Kata Cu In pula. Keng Han mengikuti Cu In melarikan diri, memasuki taman dan keluar dari pagar tembok taman itu. Orang-orang yang mengejar mereka, Gulam Sang dan para datuk, tidak menemukan jejak mereka berdua. Ketika mendapat kenyataan bahwa tawanan telah lolos, Gulam Sang menjadi marah sekali dan dia menampari para penjaga. Sialan sekali para penjaga. Baru saja ditotok roboh oleh dua orang itu, kini ditampar oleh Gulam Sang sampai pipi mereka bengkak-bengkak. Mereka segera memberi laporan kepada Pangeran Tao Seng. Sang pangeran mengerutkan alisnya dan dia berkata,
"Kalau begitu, rencana kita harus dipercepat pelaksanaannya. Sam-wi Locianpwe harap melaksanakan pembunuh terhadap kaisar itu selambat-lambatnya besok pagi. Aku khawatir dengan lolosnya Keng Han rencana kita akan menjadi kacau. Gulam Sang, malam ini juga engkau harus meng-hubungi Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai, juga kerahkan murid-murld Bu-tong-pai untuk bersiap-siap di luar kota raja. Dan Sam-wi Locianpwe, harap membawa orang-orang yang dapat diandalkan untuk pekerjaan membunuh Kaisar, dan mereka harus orang-orang berani mati yang sudah disumpah untuk mengakui sebagai orang thian-li-pang kalau sampai tertangkap hidup-hidup, sesuai dengan rencana kita semula."
Setelah mengatur semuanya, Pangeran Tao Seng memberi keterangan yang lebih jelas kepada tiga orang datuk sesat yang bertugas membunuh kaisar itu.
"Seperti biasa, sesudah persidangan, Kaisar akan pergi ke taman sambil membawa laporan-laporan untuk dipelajari. Nah, saat itulah yang terbaik untuk turun tangan. Semua menteri dan panglima sudah meninggalkan sidang, pulang ke rumah masing-masing dan keadaan di istana dalam suasana tenang dan tenteram. Para pengawal tentu tidak akan ada yang menduga bahwa akan terjadi penyerangan. Dan untuk menyelundupkan kalian ke dalam istana, sudah kuserahkan kepada Ciu-ciangkun yang akan mengaturnya. Kalian akan diberi pakaian sebagai pengawal-pengawal istana dan dapat masuk ke dalam istana dengan leluasa. Nah, bersiaplah kalian semua. Untuk menjaga jangan sampai Keng Han bertindak terhadap diriku, aku akan mengungsi di luar kota raja, di dusun yang telah kalian ketahui sebagai tempat peristirahatanku. Mengerti semua?"
Setelah semua mengerti dan siap, mereka bubaran. Pangeran Tao Seng atau Hartawan Ji bersama adiknya, Pangeran Tao San, keluar dari rumah, bahkan keluar dari kota raja menunggang kereta menuju ke dusun di sebelah utara kota raja.
Gulam Sang pergi pula untuk mempersiapkan pasukan, dan tiga orang locianpwe bersama selosin anak buah pergi menemui Ciu-ciangkun untuk diselundupkan pagi hari itu ke dalam istana! Gulam Sang sendiri mendapat perintah istimewa dari Pangeran Tao Seng untuk membawa teman dan pergi melakukan pembunuhan terhadap Pangeran Mahkota Tao Kuang, sesudah dia mengumpulkan pasukan di luar kota raja yang siap untuk memasuki kota raja dan menyerbu istana, apabila saatnya telah tiba. Menurut rencana Pangeran Tao Seng, apabila usaha membunuh Kaisar telah berhasil, dan juga usaha membunuh Pangeran Mahkota berhasil, dia sendiri akan menyerbu ke dalam istana, menggunakan pasukan Panglima Ciu yang sudah dapat dihasutnya dengan janji pangkat besar, dibantu oleh orang-orang Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai. Adaikata rencana itu gagal, mereka akan menimpakan kesalahan pemberontakan itu kepada Thian-li-pang!
"Cu In, sekali lagi engkau menyelamatkan nyawaku. Hutang budi terhadapmu bertumpuk-tumpuk, bagaimana aku akan dapat membalasnya? Dan engkau yang sudah menyaksikan betapa aku akan membunuh Paman Tao Kuang karena aku dihasut oleh ayah kandungku sendiri, kenapa engkau masih saja mau menolong aku yang sesat ini?"
Keng Han bertanya setelah dia dan Cu In lolos dari rumah Hartawan Ji.
"Tidak ada hutang piutang budi, Keng Han. Aku membantumu karena melihat bahwa engkau tidak bersalah. Engkau hendak membunuh Pangeran Tao Kuang karena engkau dihasut dan mendapat keterangan yang keliru."
"Akan tetapi bagaimana engkau dapat menduga bahwa aku akan tertimpa malapetaka di rumah Hartawan Ji yang bukan lain adalah Pangeran Tao Seng itu?
"Sudah kuduga bahwa setalah menerima keterangan dari Pangeran Tao Kuang, engkau tentu akan menuntut balik kepada ayah kandungmu sendiri yang telah menghasutmu. Dan kalau engkau lakukan itu, besar sekali kemungkinan engkau akan ditentang, ditawan atau dibunuh karena Pangeran Tao Seng ternyata adalah seorang yang mabuk kedudukan dan sudah melupakan putera sendiri. Maka aku lalu mencari keterangan lebih lanjut dan sesudah merasa pasti bahwa Hartawan Ji adalah Pangeran Tao Seng, malam ini aku segera pergi ke sana. Akan tetapi sudahlah, hal itu tidak perlu dibicarakan lagi. Yang penting sekarang ini, apa yang hendak kau lakukan?"
"Aku harus menyelamatkan Sribaginda Kaisar. beliau terancam bahaya maut!"
"Ah, benarkah itu? Bahaya apa yang mengancamnya?"
Keng Han lalu bercerita tentang ucapan-ucapan Pangeran Tao Seng yang hendak membunuh kaisar dan pangeran mahkota dan betapa kini di rumah pangeran Itu telah berkumpul datuk-datuk sesat seperti Swat-hai Lo-kwi, Tung-hai Lo-mo, dan Lam-hai Koai-jin. Juga di sana terdapat Gulam Sang yang lihai.
"Kalau begitu, kita harus memberi peringatan kepada Pangeran Tao Kuang. Hanya beliau yang dapat mengatur semua penjagaan agar jangan sampai terjadi pembunuhan itu."
"Baik, mari kita menghadap beliau."
"Keng Han, sudah kau pikirkan masak-masak semua ini? Ingat, jika kau bertindak begini, itu berarti bahwa engkau melawan ayah kandungmu sendiri!"
"Ayah kandung atau siapa saja yang bertindak salah, harus ditentang. Ayahku itu telah menyia-nyiakan kehidupan ibuku sehingga ibu hidup merana dan selalu menanti di Khitan. Kemudian ayahku itu telah bertindak curang hendak membunuh adiknya sendiri, apalagi sekarang dia telah bertindak sedemikian jauhnya untuk membunuh ayahnya sendiri dan juga adiknya yang menjadi pangeran mahtkota. Tentu saja aku menentengnya!"
Mendengar ini, Cu In termenung. Hampir bersamaan nasib yang dialami oleh Keng Han dan ia sendiri. Hanya bedanya, kalau yang menyusahkan hati Keng Han itu ayahnya, ia lain lagi. Ibu kandungnya yang membuatnya bersusah hati. Ibunya mendidiknya sebagai murid, menghasutnya agar ia membunuh ayah kandungnya! Akan tetapi dapatkah ia membenci ibu kandungnya?
"Keng Han, apakah engkau membenci ayahmu itu?"
"Tidak, aku tidak membenci orangnya, melainkan perbuatanya. Maka perbuatannya yang kutentang.
"Bagaimana kalau ayahmu itu mau mengubah sikapnya dan tidak lagi melakukan kejahatan?"
"Aku sudah membujuknya, bahkan hendak memaksanya untuk ikut bersamaku menemui ibu di Khitan. Akan tetapi usahaku itu dihalangi oleh para datuk. Kami berkelahi dan aku dikeroyok empat sampai akhirnya aku tertawan."
"Jadi engkau akan memaafkan ayahmu kalau dia mengubah sikapnya?"
"Tentu saja kalau perbuatannya sudah benar maka dia itu ayahku dan aku harus berbakti kepadanya."
"Ahhh....!"
"Kau kenapakah, Cu In?"
Tanya Keng Han khawatir melihat gadis itu seperti tertegun.
"Tidak apa-apa. Marilah kita menghadap Pangeran Mahkota."
"Sebetulnya aku merasa sungkan dan malu menghadap beliau. Baru kemarin aku berusaha untuk membunuhnya!"
"Jangan khawatir. Ada aku yang akan menjelaskan kepadanya."
Mereka melanjutkan perjalanan menuju ke istana Pangeran Tao Kuang. Ketika mereka hampir tiba di istana itu, Keng Han kembali bertanya,
"Cu In, mengapa engkau begini baik terhadap diriku? Kanapa engkau begini membela aku?"
"Hemmm, mengapa? Karena engkau pun baik sekali kepadaku. Ingat, engkau pun pernah menolongku, bukan?"
"Cu In, suci-mu mengatakan bahwa engkau lebih kejam daripada ia, akan tetapi aku melihat engkau sama sekali tidak kejam, bahkan engkau lembut hati dan mulia. Aku menyebut namamu begitu saja, bukan menyebut Su-I (Bibi Guru), engkau pun tidak marah. Aku sungguh kagum kepadamu sejak pertama kali kita bertemu, aku.... aku terpesona melihat sinar matamu dan aku suka sekali kepadamu. Apakah engkau akan marah dan membunuhku kalau aku mengatakan bahwa aku suka kepadamu?"
Sepasang mata itu mencorong, akan tetapi hanya bentar. Tadinya Cu In hendak marah sekali karena ia sudah terbiasa menganggap bahwa kalau ada pria menyatakan suka kepadanya,
Maka pria itu hanya merayu saja dan pernyataannya itu palsu adanya separti yang sering kali dikatakan gurunya. Akan tetapi kemudian ia teringat bahwa gurunya atau ibunya itu bersikap demikian karena sakit hati terhadap kekasihnya, maka kemarahannya pun hilang. Ia tidak perlu percaya lagi kepada semua pendapat ibunya. Ia sendiri tidak dapat menyangkal bahwa ia pun suka sekali kepada Keng Han. Baru sekarang ia menyadari bahwa pria pun sama saja dengan wanita, ada yang baik dan ada yang jahat. Dan Keng Han ini jelas bukan laki-laki yang jahat. Ia menyadari bahwa kebiasaannya mengenakan cadar agar mukanya jangan sampai terlihat laki-laki itu merupakan kebiasaan yang keliru. Akan tetapi sekarang sudah kepalang, bahkan hal itu dapat dipakainya untuk menguji sampai di mana rasa suka Keng Han terhadap dirinya.
"Aku tidak marah dan tidak akan membunuhmu karena pernyataan itu, Keng Han. Akan tetapi bagaimana mungkin engkau mengatakan bahwa engkau suka kepadaku pada hal engkau belum pernah melihat wajahku?"
"Aku tidak peduli akan wajahmu, Cu In. Bagaimanapun bentuk wajahmu aku tetap akan merasa suka kepadamu. Aku kagum akan kepribadianmu, watakmu, cara engkau bicara, gerak-gerikmu, dan sinar matamu."
"Tidak, Keng Han. Jangan katakan begitu. Aku.... aku tidak berharga bagimu. Aku gadis kang-ouw, petualang yang hidup menyendiri, sedangkan engkau seorang putera pangeran! Tidak, aku sama sekali tidak sebanding denganmu."
"Cu In, jangan merendahkan diri sampai demikian! Aku cinta padamu, bukan karena rupa atau kedudukan. Aku mencinta dirimu, pribadimu, tidak peduli engkau berwajah bagaimana dan dari golongan apa.
"Ah, engkau akan menyesal kelak dan kalau engkau menyesal aku kembali akan menjadi pembenci pria yang teryata berhati palsu, kata-katanya tidak dapat dipercaya."
"Aku tidak akan menyesal, Cu In. Aku cinta padamu dan tidak ada apa pun yang dapat mengubah cintaku."
"Akan tetapi wajahku buruk sekali, Keng Han. Aku seorang wanita yang cacat mukanya."
"Aku tidak percaya! Dan andaikata benar wajahmu cacat, aku tetap akan mencintamu."
"Benarkah? Ingin aku melihat apakah pendapat guruku tentang pria benar, bahwa pria hanya merupakan perayu besar yang tidak setia dan palsu. Kau lihatlah baik-baik, Keng Han!"
Setelah berkata demikian, Cu In menyingkap cadarnya memperlihatkan mukanya dari hidung ke bawah. Keng Han memandangnya dan pemuda itu terbelalak, terkejut dan heran. Tak disangkanya sama sekali bahwa wajah yang di bagian atasnya demikian cantik jelita, bagian bawahnya mengerikan. Wajah itu totol-totol hitam, seperti bekas luka yang memenuhi permukaan wajahnya sehingga biarpun hidung dan mulutnya berbentuk sempurna, namun karena bertotol-totol hitam menjadi buruk untuk dipandang. Cu In menutupkan kembali cadarnya dan berkata dengan nada suara mengejek,
"Engkau terkejut? Engkau ngeri? Wajahku seperti setan, bukan? Nah, apakah masih ada ada rasa cinta di dalam hatimu, Keng Han?"
Keng Han sudah dapat menyadari lagi keadaannya dan menguasai perasaannya yang terkejut.
"Aku tetap mencintamu, Cu In. Biarpun wajahmu cacat, engkau tetap Cu In yang tadi, yang bercadar, yang kucinta. Akan tetapi mengapa wajahmu seperti itu, Cu In? Aku merasa iba kepadamu dan aku akan berusaha agar supaya cacat di wajahmu dapat hilang. Akan kucarikan tabib terpandai di dunia ini yang akan dapat menyembuhkanmu."
"Kau tidak benci kepadaku? Tidak jijik melihat mukaku!"
Tanya Cu In, suaranya mengandung keheranan. Keng Han mendekat dan memegang kedua tangan gadis itu.
"Sudah kukatakan, aku mencinta pribadimu, bukan sekedar kecantikanmu. Aku tetap mencintaimu biarpun wajahmu cacat. Jadi itulah sebabnya engkau memakai cadar selama ini! Agar mukamu yang cacat tidak kelihatan orang lain."
"Benar, aku tidak ingin ada orang melihat mukaku dan kemudian membenciku. Engkau benar- benar tidak peduli akan cacat di mukaku?"
Tanya Cu In tanpa melepaskan pegangan Keng Han pada kedua tangannya.
"Aku bukan tidak peduli, akan tetapi aku bahkan kasihan sekali padamu dan ingin membantumu mencarikan obat untuk menghilangkan bekas luka di wajahmu itu. Akan tetapi cacat di mukamu itu tidak mengubah perasaan hatiku yang mencintamu."
Cu In melepaskan kedua tangannya dan membalikkan tubuhnya membelakangi pemuda itu.