“Ah, jangan khawatir, Nyonya. Sudah sering aku menyembuhkan orang yang menderita penyakit seperti Nyonya ini Akan kubuatkan resep untuk membeli obat. Tabib itu menerima upah lima keping perak. Nenek Bi membeli obat menurut resep Tabib itu dan Nyonya Hua minum obat yang dimasak dan merasa sehat kembali. la dapat tidur nyenyak, suka pula makan dan beberapa hari saja sudah sembuh kembali.
Dengan girang ia lalu mengundang Tabib Kiang dalam Suatu perjamuan makan untuk menghaturkan terima kasih. Tentu saja Tabib itu menerima ini dengan hati girang karena memang dia telah terpesona dan tertarik sekali kepada pasiennya yang cantik jelita itu. Apalagi ketika bertemu dengan Nyonya yang kini telah sehat kembali itu, setelah kedua pipinya menjadi halus kemerahan, sepasang matanya yang jeli bersinar-sinar dan bibirnya yang merah mengembangkan senyum, tubuhnya yang elok mengenakan gaun yang indah, Tabib Kiang menjadi kagum. Diapun digembirakan oleh hadiah tiga ons perak yang diberikan oleh Ciu Hwa pelayan Nyonya Hua atas nama majikannya. Nyonya Hua menyuguhkan Secawan arak sambil berkata,
“Berkat pertolonganmu, saya telah sembuh sama sekali dari penyakitku, Sin-she. Sebagai tanda terima kasih, terimalah secawan arak ini dariku.” “Ah, Nyonya. Aku hanya melakukan tugasku sebagai Tabib” kata Tabib Kiang. Setelah minum tiga cawan arak, Tabib Kiang menjadi agak mabuk, bukan saja mabuk arak, melainkan terutama sekali mabuk melihat lekuk lengkung tubuh muda itu. Keberaniannya timbul dan kata-katanya mulai agak terlepas.
“Bolehkah aku mengetahui berapa usiamu sekarang Nyonya?” “Dua puluh empat tahun”
“Berapa lamakah sejak suamimu meninggal dunia?”
“Dia meninggal dalam bulan sebelas setahun lalu, karena penyakit paru-paru. Sudah delapan bulan sejak kematiannya.” Janda muda itu menarik napas panjang.
“Apakah tidak kau panggilkan Tabib Nyonya?” “Pernah kupangil Tabib Hu dari Jalan Besar.”
“Ah si Hu yang dijuluki si mulut Setan itu.? Tabib dukun lepus yang tinggal di rumah seorang kebiri Liu itu? Wah, dia Itu hanya dukun lepus tukang tipu, tak pernah pelajari ilmu keTabiban. Kenapa Nyonya memanggil orang macam dia?”
“Aku mendengar tentang dia dari para tetangga, dan sejak kematian suamiku aku tidak, pernah lagi mengundangnya.”
“Apakah engkau mempunyai putra atau putri, Nyonya?” “Tidak”
“Sayang, sayang! Masih begini muda belia harus hidup menyendiri, Tidak mengherankan kalau engkau menderita batin, Nyonya. Apakah engkau tidak pernah mempuyai niat untuk menikah lagi?”
“Memang pernah, dan sudah . Kuharap saja dalam waktu dekat ini aku akan dapat rumah tanggaku yang baru.”
“ Kalau boleh aku mengetahui, siapa?”
“Tuan Shi Men, pemilk obat di dekat benteng.”
“Wah! Orang itu! Akan tetapi Nyonya yang baik, bagaimana engkau dapat memilh orang itu! Sebagai Tabib keluarganya aku mengenal benar keadaannya. Dia adalah orang yang menyuap sana-sini, yang menguasai para pejabat dengan uangnya. Di samping pembantu-pembantu dan pelayan-pelayan wanita yang banyak, dia selalu mempunyai lima atau enam orang isteri di dalam rumahnya. Dan jika seorang isteri tidak lagi menyenangkan hatinya, dia mencambuknya atau menjualnya keluar melalui perantara. Diapun pemimpin dari segerombolan pemerkosa dan penculik gadis-gadis atau isteri orang. Ada baiknya aku tidak terlambat untuk memperingatkanmu, Nyonya. Menikah dengan orang itu sama saja dengan memasukkan, kepala sendiri ke mulut harimau, anda akan menyesal sekali kemudian. Lebih dari itu, akhir-akhir ini dia terlibat dalam urusan kejahatan yang menyeret nama mertua dari puterinya. Tidak tahukah engkau bahwa kini puteri dan mantunya telah bersembunyi di dalam rumahnya? Itulah sebabnya mengapa pembangunan di rumahnya dihentikan. Kepala daerah telah menerima pemberitahuan dari Kotaraja tentang putusan hukum buang bagi semua keluarga mantunya. Siapa tahu dia sendiri akan tersangkut, dihukum dan harta bendanya akan disita? Kalau sudah begitu apa akan jadinya dengan para isterinya? Sungguh malang nasib mereka.”
Nyonya Hua tercengang dan menjadi gelisah. la teringat akan miliknya yang dititipkan kepada Shi Men. Sekarang mengertilah ia mengapa Shi Men demikian lamanya tidak menampakkan diri. Terbayanglah olehnya bahwa akan lebih menguntungkan dan menenteramkan kalau ia menikah dengan laki-laki yang ramah, baik hati dan menyenangkan seperti Tabib kiang ini. Akan tetapi tentu saja ia tidak tahu apakah Tabib ini suka untuk menjadi suaminya.
“Aku berterima kasih sekali atas nasehatmu” katanya setelah lama berdiam diri beberapa lamanya dan rasa kagetnya mereda. “Aku akan dengan senang hati menerima usul-usulmu jika engkau dapat menunjukan satu di antara teman-temanmu sebaga seorang suami yang baik dan boleh dipercaya.”
“Aku akan mencoba untuk memilihkan, akan tetapi aku tidak tahu bagaimana seleramu, Nyonya, Laki- laki bagaimana yang kau sukai?”
“Keadaan lahirnya tidak begitu penting asal dalam hal lainnya dia seperti engkau.” mendengar ini, Tabib Kiang tak dapat menahan diri saking girangnya. Dia meloncat dari atas bangkunya dan menjatuhkan diri berlutut di depan janda muda yang cantik jelita itu.
“Ah, Nyonya yang mulia. Aku tidak dapat menyembunyikan kenyataan bahwa di dalam rumahku tidak ada searangpun wanita yang hidup di sampingku. Hidupku seorang diri dan sebatangkara, Kalau engkau sudi menerimaku, aku akan berbahagia sekali untuk menemanimu hidup untuk selamanya.” Nyonya Hua tersenyum manis,