"Kami tidak takut, bibi . Sudah menjadi resiko dunia persilatan, kalau tidak berhasil tentu gagal kalau tidak menang tentu kalah dan kekalahan ada kalanya membawa nyawa. Kami tidak takut!" kata Ban-tok Sian-li dengan ucapan yang keren dan tegas.
"Maaf, toanio dan siocia (nona) bukannya saya ingin mencampuri urusan ji-wi, akan tetapi benar seperti yang dikatakan Ceng Ni-kouw, menyerbu ke dalam gedung istana Perdana Menteri amat lah berbahaya. Perdana Menteri Jin Kui telah mengundang beberapa orang jagoan istana untuk mengawalnya, dan kedudukannya kuat sekali."
"Kami tidak takut!" kata pula Ban tok Sian-li. "Pendeknya malam ini kami harus dapat membunuh Perdana Menteri keparat Itu!"
Karena merasa tidak mampu untuk mencegah guгu dan murid itu, Kok Bu hanya menghela napas panjang dan dia berpamit. Akan tetapi diam-diam dia ngumpulkan beberapa putuh anak buahnya yang paling lihai dan bersiap-siap untuk meli ndungi guru dan murid itu. Entah mengapa, hatinya merasa tidak rela meli hat The Siang Hwi terancam bahaya kalau ik ut gurunya menyerbu rumah ge dung Perdana Menteri Jin.
Malam itu amatlah sunyi dan dingi n. Malam terang bulan yang sejuk. Akan tetapi seperti biasa, setelah agak malam semua penduduk memasuki rumahnya. Apa lagi tersiar berita bahwa pasukan mencari-cari buronan dan ini berarti setiap saat dapat saja rumah penduduk diserbu pasukan, digeledah dan hal ini membuat setiap penduduk merasa ketakutan. Kalau kebetulen pasukan yang menggeledah itu dipimpin seorang perwira yang baik, maka penggeledahan berjalan wajar dan tidak terjadi gangguan kalau mereka tidak menemukan orang yang dicari di rumah itu.
Akah tetapi kalau ternyata sebaliknya, pasukan itu dipimpin oleh seorang perwira yang jahat, maka pasukan itu menggunakan kesempatan untuk menggerayangi harta milik penduduk, dan tidak segan-segan mengganggu wanita yang muda dan cantik.
Di antara bayang bayang pohon berkelebatan dua sosok bayangan yang gerakannya gesit bukan main. Mereka itu adalah Ban-tok Sian-li dan muridnya, The Siang Hwi. Dengan menyelinap diantara pohon-pohon mereka menghamplri gedung besar tempat tinggal Perdana Menteri Jin Kui dan tak lama kemudian mereka telah tiba di luar pagar tembok yang tinggi.
Di pintu gerbang pagar tembok itu terdapat gardu penjagaan dan di situ berkumpul belasan orang penjaga. Mereka secara bergilir meronda, mengeliIi ngi gedung Itu.
Dengan gerakan ringan dan mudah saja, guru dan murid ini lalu melom- pati pagar tembok dan turun di sebelah dalam. Mereka telah berada di datam taman dan agaknya tidak ada penjaga yangmengetahui gerakan mereka. De ngan girang guru dan murid ini lalu melaya naik ke atas genteng dan dari sana me ceka mencari- cari, mengintai ke bawah .
Tiba tiba mereka berhenti bergerak dan mendekam di atas wuwungan. Mereka melihat pemuda yang bukan lain adalah Ji n Kiat bersama seorang laki-laki setengah tua duduk di sebuah ruangan yang lampunya terang, seda ng makan minum.
Dari si kap Jin Kiat yang menghormat laki-laki setengah tua itu, mudah diduga bahwa orang itu tentulah perdana Menteri Jin Kui, ayah pemuda itu. Mereka berdua makan minum dilayani beberapa orang dayang dan di sekitar ruangan itu nampak lima orang perajurit pengawal menjaga.
"Kesempatan baik," bisik Ban-tok Sian-1i kepada muridnya. "Mari serbu!"
Dua orang wanita perkasa itu lalu melayang turun, dan mendadak saja semua penerangan di ruangan itu menjadi padam sehingga keadaannya menjadi gelap . Mereka terkejut dan maklum bahwa mereka terjebak. Dan tiba-tiba ruangan menjadi terang benderang kembali akan tetapi Perdana Menteri Jin Kui dan para dayang telah menghilang.
Yang ada hanyalah Ji n Kiat yang ki ni memimpi n belasan orang pengawal, di antaranya terdapat raksasa hitam yang lihai! Mereka itu telah mengepung guru dan murid itu.
Melihat guru dan murid ini, Jin Kiat segera mengenai mereka sebagai orang-orang yang pernah membela An Kiong sekeluarga ketika keluarga ttu hendak ditangkap, maka dia tertawa mengejek.
"Ha-ha-ha, kiranya kalian dua orang wanita pemberontak! Tangkap mereka! Terutama yang muda itu, tangkap hidup-hidup dan jangan lukai !"
Para pengawal itu sudah mencabut senjata masing- masing, dan Ban tok Sian-li yang maklum bahwa si tinggi besar muka hitam itu amat lihai, sudah menerjang kepada raksasa hitam ini dengan pedangnya. Pedang di tangan datuk wani ta ini bersinar hitam dan pedang itu amatlah berbahaya karena telah direndam racun yang amat berbahaya. Sekali terkena goresan pedang ini musuh akan tewas dan tidak mungkin dapat disembuhkan lagi.
Melihat wanita itu menghunus pedang yang bersinar hitam. Hak Bu Cu juga menghunus goloknya yang tersembunyi di balik jubahnya.
Melihat golok ini, Ban-tok Sian-li berseru kaget. "Mestika Golok Naga ! "
"Engkau sudah mengenal. golokku ! Bagus, hayo cepat menyerah sebelum golokku membuat engkau menjadi setan tanpa kepala ! "
Akan tetapi Ban-tok Sian-li sudah menggerakkan pedangnya, menyerang dengan dahsyatnya menusukkan pedang ke arah dada lawan.
Hak Bu Cu tidak berani memandang rendah. Dia sudah merasakan kelihaian wanita ini dan harus mengakui bahwa tanpa bantuan pengawal, kemarin dia tidak akan mampu menandi ngi wanita ini.
Maka diapun cepat menggerakkan golok yang besar itu menangkis sambl1 mengerahkan tenaga.
"Cringggg ..... trangg !!"
Dua kali pedang bertemu golok dan bunga api berpijar menyilaukan mata. Beberapa orang pengawal sudah menyerbu dan Ban- tok Sian-li lalu dikeroyok. Sementara itu, Siang Hwi juga sudah mengamuk, dikeroyok Jin Kiat dan orang-orangnya sehingga gadis ini, seperti juga gurunya, sudah dikepung ketat.
Guru dan murid itu mengamuk dan mereka sudah berhasil membunuh beberapa orang pengawal, akan tetapi datang pula regu pengawal yang lain sehi ngga mereka semakin terdesak. Ketika menge- lak dari sambaran banyak senjata; tiba tiba Ban-tok Sian-li terkena tendangan yang dilontarkan oleh Hak Bu Cu. Keras sekali tendangan itu dan Ban-tok Sian-li tidak sempat mengelak lagi, karena ia sedang mengelak dan menangkis sambaran banyak senjata para pengeroyok.
Tendangan itu mengenai paha kiri nya. Biarpun paha itu tidak menderita luka, akan tetapi saking kerasnya tendangan itu, kakinya menjadi memar dan rasanya nyeri Ьukап main.
Tubuh Ban tok Sian-li terpelanting dan dengan cepat iapun bergulingan. Ketika, dua orang pengawal mengejarnya dengan bacokan golok, ia menggerakkan pedangnya dan dua orang pengawal itupun roboh mandi darah dan tewas seketika.
la melompat berdiri lagi dan mengamuk. Sudah lebi h dari sepuluh orang pengawal roboh oleh pedangnya, demikian pula muridnya telah merobohkan banyak pengawal. Akan tetapi Jin Kiat ma si h terus mengepungnya dengan pengawal pengawal baru yang datang membantu.
Keadaan guru dan murid itu kini terdesak dan mereka dalam bahaya. Apa lagi kini Ban-tok Sian-li sudah terkena tendangan yang membuat gerakannya kurang lincah, sedangkan Hak Bu Cu terus mendesak dengan hebatnya. Selagi mereka berdua terdesak, mendadak nampak banyak bayangan berkelebat dan muncullah belasan orang membantu guru dan murid itu. Mereka berpakaian seperti orang-orang kang-ouw, dan senjata mereka juga bermacam-macam.
Akan tetapi melihat bahwa yang muncul itu adalah Gan Kok Bu, Maklumlah Ban-tok Sian-li dan Siang Hwi bahwa orang-orang itu tentu para anggauta Hek-tung Kai-pang yang sengaja menyamar agar jangan ketahuan bahwa mereka anggauta perkumpulan pengemis itu. Maka mereka tidak mengenakan рakаian pengemis dan tidak pula menggunakan senjata tongkat hitam.
Bagaimanapun juga, setelah rombongan ini datang membantu, Bап-tok Si an-li dan Siang Hwi lolos dari kepungan. Kok Bu segera menghampirl mereka dan berseru, "Mari kita pergi !"
Karena maklum bahwa kalau dilanjutkan perkelahia n itu, pihaknya tentu akan menderita kekalahan dan akan celaka di tangan para pengawal, Ban-tok Sian-li yang sudah terluka pahanya lalu melompat pergi dan mengajak muridnya.
"Siang Hwi, kita pergi ! "
Siang Hwi juga meloncat pergi . Bantuan para anggauta Hek-tung Kai-pang memungki nkan mereka meni nggalkan para pengeroyok itu.
Pada saat itu, bagian ki гi gedung itu terbakar, dibakar oleh anggauta Kai-pang yang bertugas untuk itu. Melihat ini, tentu saja para pengawal menjadi panik dan kesempatan ini memungkinkan mereka semua untuk melarikan diri, walaupun ada tiga orangg anggauta Kai- pang terpaksa ditinggal karena mereka sudah roboh dan tewas. Kok Bu mengajak guru dan murid itu pergi bersembunyi di tempat rahasia ayahnya, yaitu ketua Hek- tung Kai-pang, Tempat ini adalah sebuah rumah seorang pejabat tinggi bagian kebudayaan.
Pejabat tinggi ini juga seorang yang bersimpati kepada para pejuang, maka memberikan rumahnya yang kosong untuk tempat bersembunyi ketua Hek- tung Kai-pang; Dan tidak akan ada orang yang mencurigai tempat itu karena tempat itu kadang-kadang dijadikan tempat peristirahatan sang pembesar tinggi.
Selain itu, masih ada hubungan keluarga antara pejabat tinggi itu dengan ketua Hek-tung Kai-pang yang bernama Gan Liang.
Adapun pusat Hek-tung Kai-pang sendiri berada di luar kota raja. Para anggauta Hek-tung Kai-pang dengan bebas berkeliaran di kota raja karena mereka tidak pernah membikin ribut dan mereka membantu para pejuang secara rahasia, tidak terang-terangan.
Ban-tok Sian-li dan The Siang Hwi disambut oleh Hek- tung Kai-pang-cu Gan Liang sendiri, seorang laki-laki berusia limapuluh tahun yang nampaknya masih gagah. Ayah Gan Kok Bu ini sudah mendengar dari, puteranya tentang sepak terjang wanita bernama Souw Hian Li dan muridnya yang bernama The Siang Hwi itu .
Ketika menyambut dua orang wanita itu, Gan Liang yang memberi hormat kepada Ban-tok Sian-li tertegun. Dia memandang wanita itu penuh perhatian, lalu berseru heran,
"Bukankah toanio ini Ban-tok Sia n-li "
Yang di tanya balas memandang. "Bagaimana engkau dapat mengenaIku?" "Siapa yang tidak mengenai Ban-tok Sian-li dari Lembah Maut yang ter sohor itu?"
Melihat sikap ayahnya yang nampak kaget dan juga tidak senang itu, Gan Kok Bu lalu mempersilakan mereka, duduk. Suasana menjadi agak kaku karena Gan Liang lebih banyak diam dari pada bicara.
Tentu saja hal ini dirasakan oleh Ban-tok Sian-li dan dengan terus terang datuk ini berkata,
"Agaknya Hek-tung Kai-pangcu tidak menyukai kehadiran kami di sini !"
"Ah, tidak! Sama sekal! tidak! Aku hanya terkejut dan terheran bahwa Ban-tok Sian-li tiba-tiba menjadi seorang pejuang yang membela An-wangwe, Pada hal dahulu engkau tidak pernah pemperdulika n perjuangan, Sian-li."