Tiba-tiba Ban-tok Sian-li berlutut di dekat orang itu dan mendorongnya.
"Rebahlah telentang!" perintahnya .
"Eh, ada apa.....? Engkau engkau mau apa ? "
"Cerewet! Diamlah dan telentanglah!" Kembali ia memerintah. Thio Cin Kang menjatuhkan diri telentang. Jari-jari yang mungil itu dengan cekatan lalu membuka kanci ng baju itu sehingga nampak dada yang bidang dan tegap itu telanjang.
Ban-tok Sian-li lalu menotok dengan telunjuknya ke arah sekeliling luka di dada untuk menghentikan jalan darahnya, kemudian tanpa ragu lagi ia lalu menempelkan bibirnya pada dada yang terluka, menghisap keluar Jarum yang mengeram ke dalam dagi ng.
Thio Cin Kang memejamkan matanya. Bukan karena nyerinya. Nyerinya dapat dia pertahankan, bahkan lebih dari itupun dia dapat menahannya. Akan tetapi, muka yang halus itu, rambut yang harum itu, dan terutama bibir hangat yang menempel dan menghisap di dadanya itu. Tidak kuat dia membuka matanya karena itu semua. Dia merasa seperti dalam mimpi indah. Wanita itu menghisap luka nya! Luka beracun di dadanya yang telanjang. Benar-benarkah hal seperti ini dapat terjadi? Hisapan itu berhenti dan bau harum itu menjauh. Dia membuka matanya. Wanita itu memandang kepadanya .
"Jarum itu sudah keluar, akan tetapi tanpa obat pemunah darik u, engkau tetap saja akan mati."
"Kuserahkan nyawaku di tanganmu, nona eh,
nyonya... maafkan aku..." Wanita yang usia nya tentu sudah lebih, dari pada tampaknya itu tentu saja sudah bersuami. Betapa bodohnya membayangkan yang bukan-bukan. Tidak tahu malu!
"Plaakkk _!" Tiba-tiba pipinya ditampar ! Dia terkejut dan terbelalak! Baru saja menyedot racun dari luka dil dadanya dan kini sudah menghadiahi sebuah tamparan keras! Betapa anehnya wanita ini .
"Ehh, kenapa. ?" tanyanya gagap . "Aku belum pernah menika h dan engkau berani menyebutku nyonya?"
"Aih, maafkan aku, nona. Eh, aku ..... aku sungguh tidak tahu, dan agak nya sekarang aku dapat menduga siapa adanya nona. Bukankah nona yang berjuluk Ban- tok Sian-li ?"
"Hemm, engkau sudah mengenal namaku. Baik sekali, engkau akan mati dengan mengenal siapa pembunuhmu. Aku memang Ban-tok Sian-li Souw Hian Li, majikan dari Lembah Maut....." Tiba-tiba suaranya melemah karena ketika menyebutkan tempat itu, ia teringat betap tempat itu telah terbasmi habis.
"Aku akan mati dengan mata terpejam, nona."
"Tidak, engkau tidak akan mati Kau kira pe rcuma saja aku menyedot keluar jarum tadi?" la mengeluarkan bubuk obat penawar racun itu dan membubuhkan obat itu kepada luka di dada, menekan-nekannya, kemudian ia mengeluarkan sebotol kecil arak dan menyuruh minum arak bercampur obat. Setelah diobati dan minum arak obat, Thio Cin Kang tidak merasa sakit lagi pada dadanya.Dia mengancingkan lagi bajunya, kemudian ikut pula berdiri seperti Ban-tok Sian-li.
"Nona Souw, aku Thio Cin Kang menghaturkan banyak terima kasih kepadamu yang sudah mengampuni aku dan menyelamatkan aku dari maut. Telah lama aku mendengar nama besar nona sebagai seorang yang membantu perjuangan dan aku kagum sekali kepadamu, nona."
"Hemm, tadi engkau berterima kasih karena aku hendak membunuhmu, sekarang berterima kasih karena aku menyelamatkanmu. Sebenarnya, apa yang kau- kehendaki? Engkau tadi ingin mati, sekarang ingin hid up
! "
Thio Cin Kang menarik napas panjang. "Nona Souw, setengah tahun yang lalu, isteriku keguguran dan meni nggal dunia. Aku sudah menjadi putus asa, tidak mempunyai isteri tidak mempunyai anak, dan biarpun semua orang membujukku untuk menikah lagi, aku tidak menemukan orang yang cocok. Aku bosan hidup dan ingin mati saja. Akan tetapi setelah bertemu denganmu, nona. Aku kagum bukan main! Aku rela mati di tanganmu, dan sungguh amat berbahagia bahwa nona tidak membunuhku bahkan menyelamatkan aku. Nona memberi harapan baru bagiku. Kalau saja nona sudi memberi kesempatan kepadaku untuk membantumu, membantu apa saja, aku rela mengorbankan nyawaku untuk membantu dan membelamu, nona Souw."
Souw Hian Li menjadi merah sekali wajahnya, la bukan anak kecil, ia tahu apa yang tersembunyi di balik dada yang bidang itu, yang terkandung di dalam hati pria ini. Akan tetapi ia pura-pura tidak mengerti dan bertanya, "Thio-pangcu, mengapa engkau begitu mati-matian percaya kepadaku dan menyerahkan nyawamu kepadaku? Mengapa pula engkau rela berkorban untuk membantuku, rela berkorban nyawa sekalipun untuk membelaku? Mengapa? Aku suka akan sikap yang terus terang, tidak bersembunyi-sembunyi dan bertele-tele!"
Thio Cin Kang menelan ludahnya untuk memberanikan dirinya. "Mungki n mendengar ucapanku, nona akan menjadi begitu marah dan turun tangan membunuhku. Kalau begitu halnya, aku siap menerima kematian di tanganmu. Terus terang saja, nona. Begitu bertemu denganmu, melihatmu dan melihat sikapmu; mendengar suaramu, aku langsung jatuh cinta kepadamu, nona Souw. Kalau ada wanita di dunia ini yang kuingin mengambil sebagai isteriku, engkaulah wanita itu dan tidak ada lai n wanita lagi ! "
Mendengar pengakuan yang demikian jujur dan gagahnya, Souw Hia n Li tercengang dan tertegun, walaupun ia sudah menduganya bahwa pria itu jatuh cinta kepada nya, la menanyai hatinya sendiri dan harus diakuinya bahwa pria ini lain dari pada pria lain. Begitu jantan, begitu gagah, begitu jujur. Kelembutan hatinya sebagai wanita tersentuh sebagaimana yang belum pernah dirasakan sebelumnya dan ia menundukkan mukanya yang kemerahan dengan sikap tersipu malu, seperti seorang gadis belasan tahun menerima pernyataan cinta seorang perjaka!.
Thio Cin Kang juga bukan seorang pria muda. Usianya sudah empatpuluh tahun dan sungguhpun dia bukan tergolong pria yang mata keranjang, namun dia sudah dapat membaca isi hati wanita yang berdiri di depannya dengan muka ditundukkan dan tersipu itu.
"Li-moi !" Dia berbisik.
Souw Hian Li terkejut. Panggilan itu begitu terasa asing baginya, asi ng akan tetapi begitu merdu dan manis, la mengangkat muka memandang. Dua pasang mata bertemu, bertaut sampai lama, kemudian Hian Li menunduk lagi.
"Pang-cu, jangan begitu tergesa "
"Kenapa, Li-moi? Bukankah engkau menghendaki keterus-terangan? Da n aku Sudah membukakan pintu hatiku, mengeluarkan semua rahasia hatiku kepadamu. Aku jatuh cinta kepadamu, Li-moi, dan kalau engkau sudi, aku ingin sekali hid up bersamamu, sebagai suami isteri, membentuk kehidupan baru yang penuh damai dan ketenteraman. Sudikah engkau, Ll-moi?"
"Nanti dulu, Thio-pangcu "
"Mohon jangan sebut aku pang-cu Li-moi. Terdengarnya begitu asing. Mau kah engkau menyebut toako kepadaku?"
"Baiklah, Thio-twako. Akan tetapi kukatakan bahwa engkau tidak perlu tergesa-gesa.. Kalau memang kita berjodoh, tidak akan ada yang menghalanginya. Aku hidup seorang diri dan engkau juga seorang diri, jadi apa halangannya? Engkau cinta padaku dan aku aku
kagum dan suka kepadamu. Akan tetapi kita baru saja bertemu dan aku masih mempunyai tugas yang harus kuselesaikan."
"Tugas apakah itu, Li moi ? Aku akan membantumu!" "Tugas membunuh Perdana Menteri Jin Kui!"
Thio Cin Kang terkejut dan terbelalak memandang kepada wanita itu. "Engkau bersungguh-sungguhkah, Li- moi? Membunuh Perdana Menteri Ji n Kui?"
"Ya! Mengapa?.Engkau takut?"
"Tidak seujung rambutpun aku takut dalam membantu dan membelamu, Li moi. Aku hanya terkejut karena tugas itu sungguh sama sekali tidak ringan dan amat sukar. Perdana Menteri Jin Kui yang jahat dan licik itu terli ndung oleh jagoan-jagoan yang tinggi ilmunya. Akan tetapi lebih dulu aku ingin tahu, mengapa engkau hendak membunuhnya?"
"Mengapa? Dia menyuruh pasukan dan para jagoannya untuk membasmi tempat tinggal kami. Lembah Maut di Sungai Yang-ce. Karena dia anak buahku banyak yang tewas dan tempat tinggalku dirampok dan dibakar. Aku harus membunuh anjing penjilat dan pengkhianat itu!"
"Hampir semua pejuang mempunyai keingi nan yang sama. Akan tetapi betapa sukarnya. Biarpun demikian, aku akan membantumu, Li-moi. Biar untuk itu kukorbankan nyawaku, aku siap membantumu. Akan tetapi agar usaha kita tidak mengalami kegagalan seperti yang pernah dilakukan para pejuang, kita harus mempergunakan siasat dan mengatur yang matang. Marilah, Li-mol. Marilah engkau singgah di tempat kami agar kita dapat membicarakan rencana siasat itu lebih matang lagi."
"Baik, twako. Dengan bantuanmu, kuharap akan dapat membalas dendamku kepada pengkhianat itu!"
"Ada Satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepadamu, Li-moi. Aku akan selalu merasa penasaran sebelum mendapat keteranganmu."
"Hal apakah itu? Tanyakanlah, akan kujawab." "Tentang senjatamu itu. Kalau aku tidak salah sangka,
bukankah itu yang disebut Mestika Golok Naga, golok
milik istana yang telah dicuri orang? Bagaimana dapat berada padamu? Aku tidak percaya bahwa engkau. "
"Kenapa berhenti bicara? Katakan saja bahwa engkau menduga aku pencuri golok pusaka itu, bukan? Engkau keliru, Bukan aku pencuri golok pusaka itu. Pencurinya adalah seorang kaki tangan Panglima Wu C hu dari Kerajaan Kin bernama Hak Bu Cu dan aku telah menewaskannya Golok ini telah diserahkan kepada Panglima Wu Chu dan .......dan akhirnya Jatuh ke tanganku." Tentu saja Ban-tok Sian-Li Souw Hia n Li tidak mau menceritakan cara ia merampas golok itu dari tangan Tan Tiong LI, dengan cara licik, yaitu melukai puteri Sung Hiang Bwee kemudian menukar keselamatan gadis itu dengan golok pusaka.
"Golok pusaka itu harus dikembalika n kepada Kaisar, Li-moi."
"Kelak kalau sudah tercapai maksudku membunuh Perdana Menteri Jin Kui "
"Benar Juga, aku sudah menemukan cara yang baik, siasat yang tepat untuk dapat berhadapan dengan Jin Kui dan membunuhnya. Yaitu dengan golok ini. Kita mohon menghadap Perdana Menteri Jin Kui. Kalau kita memakai alasan! untuk mengembalikan Mestika Golok Naga, kurasa dia akan mau menerima kita."
"Bagus ! itu siasat yang baik sekali, Thio-twakol" seru Souw Hian Li dengan girang.
"Mari kita bicarakan di rumah.!"