“Ahhh, sekarang mengertilah aku mengapa aku harus menerima uang Lima puluh ons itu, kiranya untuk membeli rumah baru ltu!” katanya dengan sinar mata cerdik.
“Dan yakinlah bahwa jumlahnya tidak akan berhenti sampai lima puluh saja,” kata isterinya.
“Akan kita terima lebih banyak lagl. Nah, kalau kita mendapatkan rumah baru, pakaian dan perhiasan, apa salahnya kalau aku membiarkan dia bermain-main sedikit dengan tubuhku.” Suaminya mengangguk- angguk, membayangkan uang dalam jumlah banyak akan diterimanya dari majikannya itu. Dia sudah mengenal benar watak majikannya. Gila perempuan dan royal sekali kalau sudah tergila-gila kepada seorang perempuan, dan isterinya memiliki segala-galanya untuk membuat Shi Men tergila-gila.
“Jika dia datang lagi besok ketika aku sedang ke toko, layanilah dia dengan baik dan manis, dan berlakulah seperti aku tidak tahu apa-apa akan hubungan antara kalian. Kita harus memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan ini untuk mengumpulkan uang sebanyaknya tanpa bekerja susah payah.”
“Tentu saja engkau senang sekali, karena bekerja sedikitpun engkau ikut menikmati hasilnya yang berlimpah-Iimpah. Kalau saja engkau tahu penderitaan apa yang dirasakan isterimu untuk mendapatkan semua itu!” Suami isteri itu saling pandang untuk beberapa lamanya, kemudian mereka tertawa bergelak dan saling rangkul.
Kim Lian merasa berduka sekali. Segala daya upaya ia lakukan, bujuk rayu disertai air mata, curnbu rayu yang paling mesra, segala sudah ia lakukan untuk merebut kembali hati Shi Men, namun semua itu sia- sia karena kembali. Shi Men pergi mengunjungi kekasih barunya Wang Liok Hwa, atau Nyonya Han di Jalan Singa, dan bayangan Kim Lian sudah terlupakan lagi. Bahkan pada ulang tahun kelahirannya, Shi Men tidak merasa perlu untuk tinggal di pondoknya. Sebaliknya, Shi Men menghabiskan waktunya sehari lamanya di dalam Kuil Raja Kamala, ditemani oleh dua orang sahabat baiknya Ying Po Kui dan Cia Si Ta dan kakak laki-laki dari Goat Toanio,
juga kakak dari Nyonya Peng, untuk merayakan pemberian nama Kuil kepada puteranya agar bebas dari pengaruh roh jahat. Bukan hanya Pendeta Bu yang hadir, akan tetapi atas permintaan Shi Men semua pendeta enam belas orang banyaknya, hadir dalam upacara dan perayaan itu. Shi Men Bahkan mengambil keputusan untuk bermalam di dalam Kuil itu. Dengan lesu Kim Lian duduk bersama madu- madunya di rumah induk, tempat yang ditinggali oleh Goat Toanio sebagai isteri pertama. Mereka menanti munculnya Shi Men dengan sia-sia. Sementara itu, Goat Toanio berada di kamar tidurnya, ditemani seorang pendeta wanita bernama Wang Nikouw. Melihat keadaan nyonya rumah seperti orang yang berduka, nikouw itu bertanya,
“Mengapa anda nampak selalu berduka dan tidak pernah kelihatan gembira?” Goat Toanio menghela napas panjang.
“Bagaimana saya dapat bergernbira dengan nasib seperti saya ini?” Ia lalu menceritakan bahwa dalam bulan ke delapan, ketika ia menaiki tangga loteng rumah kenalannya, ia terpeleset dan terjatuh sehingga rnengalami gugur kandungan.
“Ah, hal itu sungguh menyedihkan, nyonya, siapa tahu anak itu akan terlahir sebagai seorang putera yang berjasa kelak. Akan tetapi yang melahirkan seorang putera bahkan nyonya ke enam yang belum lama tinggal di dalam keluarga ini.”
“Kehendak Tuhanpun terjadilah!” kata Goat Toanio dengan pasrah.
“Akan tetapi, Toanio, agaknya dalam hal ini saya dapat membantu. kepala pendeta Kuil kami, Pi Nikouw, mempunyai ramuan obat yang pernah dicobakan kepada Nyonya Chen, isteri Sekretaris Kementerian. Nyonya Chen itu usianya sebaya dengan Toanio dan ia tidak mempunyai anak, walaupun beberapa kali ia mengalami gugur kandungan. Akan tetapi setelah ia minum ramuan obat dari Pi Nikouw, baru-baru ini ia melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat. Hanya satu syaratnya pada resep obat itu.”
“Dan apa syarat itu?”
“Obat itu harus dicampur dengan ari-ari dari anak pertama. Ari-ari Itu harus dicuci dengan arak, lalu dikeringkan dan dibakar menjadi abu. Nah, abu inilah yang harus dicampur dengan obat itu, dan diminum dalam perut kosong, tak dilihat siapapun juga. Sebulan kemudian akan datanglah kehamilan itu.” Mendengar ini, wajah muram itu berubah, berseri dengan harapan baru.
“Wang Nikouw, anda harus membantu saya dan mohon kepada Pi Nikouw untuk berkunjung kepadaku.”
“Baiklah, Toanio, dan saya akan menyediakan ramuan itu. Akan tetapi saya tidak tahu ke mana saya harus mencari ari-ari itu.”
“Akan saya beri uang untuk itu.”
“Baiklah. Saya akan memberitahu setelah minuman itu siap. Tidak akan makan waktu lebih dari setengah bulan.”
“Akan tetapi hal itu harus menjadi rahasia antara kita saja.”