Mestika Golok Naga Chapter 33

NIC

"Kita harus menyelidiki hal itu. Hwi-moi. Penjagaan amat ketat, maka biarlah aku sendiri yang malam nanti me-akukan penyelidikan ke dalam gedung tu untuk melihat apakah sang puteri berada di dalam ataukah tidak. Engkau menanti saja di rumah pengi napan, Hwi- moi." Siang Hwi mengangguk, maklum bahwa ilmu kepandaiannya masih jauh untuk dapat menyelinap masuk kedalam gedung itu tanpa diketahui penjaga dan kalau ia ikut, ia hanya akan mengganggu dan merepotkan saja. Mungki n ia masih dapat menggunakan ginkangnya untuk menyelinap masuk, akan tetapi andaikata ketahuan, maka sukarlah baginya untuk meloloskan diri tanpa ketahuan mengi ngat bahwa di gedung panglima besar itu tentu terdapat banyak jagoan yang lihai.

Hidangan datang dan keduanya makan minum tanpa bercakap-cakap. Pada saat itu masuk tiga orang berpakaian perwira Kin dan dengan lagak sombong dan suara keras mereka minta disediakan arak baik dan bebek panggang.

"Cepat sediakan dan araknya yang terbaik! Panggang bebeknya yang kering sehi ngga kulitnya renyah dan sedap!" teriak mereka. Mereka berusia antara tigapuluh sampai empatpuluh tahun.

Tiong Li melirik ke arah kiri. Di sana duduk seorang kakek berusia enam puluhan tahun dan kakek ini duduk seorang diri, capingnya yang lebar diletakkan di atas meja dan rambutnya panjang digelung ke atas. Dia melihat betapa kakek itu memandang kepada tiga orang perwira dengan alis berkerut tanda tidak senang hatinya.

Seorang perwira yang termuda kebetulan melihat Slang Hwi dan dia menyeringai. "Wah, ada bidadari di sini!" katanya kepada dua orang kawannya. Mereka semua menengok dan memandang kepada Siang Hwi.

"Hebat! Kalau engkau berhasil mengajak ia minum bersama kita,, barulah engkau patut disebut jagoan jantan!" kata seorang di antara mereka kepada perwira termuda.

"Hem, mengapa tidak? Kalian lihat saja!" kata perwira itu sambil bangkit dari tempat duduknya, kemudian dengan langkah agak terhuyung karena dia sudah minum setengah mabok sebelum masuk rumah makan itu, dia menghampiri meja Siang Hwi dan Tio ng Li.

."Nona yang jelita, kami mengundang nona untuk minum-minum bersama kami sambil menikmati bebek panggang. Harap nona tidak menolak, dan kami akan memberi hadiah yang besar."

Siang Hwi mengerutkan alisnya dan menurutkan hatinya, ingin ia menghajar perwira itu. Akan tetapi pandang mata Tiong Li melarangnya dan iapun menjawab ketus.

"Aku sudah makan dan minum," katanya sambil menunjuk ke atas meja.

"Aih, makan sayur begini mana enaknya? Kami mengundangmu dengan hormat, nona kami perwira- perwira dari panglima besar. Marilah!" Perwira itu memegang lengan kiri Siang Hwi. dan ber usaha menariknya. De ngan gemas sekali Siang Hwi lalu menggunakan telunjuk tangan kanannya, menggunakan kuku telunjuk itu menggurat lengan yang memegangi nya sambil berkata.

"Aku tidak mau. Lepaskan tanganku!"

Tiong Li bangkit berdiri dan memberi hormat kepada perwira itu.

"Ciangkun, isteriku sudah makan minum bersama aku suaminya, dan tidak menghendaki makan minum bersama ciangkun, harap tidak memaksa." Perwira itu melepaskan tangan Siang Hwi dan memandang kepada Tiong Li dengan mata melotot. "Isterimu? Apa salahnya kalau hanya menemani kami makan minum?"

Pada saat itu, tiba-tiba kakek di meja sebelah kiri itu berkata. "Hemmm, agaknya Panglima Besar Wu Chu tidak dapat mendidik para perwira pembantunya.Hendak kuli hat apa yang akan dilakukan kalau aku melaporkan Hal ini kepadanya!"

Perwira itu terkejut dan memandang kepada kakek itu. Dia tidak mengenal kakek itu, akan tetapi kata-kata kakek itu agaknya membuatnya jerih. Dia menghampiri meja kawan-kawannya, berbisik-bisik kemudian mereka bertiga meninggalkan rumah makan tanpa menanti pesanan mereka.

Tiong Li dan Siang Hwi mengerli ng ke arah kakek itu, akan tetapi kakek itu minum arak dari cawannya dan tidak memperdulikan mereka. Karena peristiwa itu keduanya merasa tidak enak, takut menjadi perhatian orang maka keduanya segera menghabiskan makanan dan membayar lalu meninggalkan rumah makan itu.

Mereka berdua lalu mengunjungi taman rakyat yang terkenal indah di Lok yang, akan tetapi baru saja mereka memasuki taman itu, mereka melihat kakek yang tadi sudah berada di depan, duduk di atas sebuah bangku! Melihat mereka kakek itu mengangkat capingnya sambil tersenyum.

Diam-diam Tiong Li terkejut. Begitu cepatnya kakek itu mendahului mereka ke tempat ini, sungguh mengejutkan dan betapa cepatnya. Dia lalu mengambil Keputusan untuk berkenalan karena dia merasa dibayangi oleh kakek itu. Di ajaknya Siang Hwi menghampiri kakek yang duduk di atas bangku itu. Untung di tempat itu tidak ada orang lain sehingga dia dapat bicara dengan leluasa.

"Maafkan kami, paman. Kami ingin menghaturkan terima kasih atas pertolongan paman di rumah makan tadi, mengusir tiga orang perwira yang hendak kurang ajar," kata Tio ng Li sambil mengangkat tangan memberi hormat, di turut oleh Siang Hwi.

"Hemm, kalian bukan suami isteri, mengapa mengaku suami isteri?" tanya kakek itu dengan suara mengejek.

Kedua orang muda itu terkejut.

"Bagaimana engkau dapat mengetahui bahwa "

kata Siang Hwi .

"Sikap kalian menunjukkan bahwa kalian bukan atau belum menjadi suami isteri !" kata kakek itu .

"Alasan itu hanya untuk menolak ajakan perwira tadi, paman," kata Tiong Li cepat.

"Kalian tidak perlu berterima kasih kepadaku. Kalian dapat menjaga diri dengan baik, tanpa bantuanku mereka bertiga tidak akan dapat berbuat sesuatu terhadap kailan. Akan tetapi kenapa nona begitu kejam? Perwira itu memang kurang ajar, akan tetapi perlukah membuat dia terluka beracun yang amat berbahaya? "

Tiong Li terkejut. Dia sendiri tidak meli hat kekasi hnya menyerang orang tadi, bagaimana dapat dikatakan melukai beracun yang berbahaya? Dia menoleh kepada Siang Hwi dan meli hat kekasi hnya merasa terkejut dan heran pula. "Engkau melihat apakah, paman?".

"Hemm, engkau menggurat lengannya dengan kuku jarimu dan aku melihat guratan itu sudah menimbulkan warna merah kebiruan yang membengkak!" "Hwi-moi......!!" Tiong Li kini memandang kekasihnya dengan mata terbelalak.

Siang Hwi tersenyum. "Hebat sekali ketajaman pandanganmu, paman. Akan tetapi engkau jangan khawatir, koko. Aku hanya menggurat kulit lengannya dan dia hanya akan menderita sakit bengkak pada lengannya itu tanpa membahayakan nyawanya. Apa kaukira aku begitu mudah membunuh orang? Biarlah sekedar memberi hajaran agar lain kali dia tidak akan memandang rendah kaum wanita, dan diapun tidak akan tahu bahwa aku yang membuat lengannya membengkak."

Tiong Li ki ni menghadapi kakek itu .dan memberi hormat pula. "Kiranya paman seorang yang amat lihai, harap maafkan kami yang tidak mengenal paman."

"Sudahlah, akan tetapi pesanku agar kalian berhati- hati di sini. Ba nyak terdapat jagoan yang amat lihai dan tinggi ilmu kepandaiannya. Kalau perbuatan nona tadi diketahui oleh seorang di antara para jagoan, tentu kalian dicurigai sebagai mata-mata Kerajaan Sung dan keadaan bisa berbahaya.Selamat tinggal!"

Setelah berkata demikian, kakek bercaping itu lalu bangkit dan berjalan pergi dengan cepat. Karena di taman itu terdapat banyak orang yang mulai berdatangan, Tiong Li dan Siang Hwi tidak berani melakukan pengejaran.

"Wah, belum apa-apa sudah bertemu dengan perwira kurang ajar dan seorang kakek yang lihai ," kata Tiong Li. "Mulai sekarang kita harus berhati-hati dan waspada, jangan mencari keributan." "Akan tetapi bagaimana kalau ada orang berbuat atau berkata kurang ajar terhadap diriku, koko? Apakah harus di diamkan saja?"

"Tentu saja tidak,.akan tetapi dari pada menanggapi mereka, lebih baik kita tinggal pergi."

"Kalau mereka mengejar dan memaksa?"

"Wah, kalau begitu, aku sendiri akan turun tangan menghajar mereka. Aku tidak ingin siapa saja mengganggumu, Hwi-moi !"

Mendengar jawaban ini barulah puas hati Siang Hwi. "Aku menaati semua pesanmu, koko."

"Nah, malam ini aku jadi melakukan penyelidikan ke rumah Panglima Besar Wu Chu dan engkau menanti aku di kamar penginapan."

"Baik, koko."

0o0-d-w-o0o

Bayangan Tio ng Li berkelebat seperti burung malam ketika dia berlompatan di luar tembok pagar rumah gedung Panglima Besar Wu Chu. De ngan mudah dia dapat melompati pagar tembok yang tidak ada penjaganya dan melompat masuk ke bagian dalam pagar tembok itu. Setelah mendekam agak lama di taman dan melihat keadaan sudah aman, para petugas jaga sudah meronda lewat, dia lalu menyelinap di antara pohon- pohon dan rumpun bunga, menuju ke bagian belakang gedung itu. Dia pikir kalau benar sang puteri berada disitu, tentu berada di bagian belakang gedung, di bagian puteri. Setelah meli hat sekeliling tidak nampak penjaga, dia lalu melompat ke atas genteng. Akan tetapi baru saja dia berjalan beberapa meter, kakinya menyangkut tali yang agaknya banyak di pasang di situ. Segera terdengar suara hiruk pikuk disusul suara kentungan dan terompet dibunyika n orang..

Celaka kiranya kakinya tadi menyangkut alat yang sengaja dipasang orang sehingga menimbulkan suara hiruk pikuk. Kedatangannya telah ketahuan! Tentu saja dia tidak berani mengambil resiko. Dilihatnya dari atas genteng betapa para penjaga sudah banyak berlarian, bahkan ada yang dengan gesitnya melompat Keatas genteng.

Posting Komentar