“Semenjak kematian suamiku, hanya engkaulah seorang yang menjadi harapanku, penolongku dan satu- satunya orang yang mulia bagiku, oleh karena itu aku mohon, sudilah kiranya engkau menerimaku sebagai pelayanmu, membereskan tempat tidurmu, dan menjadi adik dari isteri-isterimu.” Kedua mata yang bening indah itu basah oleh air mata dan sinarnya peruh permohonan. Dengan tangan kanan Shi Men menerima cawan penuh arak yang disuguhkan dan tangan kirinya membantu wanita itu bangkit.
“Kata-katamu yang penuh cinta mengharukan hatiku, sayang. Jangan khawatir, setelah habis masa perkabunganmu akan kubicarakan hal ini dengan orang-orang rumah.” Mereka lalu makan minum dengan gembira sambil bercakap-cakap, dilayani oleh gadis pelayan Nyonya Hua yang manis, Ciu Hwa.
“Bagaimana dengan rencana bangunan baru di bekas tempat tinggalku itu?” tanya Nyonya Hua.
“Akan dimulai bulan depan. Semua bangunan lama akan dibongkar, kecuali pondok tiga kamar di sudut itu. Aku mau membuat sebuah taman dengan bukit kecil dan memperbaiki pondok itu, juga menambah ruangan.” Nyonya Hua menunjuk ke tembok di belakang pembaringan,
“Aku menyimpan dalam beberapa peti teh seratus kilo lilin putih, empat puluh kilo mrica, dua guci air raksa dan beberapa macam barang berharga lagi. Harap utusan orang mengangkutnya dan menjualkannya. Sebagian dari uang penjualan itu akan kuserahkan kepadamu untuk membantu membiayai bangunan itu. Aku tidak sabar lagi menanti untuk dapat tinggal bersamamu, secepat mungkin. Aku tidak dapat hidup jauh darimu.” Dengan hati terharu Shi Men mengusap air mata yang membasahi kedua mata itu dengan saputangannya. “Bersabarlah sampai masa perkabunganmu lewat sambil menanti jadinya bangunan baru itu.”
“Apakah untuk sementara aku tidak bisa tinggal bersama isterimu yang ke lima? Hubunganku dengannya dan dengan isterimu yang ke tiga baik sekali, Aku agak meragukan isterimu yang pertama, ada sesuatu dalam pandang matanya yang tidak menyenangkan.
“Ha-ha, jangan salah duga, Isteri pertamaku itu baik hati sekali. Kalau tidak, mana mungkin ia membolehkan aku memiliki isteri sampai begitu banyak? Akan tetapi, sabarlah, pondok baru itu kubangun untukmu seorang, dan tentang permintaanmu tadi, biar kubicarakan dengan mereka.”
“Aih, Koko yang tercinta...” Nyonya Hua tenggelam ke dalam rangkuan Shi Men dan selanjutnya mereka berdua membiarkan diri hanyut dalam gelombang nafsu yang menggelora. Sampai pada keesokan harinya, mereka masih belum mau meninggalkan kamar tidur bagaikan tak pernah merasa puas Laporan pelayan akan kedatangan A Thai, pelayan pribadi Shi Men, mengganggu mereka dan akhirnya terpaksa Shi Men keluar kamar dengan alis berkerut karena merasa terganggu . Dengan sikap takut-takut melihat majikannya marah, A Thai segera melapor bahwa dia diutus Goat Toanio karena lima orang pedagang dari selatan yang menjadi langganan rempah-rempah Shi Men datang menyetorkan dagangan mereka.
“Apakah kau katakan bahwa aku berada di sini?” bentak Shi Men.
“Tidak, saya memberi tahu bahwa Kongcu berada di rumah pelesir bersama para sahabatnya.” “Bagus, Hemm... pedagang-pedagang sialan itu mengganggu saja. Tentu mereka kehilangan pasaran maka bergegas mencariku. Menyebalkan saja mereka itu, hanya mengganggu saja”
“Aih, Koko, pekerjaan adalah yang terpenting. Pergilah temui mereka, karena Goat Toanio tentu akan curiga kalau engkau tidak, ke sana. Pula, kita masih mempunyai banyak waktu dan kesempatan yang manis di masa depan. Pergilah dan jangan abaikan pekerjaanmu!” Akhirnya Shi Men pergi juga, menerima penyetoran rempah-rempah, menimbang dan menghitung, menyuruh pembantunya membayar. Setelah selesai, diapun pergi ke pondok Kim Lian.
“Hemm, ke mana saja engkau Semalam? Jangan mengelak atau menyangkal, aku tidak begitu bodoh untuk kau bohongi. Aku dapat melihat bahwa wanita itu tergesa-gesa menginginkan kau pulang agar dapat memasukkan engkau. Engkau telah tidur semalam suntuk dengannya, bukan?” Kim Lian menyambutnya dengan tuduhan ini. Shi Men tidak dapat menyangkal lagi dan dia menceritakan bagaimana Nyonya Hua yang malang itu merasa kesepian dalam hidupnya, dan betapa ia mohon diterima menjadi selirnya dan untuk sementara minta tinggal bersama Kim Lian.
“Biarkan ia datang, kehadirannya akan menghiburku karena akupun kesepian di sini setelah engkau semakin jarang mengunjungiku. Akan tetapi, bagaimanapun juga, harus dimintakan persetujuan Goat Toanio.”
“lapun masih harus menghabiskan masa perkabungannya,” kata Shi Men. Dia lalu mengutus orang mengambil barang-barang dari rumah Nyonya Hua dan menjualkannya. Kesemuanya laku tiga ratus ons perak yang diambil seratus delapan puluh ons oleh Nyonya Hua, sedangkan selebihnya ia berikan kepada Shi Men untuk membantu pembiayaan bangunan pondok baru. Setelah memilih hari baik, pembangunan itupun dimulai. Akan tetapi Goat Toanio tidak setuju kalau Nyonya Hua untuk sementara tinggal di pondok Kim Lian,
“Hal ini hanya akan mendątangkan kecurigaan saja, amat tidak enak bagi kita. Pertama-tama, la adalah isterl sahabatmu sendiri, ke dua, ia masih berkabung, apalagi engkau telah membeli rumah dan pekarangan mereka. Dan ke tiga, yang harus diperhatikan, adalah Kakak tertua dari Hua Ce Shu yang terkenal jahat itu. Tentu dia tidak tinggal diam dan menyebarkan desas-desus buruk untuk menjatuhkan nama keluarga kita.” Mendengar ini, Shi Men menjadi ragu-ragu dan dia minta nasihat Kim Lian bagaimana harus mengatakannya kepada Nyonya Hua.
“Mudah saja,” kata Kim Lian, “Katakan bahwa sebelum bangunan baru itu jadi, di sini tidak terdapat kamar kosong untukmu dan agar ia bersabar sampai pondok yang dibangun itu jadi. Setelah itu Kalau ia tinggal sekamar denganku, engkau tidak akan mendapatkan apa-apa, Jangan harap untuk dapat mendekati ia di depan hidungku, juga tak mungkin engkau dapat bermain cinta denganku di depan hidungnya.” Shi Men tertawa,
“Baiklah akan ku katakan demikian kepadanya.” Shi Men lalu pergi mengunjungi Nyonya Hua yang dapat menerima alasan ketika Shi Men menceritakan seperti yang dinasihatkan Kim Lian kepadanya. Bahkan Nyonya Hua lalu melayani Shi Men dengan penuh kemesraan dan terulang kembalilah pencurahan kasih sayang di antara mereka. Akan tetapi, menjelang tengah malam, kembai datang gangguan ketika muncul pula kacung A-Thai. Hampir saja Shi Men memukul kacung itu yang dianggap mengganggu kesenangannya, akan tetapi A Thai cepat berlutut dan melaporan bahwa dia diutus oleh Goat Toanio untuk mencari dan menyusul Shi Men untuk mengabarkan bahwa puterinya dan mantunya telah datang tanpa berita lebih dulu membawa banyak sekali barang. Dan Goat Toanio minta agar malam itu juga dia pulang karena ada berita yang teramat penting untuk dibicarakan.
“Sialan!” Shi Men mengutuk dengan hati kesal, akan tetapi terpaksa pula dia berpakaian dan meninggalkan kekasihnya. “Urusan apakah yang membawa kalian datang malam-malam begini?” Shi Men bertanya ketika tiba di rumah dan bertemu dengan puterinya dan mantunya. Chen Ceng Ki, mantu Shi Men, memberi hormat kepada Ayah mertuanya dan mengeluarkan sesampul surat, memberikannya kepada Shi Men. Shi Men menerima surat itu dan cepat membacanya.
Surat itu ditulis oleh Chen Hung, Ayah Chen Ceng Ki Ki atau besannya, yang memberitahukan peristiwa yang amat mengejutkan. Kiranya Jenderal Yang, Saudara misan atau paman dari Chen Ceng Ki, telah dikalahkan saingan-saingannya di depan Kaisar, dinyatakan bersalah dan bertanggung jawab atas kekalahan dan kerusakan pasukan. pemerintah di perbatasan yang dihancurkan para pemberontak. Sebagai hukuman, Jenderal Yang ditangkap, dipenjara dan semua keluarganya juga ditangkap dan dibuang ke daerah perbatasan! Di antara anggauta keluarga Jenderal Yang,. mereka yang di buang termasuk pula Chen Hung, besan Shi Men! Sebagai penutup dalam suratnya, Chen Hung mohon kepada Shi Men untuk Merima puteranya dan mantunya yang lari mengungsi dan melampirkan uang sebanyak lima ratus ons perak untuk biaya yang dianggap perlu oleh Shi Men.
Wajah Shi Men sebentar pucat sebentar merah ketika dia membaca isi surat itu. Jenderal Yang, orang yang dianggapnya berpengaruh dan kepada siapa dia bergantung untuk segala kepentingan di Kotaraja kini ditangkap dan di penjara. Besannya, ayah mertua dari puterinya juga ditangkap dan dibuang! Hancurlah martabat keluarganya. Seolah-olah baru saja dilempar dari tempat tinggi, terbanting di atas tanah yang rendah. Shi Men lalu menghentikan pekerjaan bangunan menutup pintu pagar pekarangan rumahnya, menutup semua pintu dan jendela depan, melarang anggauta keluarganya keluar masuk rumah. Sementara itu, Shi Men setiap hari kerjanya mengurung diri dalam kamar, berjalan hilir mudik di dalam kamarnya. Melihat keadaan suaminya ini, Goat Toanio menghiburnya.
“Semua ini adalah persoalan keluarga Chen. Ada sangkut pautnya apa dengan kita? Kenapa engkau menjadi gelisah dan berduka? Biarlah masing-masing menanggung nasib sendiri,”
“Ah, engkau tidak tahu apa artinya ini” Shi Men berkata dengan pahit. “Masalah ini menyangkut puteri kita dan menantu kita yang mengungsi ke sini. Kalau sampai banyak orang mengetahui bahwa besan kita tersangkut dan hal itu menjadi desas-desus umum, maka kita sendiripun terancam bahaya.”
Keterangan ini membuat seluruh keluarga Shi Men menjadi gelisah juga, apalagi melihat betapa Shi Men nampak ketakutan dan tidak pernah meninggalkan rumah seperti biasanya. seolah-olah menanti datangnya bencana yang sudah mengancam dari angkasa. Shi Men maklum bahwa sebagai besan dari Chen Hung dan sekutu Jenderal Yang, kedudukannya terancam bahaya besar, Oleh karena itu, dia segera mengutus dua orang kepercayaannya, yaitu Lai Pao dan Lai Wang, untuk membawa banyak harta berupa perak dan emas, pergi ke Kotaraja dan mendengarkan berita lalu bertindak atas namanya, menghubungi pembesar-pembesar yang berkuasa di Kotaraja untuk menyelamatkan Chen Hung dan terutama sekali dirinya sendiri kalau kalau dia tersangkut. Dua orang kepercayaan itu berangkat dengan cepat, Membawa banyak sekali emas, perak dan permata yang serba mahal harganya.
Sementara itu, Nyonya Hua merasa tersiksa sekali. Berulang kali ia mengutus Nenek Bi dan pelayan lain untuk mencari keterangan tentang. Shi Men yang sama sekali-tiada kabar beritanya. Akan tetapi, rumah keluarga itu selalu tertutup sehingga semua pelayannya tidak mampu memberi keterangan apapun. Nyonya Hua menanti, akan tetapi hari berganti minggu dan minggu berganti bulan Tetap saja tidak ada kabar dari Shi Men, pria yang dinanti-nanti dengan penuh kerinduan itu. Ia merasa semakin gelisah dan tersiksa, apalagi di waktu, malam. Semua kenangan tentang kesenangan yang dialaminya bersama Shi Men menyiksanya, membuatnya tidak dapat tidur. Kurang tidur Kurang makan, merana dan gelisah akhirnya membuat Nyonya muda yang cantik Ini jatuh sakit. la menjadi semakin kurus dan mukanya pucat sekali, matanya tidak bercahaya. Melihat Ini Nenek Bi menjadi khawatir dan pada suatu hari ia berkata kepada Nyonya majikannya.
“Saya telah memanggil seorang Tabib untuk memeriksa Nyonya. Bolehkah dia masuk?”
Nyonya Hua rebah dengan muka pucat, rambut kusut dan tubuh lemah, matanya sayu tidak menjawab pertanyaan pelayannya yang setia karena tidak bersemangat lagi. Nenek Bi lalu mempersilahkan Tabib itu masuk. Tabib itu seorang laki-laki berperawakan agak kecil, berusia kurang lebih tiga puluh tahun dan tekenal dengan Tabib Kiang, Dan diam-diam mengagumi kemewahan dalam kamar, kemudian terpesona oleh kecantikan wanita mudą yang rebah di atas pembaringan dalam keadaan lemah itu. Dengan teliti dia lalu duduk di tepi pembaringan, memeriksa denyut nadi dan mengikuti pernapasan yang lemah itu. Tentu saja diapun memperhatikan wajah cantik manis dan tubuh yang muda menggairahkan itu, walaupun tertutup selimut masih membayangkan kerampingan dan Kegempalannya.
“Menurut penyelidikan saya, penyakit Nyonya ini adalah akibat dari meluapnya pembuluh darah dari limpa dan peranakan membanjiri isi perut. Sebagai akibatnya, Nyonya berada dalam ayunan enam keinginan dari tujuh nafsu. Di dalam tubuh Nyonya, kekuatan Yang dan Im bertarung dan bersaing. Kadang-kadang tubuh Nyonya terlalu dingin, di saat berikutnya terlalu panas, yang menimbulkan demam dan kemurungan yang menekan jiwa. Di siang hari Nyonya merasa letih dan hanya ingin tidur, di waktu malam Nyonya gelisah dan dalam tidur penuh mimpi buruk. Hanya pengobatan yang amat manjur dapat menyelamatkan Nyonya dari penyakit paru-paru yang membawa maut. Terus terang saja, keselamatan Nyonya seolah-olah bergantung di ujung rambut.”
“Aku berterima kasih sekali kalau engkau dapat mengobati penyakitku sampai sembuh” kata Nyonya Hua, khawatir juga dengar ucapan Tabib itu.