“Ah, bukan main! Seperti hasil pekerjaan para dewi saja!” serunya penuh kagum. “Aih, jangan Kongcu terlalu memuji!.” kata Kim Lian sambil tersenyum dan kepalanya makin menunduk. Walaupun mulutnya berkata demikian, namun jantungnya berdebar saking girang dan bangganya menerima pujian itu.
“Bolehkeh aku tahu dari keluarga manakah nona ini?” tanya Shi Men sambil menoleh kepada janda Wang, pura-pura tidak tahu.
“Coba silakan menerka kalau Kongcu bisa.” kata janda Wang, sedangkan Kim Lian makin menundukkan mukanya.
“Saya tidak mampu menerka.”
“Kalau begitu biarlah saya beritahukan Kongcu. Akan tetapi, silahkan duduk dulu, Shi Kongcu.” Janda Wang menarik kursi yang tepat berhadapan dengan Kim Lian.
“Ingatkah Kongcu, tempo hari ketika Kongcu melewati depan sebuah rumah, Kongcu menerima hantaman sebatang bambu penyangga tenda?”
“Oh, peristiwa itu? Ya, aku ingat dan ingin kuketahui rumah siapakah itu.” Kim Lian menjadi malu sekali dan ia berkata dengan suara lirih.
“Saya harap Kongcu tidak lagi marah karena kecerobohan saya itu.” “Apa? Apa yang nona maksudkan? Saya tidak mengerti.”
“Ah, Kongcu ia inilah orangnya yang memukul kepala Kongcu dengan bambu itu, ia adalah isteri dari tetangga saya yang bernama Bu Toa,” kata janda Wang.
“Ah, kiranya nona sendirikah orangnya? Maaf, saya bersikap kurang hormat,” kata Shi Men sambil menjura lagi. Janda Wang menoleh kepada Kim Lian.
“Apakah nona tidak mengenal Tuan muda ini?” “Tidak.”
“Dia adalah yang terhormat Tuan muda Shi Men, seorang di antara mereka yang paling kaya di daerah ini. Dia mendapat kehormatan untuk menjadi sahabat pribadi Yang Mulia kepala daerah ini, dan kekayaannya tak dapat dihitung lagi saking banyaknya. Toko obat yang besar di dekat benteng itu adalah miliknya, dan di dalam gudang berasnya bertumpuk beras sampai membusuk saking banyaknya dan tidak termakan. Segala sesuatu yang kuning dalam rumahnya adalah emas, segala yang putih perak, segala yang bundar mutiara, dan segala yang berkilau adalah berlian, dan di sana terdapat pula tanduk badak gading gajah yang serba mahal. Isterinya yang pertama adalah puteri dari keluarga Wu, komandan yang telah pensiun dari kota, la amat pandai dan bijaksana, hal ini saya ketahui benar karena sayalah yang mengatur pernikahannya. Akan tetapi, Shi-Kongcu, kenapa sedemikian lamanya Kongcu tidak pernah datang menjenguk saya?” “Pertunangan puteriku membuat aku sibuk selama beberapa hari ini,” kata Shi Men yang kemudian menceritakan tentang keadaan keluarganya kepada janda Wang. Dalam percakapan mereka ini, janda Wang berusaha keras untuk menonjolkan segala kekayaan dan kebaikan Shi Men.
Sementara itu, Kim Lian melanjutkan pekerjaannya, menjahit dengan diam, dengan kepala tunduk, namun ia membuka telinga mendengarkan seluruh percakapan itu dengan hati tertarik. Dengan hati yang puas, Shi Men yang berpengalaman itu dapat melihat bahwa rencananya telah dimenangkan sepersepuluh bagian dan dia merasa menyesal sekali harus bersabar dan tidak dapat segera merangkul si cantik jelita yang menggairahkan hatinya itu. Dia bersabar hati, maklum bahwa dia harus melaksanakan rencana itu setapak demi setapak kalau dia ingin berhasil dengan sempurna. Saatnya tiba bagi janda Wang untuk melaksanakan siasatnya, membujuk kepada hartawan muda itu bahwa seyogianya Shi Men membeli seguci arak yang baik untuk menghormati Kim Lian. Shi Men berpura-pura kaget.
“Ah, karena tak menyangka-nyangka akan bertemu dengan nona yang terhormat ini maka aku tidak bersiap-siap. Untung, aku membawa uang. Nah, ambillah ini dan belilah arak yang baik, Bibi Wang.” Kim Lian memberl isyarat dengan pandang mata dan gerakan tangannya kepada janda Wang agar wanita tua itu tidak menerima uang pemberian Shi Men, akan tetapi Nenek itu maklum bahwa sikap nyonya muda ini hanya pura-pura saja karena bagaimanapun juga, wanita cantik itu tidak bangkit dari tempat duduknya. Karena itu janda Wang tidak memperdulikan isyaratnya, melainkan segera membeli arak.
“Bolehkan saya mohon kepadamu, nona Kim Lian, untuk menemani. Tuan muda Shi Men sebentar? Saya akan segera kembali.”
“Ah, sebaiknya tidak begitu, Bibi Wang,” kata Kim Lian dengan sikap malu malu, namun penolakannya ini amat lemah karena ia sama sekali tidak beranjak dari tempat duduknya. Janda Wang pergi tergesa-gesa meninggalkan mereka berdua saja. Keduanya berdiam diri. Sepasang mata Shi Men seolah-olah hendak menelan bulat-bulat tubuh wanita cantik yång duduk di depannya, sebaliknya Kim Lian menunduk di atas jahitannya, akan tetapi tak dapat menahan untuk tidak melirik sesekali kepada pria yang amat menarik hatinya itu. Tak lama kemudian janda Wang kembali, membawa arak yang baik, bebek panggang, daging tim, ikan kuah, sayur-sayuran dan masakan-masakan pilihan, juga buah-buahan terbaik. Semua itu lalu diaturnya di atas meja dan dengan wajah berseri Nenek itu lalu berkata kepada Kim Lian.
“Nona yang baik, hentikanlah dulu pekerjaanmu, dan marilah minum secawan dua cawan arak bersama kami.”
“Aih, tidak, Bibi Wang. Hal itu makin tidak pantas bagiku, lebih baik engkau menemani Tuan muda ini makan minum!”
“Hayaa, nona Kim Lian yang Baik, kenapa begitu? Justeru untuk menghormatimulah maka Shi-Kongcu membeli semua ini, Marilah, nona, jangan sungkan-sungkan karena Kongcu bermaksud baik.” Tanpa menanti jawaban, janda Wang menaruh beberapa mangkuk masakan pilihan dan arak di depan Kim Lian. Pada permulaannya masih ada sikap malu-malu dan sungkan pada diri Kim Lian, dan sikap Shi Men juga penuh dengan penghormatan dan kesopanan sehingga lambat laun kecanggungan yang terasa oleh Kim Lian mulai menipis. Setelah memberi selamat dengan minum arak sampai yang ke tiga kalinya, ketika janda Wang meninggalkan kamar sebentar untuk mengambil arak lagi, sikap mereka sudah lebih leluasa dan bebas. “Kalau saya boleh bertanya, berapakah usia nona sekarang?” Shi Men bertanya dengan sikap hormat dan penuh kesopanan.
“Dua puluh lima...” Jawab Kim Lian lirih.
“Ah, kalau begitu usiamu sebaya dengan isteriku. la lahir pada tahun Naga, tanggal dua puluh lima bulan depan.”
“Aih, terlalu tinggi penghormatan itu bagi saya! Membandingkan saya dengan isteri pertama Kongcu, sama dengan membandingkan langit dan bumi.” Janda Wang yang sudah kembali dan mendengarkan percakapan itu, diam-diam girang melihat şikap Kim Lian yang sudah lebih bebas dan iapun cepat menyambung,
“Ah, nona Pang Kim Lian memperoleh pendidikan yang tinggi. la tidak hanya pandai menjahit dengan indah dan rapi, akan tetapi ia hafal pula akan seratus sajak dan semua filsafat, belum lagi kepandaiannya dalam tulis menulis, bermain catur, melempar dadu dan bermain kartu, menafsirkan lambang-lambang dan masih banyak lagi kepintarannyą dalam segala macam pekerjaan halus.”
“Bukan main! Di mana bisa didapatkan begitu banyak kebaikan dimiliki oleh seseorang?” Shi Men berseru penuh kekaguman.
“Hemm, saya si tua bangka ini tidak mengada-ada, akan tetapi, Shi-Kongcu coba katakan, apakah ada wanita di dalam keluarga Kongcu yang dapat dibandingkan dengan nona Pang Kim Lian, baik kecantikannya maupun kepandaiannya?” Shi Men mengangguk-angguk.
“Engkau benar, Bibi Wang. Memang nasibku malang sekali. Aku tak pernah berhasil membawa pulang seorang wanita yang tepat dan cocok. Aahhh, memang aku sial...”
“Bagaimana dengan isteri Kongcu yang meninggal itu, keturunan keluarga Cen Itu?” Yang dimaksudkan oleh janda Wang adalah isteri pertama Shi Men yang telah meninggal dunia, sebelum menikah dengan Goat Toanio sebagai isteri pertamanya.
“Aih, membicarakan dia menambah kedukaanku, Bibi Wang. Benar bahwa ia adalah keturunan orang biasa, akan tetapi ia pandai dan bijaksana! Aku dapat mempercayanya dalam segala hal. Sungguh celaka bagiku, ketika tiga tahun yang lalu ia meninggal dunia. Kalau saja ia masih ada, tidak akan begini jadinya di dalam rumah tanggaku. Tidak ada di antara isteri-isteriku yang tahu akan kewajiban. Aku membutuhkan seorang selir yang bijaksana. Isteriku selalu berpenyakitan sehingga rumah tanggaku menjadi kacau. Inilah sebabnya mengapa aku selalu keluar rumah, karena di rumah aku tidak memperoleh kebahagiaan.”
“Harap jangan marah kalau saya bicara sejujurnya, Shi-Kongcu. Akan tetapi baik isterimu yang pertama maupun isterimu yang sekarang tidak dapat dibandinglan dengan nona Kim Lian ini baik lahir maupun batinnya.”
“Memang benar, baik kecantikannya maupun kebijaksanaannya.” “Akan tetapi Kongcu mempunyai seorang kekasih di Jalan Timur, bukan? Kenapa tidak mengiutus saya menjadi perantara melamarnya?”
“Ah, si mungil Chang yang merdu sekali suara nyanyiannya. Akan tetapi setelah aku mendengar bahwa ia suka menyeleweng, saya tidak lagi tertarik kepadanya.”
“Dan nona Li Kiao, yang mungil itu, yang datang dari rumah hiburan? Bukankah Kongcu sudah lama mengenalnya?”
“Sekarang ia menjadi isteriku yang kedua. Sayangnya, la sama sekali tidak mampu mengurus rumah tangga. Kalau ia pandai, tentu sudah kuangkat menjadi isteri pertama.
“Akan tetapi Kongcu selalu memuji nona Co Tiu!”
“Aih, jangan bicara tentang dirinya. la telah menjadi isteriku yang ke tiga, akan tetapi belum lama ini ia jatuh sakit dan meninggal dunia.”
“Ya Tuhan! Kasihan sekali kau, Shi-Kongcu. Bagaimana kalau saya mengenal seorang wanita yang cocok untuk Kongcu, apakah tidak ada keberatannya kałau saya datang untuk membicarakan dan mengusulkannya?”
“Karena kedua orang tuaku sudah tiada, maka akulah kepala keluarga. Siapa yang dapat melarangku?”
“Maaf, saya hanya bergurau, Kongcu Akan tetapi bagaimana saya bisa mendapatkan seorang gadis yang tepat dan cocok untukmu dalam waktu dekat?”