." "Betul ! kata-katamu yang terakhir adalah kata-kata yang paling masuk akal" Thiat-yan tertawa manja.

Dia memiliki sifat lemah-lembut yang biasa dijumpai dikalangan nona muda, namun dia juga memiliki ketegasan yang dimiliki kaum pria.

"Aku datang ke Pakhia, lalu mengenal kau dan Wie Kiehong, aku merasa senang.

Sayang sekali diantara kita terdapat hubungan balas budi dan balas dendam yang rumit.

Masing-masing punya pendirian sendiri, kalau tidak...." "Nona, aku adalah orang yang sangat menyunjung tinggi kebenaran, dan menentang orang-orang yang berbuat jahat.

Nona tenang saja.

Didalam situasi apapun, kita bertiga selalu bisa menjadi kawan baik" "Benarkah?" "Aku tidak pernah berbohong" "Kalau begitu aku pantas memanggilmu dengan sebutan Tu toako" Tu Liong hanya tertawa, Thiat-yan juga ikut tertawa.

Sepertinya semua masalah persahabatan diantara mereka sudah terselesaikan "Adik Yan!" sekarang Tu Liong sudah menyebutnya dengan panggilan yang lebih akrab.

"Ada satu hal yang ingin kujelaskan.

Aku hanya memberimu satu kesempatan untuk datang menghadap Cu Siau-thian menanyakan tentang barang peninggalan ayahmu itu" "Hanya memberiku satu kesempatan" Apa maksud katakatamu itu?" "Hanya malam ini" "Sebenarnya aku juga hanya bisa melakukan malam ini saja..." "Oo..?" Tu Liong menyadari bahwa raut wajah Thiat-yan segera berubah menjadi serius, segera dia bertanya, "apa maksud kata-katamu itu?" "Toako! apakah kau masih belum mengerti" Cu Siau-thian tidak hanya memiliki ilmu silat yang hebat, selain itu dia juga pandai membuat siasat.

Aku hanyalah seorang gadis kecil, mana mungkin aku bisa menang melawan dia" Yang aku miliki hanya sebuah hati yang berbakti, dan darah yang panas.

Tapi pasti ada orang yang membantuku membalas dendam." Walaupun Tu Liong sangat terenyuh, tapi dia tidak menjawab.

Dia sangat mengerti bahwa janji yang diucapkan seperti bekas tato yang ditempel besi panas, selamanya dia tidak bisa ingkar.

Acara makan siang bersama ini harus berakhir juga.

Karena Thiat-yan sudah minum beberapa cawan arak, kedua pipinya merona merah.

Dia tampak semakin manis.

Diam-diam Tu Liong terpesona.

Namun dia berusaha untuk menahan perasaannya.

Setelah selesai, kedua orang ini berdiri.

Tempat mereka berdua makan adalah sebuah ruang makan tertutup, pintu masuknya ditutup rapat.

Tu Liong menarik pintu masuk bermaksud keluar bersiap-siap membayar rekening.

Tanpa diduga ternyata Hiong-ki sedang berdiri tegak didepan pintu masuk.

"Mengapa Hiong heng tidak masuk kedalam dan duduk bersama kami?" Mendadak Hiong-ki jatuh bergedebuk kedepan, sebuah pisau menancap di punggung.

Thiat-yan segera menggeliatkan tubuh bermaksud melesat menerjang keluar.

Namun dengan cepat Tu Liong menjulurkan tangannya dan menahan gerakannya.

Segera dia bertanya: "Kau mau kemana?" "Mengejar pelakunya" "Adik Yan!" mungkin karena tegang, secara reflek dia kembali memanggil panggilan akrabnya.

"Kepandaian Hiong-ki sangat tinggi, kau sudah tahu tentang hal ini.

kalau ada orang bisa begitu mudah menancapkan pisau di punggungnya, walaupun menemukan pelakunya, apa yang bisa kau lakukan terhadapnya?" Thiat-yan hanya mendengus keras.

Dia lalu melihat mayat yang tergeletak di tanah.

Dia tidak berkata sepatah katapun.

"Adik Yan! ayo kita pergi dari sini" "Apakah kita akan membiarkan Hiong-ki terbaring disini dan tidak memperdulikannya?" "Bukan tidak memperdulikan, tapi sekarang ini bukan waktu yang tepat.

Petugas polisi di Pakhia sangat merepotkan.

Bagaimana kau akan menghadapi mereka?" "Kalau begitu....kalau begitu apa yang harus kita lakukan sekarang?" "Percaya padaku.

Seluruh masalah ini akan kuselesaikan sendiri, kau harus segera pergi dari sini....

ayo kemari!" Tu Liong segera menarik tangannya "Cepat ikut aku" Kebetulan sekali seorang pelayan datang membawa sepiring makanan ringan.

Tu Liong segera mencegatnya: "Ayo antarkan, kami ingin membayar rekening" "Tidak perlu terburu-buru! "pelayan itu berkata dengan ramah, "coba anda cicipi makanan ringan ini, ini adalah makanan spesial yang khusus dibawakan dari tempat jauh...." "Kami akan memakannya lain kali.

Kami masih ada urusan mendesak!" Tu Liong khawatir pelayan ini menemukan mayat yang tergeletak di lantai.

Kalau dia berteriak teriak, mereka berdua pasti akan sulit melarikan diri.

karena itu dia terus mendesak pelayan tadi mengantar mereka kebawah.

Sampailah mereka di kasir tempat membayar makanan yang terletak didepan.

Segera Tu Liong membayar semua rekening makanan.

Setelah itu dia segera menarik Thiat-yan pergi.

Di luar rumah makan ada kereta kuda yang menunggu tamu yang ingin menumpang.

Kedua orang ini segera naik kereta.

Tu Liong segera menyuruh kusir kuda untuk berangkat: "Ke pintu sebelah barat kota" Dia lalu menurunkan tirai penutup jendela.

Kereta kuda langsung bergerak.

Tangan Thiat-yan masih berada di dalam genggaman tangan Tu Liong.

Kedua orang ini tampaknya tidak menyadarinya.

"Sekarang keadaan sudah berubah menjadi buruk.

Ada banyak hal yang harus aku mengerti, apa hubungan Hiong-ki dengan dirimu?" "Ceritanya panjang" "Kalau begitu tolong buatlah ceritanya menjadi singkat dan jelaskan padaku" "Dia seorang pengembara yang terkenal yang disebut "Dia yang berjalan sendirian"...." "Pengembara" Bagaimana kau bisa berhu-bungan dengan seorang pengembara?" "Kau mungkin sudah salah paham.

Orang -orang menyebutnya sebagai seorang pengembara karena dia tidak memiliki rumah ataupun keluarga.

Tidak punya ayah ataupun ibu.

Mereka tidak menyebutnya sebagai 'bandit pengembara'.

Kalau dia masih lebih muda sepuluh tahun, dia pasti akan dipanggil 'seorang pendekar dari negri timur'.

Kami berdua bertemu secara tidak sengaja.

Pada waktu itu aku baru berumur lima belas tahun.

Sejak saat itu, dia selalu memperhatikanku, dan merawatku....

"Kalau begitu kalian berdua pasti memiliki hubungan yang dekat" "Betul.

Hubungan kami seperti seorang ayah pada anak perempuannya.

Seperti kakak pada adik perempuannya.

Didalam hatiku, dia seperti seorang dewa pelindung" Kalian adalah orang yang sangat lurus.

Sekali melihatnya, aku langsung merasa kagum padanya....

betul juga! dia mempunyai sepucuk surat, ini adalah surat rahasia yang ditulis oleh Cu Siau-thian untuk Boh Tan-ping.

Apakah kau pernah melihat surat ini sebelum-nya?" "Belum.

Dia tidak pernah mengatakan tentang masalah ini padaku" "Aneh" seharusnya dia sudah memberitahu" "Dia tidak senang mengatakan kejelekan orang lain.

Aku pernah bertanya padanya, bagaimana pandangannya terhadap Boh Tan-ping.

dia hanya tertawa dan tidak berkata apa-apa" "Aneh.

Dihadapanku dia sudah beberapa kali mengatakan kejelekan Boh Tan-ping....adik Yan! dia begitu memperhatikan dirimu.

Kalau kau harus menghadapi seorang penjahat, dia pasti akan mengingatkanmu." "Sejauh pengetahuanku, dia adalah orang yang cuek (tidak banyak perduli).

Tapi didepanku dia selalu tertawa dengan sangat hati-hati.

berkata satu kalimat, melakukan suatu hal, selalu dilakukan dengan penuh perhatian." "Baiklah.

...

sekarang kita bahas pertanyaan kedua! Kirakira siapa yang membunuh Hiong-ki?" "Menurutmu?" "Aku yakin orang itu adalah Boh Tan-ping" "Mengapa kau tidak menyangka orang lain" Mengapa kau langsung menunjuk padanya" jangan menilai dengan subjektif" "Aku mengatakan hal ini karena aku memiliki sebuah bukti" "Apa buktinya?" "Aenjata yang digunakan oleh Boh Tan-ping adalah pedang bergigi gergaji" "Betul" "Kemarin ini dia pernah menghadang jalanku, lalu bermaksud membunuhku.

Untung saja sebelum dia berhasil, Hiong-ki datang menolongku" "Apakah benar terjadi seperti ini?" Thiat-yan terlihat sungguh terkejut "Bahu kananku terluka parah.

Posting Komentar