Lembah Selaksa Bunga Chapter 69

NIC

“Celaka, Chang Thai-ciangkun...... celaka......” Nyonya Bouw bicara gemetar dan bercampur tangis. “......

suamiku...... Sribaginda Kaisar...... mereka...... mereka ditawan ” Wanita itu tidak dapat melanjutkan kata-

katanya karena tangisnya mengguguk.

Panglima Chang berkata penuh wibawa. “Tenanglah, Nyonya. Katakan, di mana Sribaginda Kaisar ditahan? Dan oleh siapa?”

“Yang menculik Sribaginda...... dan menawan suamiku...... dia adalah...... pelayan kami...... kakek A-kui......

mereka ditawan dalam ruangan bawah tanah...... di bawah...... kamar suamiku......” suaranya semakin lemah dan nyonya itu mengerahkan seluruh kekuatannya untuk terus memberi keterangan. “...... tadi......

tadi...... ada seorang nona...... ia hendak menolong...... akan tetapi...... ahh, saya...... saya khawatir

sekali ” Ia pun terkulai lemas dan pingsan! “Thai-ciangkun, saya pergi menyusul Hwe-thian Mo-li!” Bu-beng-cu berpamit dan sekali berkelebat tubuhnya lenyap dari ruangan tamu itu.

Panglima Chang cepat memanggil perwira pembantu dan memerintahkannya agar segera mempersiapkan pasukan dan mengepung rumah gedung Pangeran Bouw Ji Kong. Perwira itu cepat melaksanakan perintah dan sebentar saja sepasukan perajurit terdiri dari duaratus orang sudah berlari-larian dalam barisan menuju rumah Pangeran Bouw.

13.38. Pembelaan Maut Pangeran Bouw

Panglima Chang Ku Cing memanggil pelayan setelah mereka menyadarkan kembali Nyonya Bouw, wanita itu diminta untuk bercerita kepada Panglima Chang.

Nyonya Bouw bercerita dengan suara gemetar. Ternyata tiga hari yang lalu, pada suatu malam A-kui, pelayan tua mereka itu memasuki kamar tidur suami isteri ini. Ketika Pangeran Bouw terbangun dan melihat A-kui dalam kamar memutar arca singa sehingga pintu rahasia terbuka, dia terkejut. Apalagi ketika melihat A-kui memanggul tubuh Kaisar di pundak kirinya. Tentu saja dia merasa heran dan terkejut bukan main.

“Mengapa Pangeran Bouw terkejut dan heran? Apakah dia tidak tahu bahwa kakek itu seorang yang lihai dan telah menculik kaisar?” tanya Panglima Chang.

“Dia tidak tahu, Panglima, kami semua dahulu menerima A-kui sebagai pelayan, sama sekali tidak tahu bahwa dia seorang yang demikian sakti dan jahat. Suamiku mencoba untuk merampas Sribaginda Kaisar, akan tetapi dengan sebelah tangan saja A-kui telah mendorong dan memukul suamiku sehingga roboh dan pingsan.

“Kemudian dia membawa Sribaginda Kaisar dan suamiku ke dalam ruangan bawah tanah dan mengancam bahwa kalau saya membuka rahasianya, dia akan membunuh Kaisar dan suamiku. Karena itulah, Thai- ciangkun, saya sama sekali tidak berani menceritakan hal itu kepada siapapun juga, bahkan seisi rumah selain saya tidak ada yang mengetahuinya.

“Akan tetapi ketika Nona pendekar tadi datang dan bilang hendak menolong, saya memberitahu kepadanya di mana Sribaginda Kaisar disembunyikan.. Setelah ia pergi, saya menjadi ketakutan. Bagaimana ia, seorang gadis muda, akan dapat mengalahkan A-kui? Sedangkan suami saya sendiri begitu mudah dirobohkan!”

Panglima Chang lalu menyuruh isteri dan para pelayan untuk mengurus Nyonya Bouw dan menghiburnya, sedangkan dia sendiri segera membawa pasukan pengawal menyusul ke gedung Pangeran Bouw Ji Kong.

“Yang Mulia, harap Paduka tenang dan menanti di sini dulu. Pangeran Bouw Ji Kong, harap engkau suka menjaga Sribaginda Kaisar di sini, aku akan mencari dan menangkap penculik jahanam itu!” kata Siang Lan.

Kaisar mengangguk, akan tetapi pangeran Bouw berkata.

“Nona, berhati-hatilah. A-kui itu ternyata adalah seorang yang amat sakti sekali.”

“Jangan khawatir!” kata Siang Lan. Tidak bisa terlalu disalahkan kalau Siang Lan memandang ringan A-kui karena memang penampilan kakek itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Bahkan sebaliknya, dia tampak lemah dan lugu.

Setelah mencabut Lui-kong-kiam, Siang Lan lalu berlari keluar dari ruangan bawah tanah melalui tangga yang menembus kamar tidur Pangeran Bouw Ji Kong. Akan tetapi begitu keluar dari pintu rahasia di balik almari yang terbuka sejak tadi, dia melihat A-kui memasuki kamar itu dan sekali ini wajah A-kui tidak lagi lemah dan lugu, melainkan beringas dan sepasang matanya mencorong seperti mata setan, mengeluarkan sinar yang mengejutkan.

“Jahanam busuk!!” Siang Lan memaki dan tanpa banyak bicara lagi ia sudah menyerang dengan dahsyat, menusukkan Lui-kong-kiam yang berubah menjadi sinar kilat itu ke dada kakek yang hanya dikenalnya sebagai A-kui. Serangan Siang Lan ini hebat sekali, serangan mematikan karena ia langsung menyerang dengan jurus Kiam-sian-sia-ciok (Dewa Pedang Memanah Batu).

Pedangnya meluncur seperti anak panah menuju ulu hati kakek itu. Akan tetapi kakek yang tampak lemah itu ternyata lihai bukan main. Dia memutar tubuh, mengelak sambil membalikkan tubuhnya dan tangan kanannya bergerak memutar dari samping, dengan jari terbuka menangkis pedang dengan jurus Sin-liong- kian-wi (Naga Sakti Sabetkan Ekor). Tangkisan dengan tangan kosong seperti ini terhadap sebatang pedang pusaka seperti Lui-kong-kiam, apalagi yang dimainkan oleh seorang gadis yang memiliki sin-kang luar biasa kuatnya seperti Siang Lan, amatlah berbahaya. Kalau Si penangkis tidak memiliki tenaga amat dahsyat, mungkin saja tangannya akan terbabat putus.

“Tinggg !” Pedang Lui-kong-kiam itu berbunyi seperti dipukul baja.

Siang Lan terkejut karena tangkisan itu membuat tangannya tergetar hebat. Namun, gadis yang tak mengenal takut ini sudah siap menyerang lagi.

“Tahan, agaknya engkau ini yang berjuluk Hwe-thian Mo-li?” tiba-tiba A-kui berseru. Siang Lan menahan pedangnya. “Benar, aku orangnya!”

“Jadi, engkau yang telah membunuh murid keponakanku Hoat Hwa Cin-jin?”

“Benar pula! Dan kalau engkau tidak menyerah, engkau pun akan kupenggal batang lehermu!”

“Heh-heh, gadis sombong dan liar! Justeru engkau yang akan kutawan menambah jumlah sandera!”

“Kalau begitu mampuslah kau!” Siang Lan menyerang lagi dengan bacokan dari samping ke arah leher lawan dengan jurus Hun-in-toan-san (Awan Melintang Memotong Gunung). Pedangnya yang menjadi sinar kilat saking cepatnya digerakkan itu menyambar dahsyat.

Akan tetapi tahu-tahu di tangan kiri kakek itu telah terpegang seuntai tasbeh hitam dan tasbeh itu berubah menjadi gulungan sinar hitam ketika menangkis sabetan pedang Lui-kong-kiam yang mengarah lehernya.

“Cringgg!” Kembali Siang Lan merasa tangannya tergetar ketika tasbeh hitam itu menangkis pedangnya.

Posting Komentar