Rajawali Lembah Huai Chapter 80

NIC

Tiba-tiba keduanya tersentak kaget mendengar suara tawa yang amat mereka kenal. Yen Yen melepaskan diri dari rangkulan Goan Ciang dan keduanya meloncat berdiri, terbelalak memandang kepada kakek yang sudah berdiri di depan mereka, bersandar kepada tongkatnya. Pakaiannya robek-robek, masih ada bekas darah di bajunya.

“Kong-kong...!” Yen Yen menjerit dan menubruk kaki orang tua itu. “Pangcu! Kabarnya kau... kau...” Goan Ciang juga berkata bingung.

Pek Mau Lokai tersenyum lemah. “Memang aku nyaris tewas. Musuh terlalu banyak. Aku sudah luka-luka, akan tetapi anak buah kita sungguh setia. Mereka melindungiku, dan aku dapat meloloskan diri di antara tumpukan mayat. Tak seorangpun melihatnya dan aku disangka mati... heh-heh, akan tetapi agaknya Thian belum menghendaki riwayatku tamat, heh-heh-heh!”

Tentu saja Goan Ciang dan Yen Yen merasa girang bukan main dan mereka cepat menolong kakek itu dan mengundang ahli pengobatan yang pandai sehingga dalam waktu sebulan saja kesehatan kakek itu telah pulih kembali.

Biarpun pemilihan Beng-cu berlangsung kacau, bahkan diakhiri dengan penyerbuan pasukan pemerintah terhadap orang-orang Hwa I Kaipang, namun dunia kang-ouw telah mengakui Cu Goan Ciang sebagai seorang Beng-cu atau pemimpin dunia kang-ouw yang disegani dan dihormati.

Mulailah Cu Goan Ciang menghimpun kekuatan dan mendatangkan para tokoh kang-ouw yang sehaluan, yaitu untuk menentang pemerintah penjajah Mongol. Dalam usaha ini, dia dibantu oleh Tang Hui Yen yang setia, kekasihnya yang telah diakuinya sebagai calon isterinya, dan juga Pek Mau Lokai membantunya sebagai penasihat. Dia mulai menghimpun kekuatan itu di Lembah Sungai Huai, menjadi dusun kelahirannya, yaitu dusun Cang-cin, sebagai pusat. Kedua orang kakak beradik Koa, yaitu Koa Hok dan Koa Sek, dengan penuh semangata membantunya, juga Ji Kui Hwa yang kini telah menjadi isteri Koa Hok.

Banyak pula para tokoh kang-ouw yang masih belum mau menerima Cu Goan Ciang sebagai Beng-cu. Mereka menganggap tidak sepantasnya kalau dunia persilatan dipimpin seorang pemuda. Maka di sana sini bermunculan kelompok orang kang-ouw yang tidak mau mengakuinya sebagai Beng-cu. Banyak pula kelompok yang menjadi kelompok tandingan, bergerak sendiri untuk menentang pemerintah penjajah. Dan mulailah Cu Goan Ciang memimpin anak buahnya untuk menaklukkan mereka satu demi satu.

Mula-mula, karena mengingat kekuatan sendiri yang kecil dan tidak mungkin mampu menandingi kekuatan pasukan pemerintah, gerakan perkumpulan kang-ouw yang dipimpin Cu Goan Ciang ini hanya membuat kekacauan dengan menghukum pejabat daerah yang sewenang-wenang, bahkan juga hartawan dan tuan tanah yang mencekik leher rakyat. Di samping itu, juga dia menaklukkan kelompok yang bergerak sendiri dan menarik mereka sebagai kawan seperjuangan. Ketika melihat bahwa banyak tokoh-tokoh kang-ouw tidak setuju kalau mereka harus berada di bawah kekuasaan Hwa I Kaipang, perkumpulan pengemis, Cu Goan Ciang mengundang para pimpinan di dunia kang-ouw untuk berunding dan akhirnya diputuskan oleh Cu Goan Ciang dan disetujui semua orang bahwa mulai saat itu, semua nama perkumpulan atau kelompok yang bergabung dihapus dan dipilih sebuah nama saja untuk gerakan mereka, yaitu Beng-pai (Partai Terang). Bendera-bendera yang mereka bawa hanya memuat huruf, yaitu huruf BENG (Terang) dan mulailah Cu Goan Ciang menguasai dusun-dusun dan merampas tanah-tanah para hartawan.

Berbeda dengan gerombolan biasa yang kalau menyerbu dusun lalu melakukan perampokan dan pembunuhan, penculikan terhadap wanita-wanita, Beng-pai merupakan perkumpulan pemberontak yang menduduki dusun itu, tidak mengganggu penduduknya kecuali mereka yang melawan, merampas tanah yang berlebihan, minta sumbangan yang pantas, bukan merampok seluruh milik orang dan menjadi dusun yang telah diduduki itu sebagai markasnya.

Melihat betapa banyaknya gangguan gerombolan perampok yang memakai kedok pejuang, dan melihat pula kekuatan Beng-pai yang semakin kuat, para pedagang dan tuan tanah lalu mendekati Cu Goan Ciang dan menyatakan ingin bekerja sama! Mereka menyediakan dana untuk biaya pasukan Beng-pai, dan persekutuan ini membuat Beng-pai menjadi semakin besar dan kuat. Dan merekapun kini mengalihkan arah gerakan mereka. Setelah kelompok- kelompok kecil melihat kekuatan Beng-pai dan bergabung, maka Beng-pai menjadi kekuatan besar dan mulailah perkumpulan ini bergerak dan mencurahkan seluruh kekuatan untuk menentang pemerintah penjajah Mongol!

Dalam waktu setahun saja, Cu Goan Ciang telah berhasil menghimpun kekuatan yang ratusan ribu orang banyaknya dan telah berhasil menduduki dan menguasai seluruh daerah di lembah Huai. Mulailah pasukan itu bergerak menuju ke Nan-king!

Menteri Bayan atau dengan nama Cina Bouw Yan, meloncat turun dari keretanya di pekarangan rumah dan memasuki rumahnya dengan langkah lebar. Wajahnya muram dan dia mengepal tinju. Penghormatan prajurit pengawal yang melakukan penjagaan di pendopo rumahnya tidak dihiraukannya. Dia membuka pintu depan lalu masuk dan membanting pintu itu menutup kembali.

“Sialan!” gerutunya marah. “Tak tahu diuntung! Lemah dan picik, mabok kesenangan!” Menteri yang usianya sudah setengah abad ini nampak marah sekali. Wajahnya yang gagah kemerahan. Dia adalah pejabat tertinggi yang paling diandalkan dan dipercaya oleh kaisar Togan Timur, yaitu kaisar yang pada waktu itu memimpin kerajaan Goan (Mongol).

Seorang wanita yang usianya sudah empat puluh tahun lebih namun masih nampak cantik dan lembut, menyambutnya. Ia adalah isteri menteri itu, seorang wanita peranakan Han yang lembut.

“Aih, kenapa engkau datang-datang kelihatan marah sekali, suamiku? Apakah yang terjadi di istana maka engkau begini marah-marah?” tanya sang isteri dengan ramah.

Menteri Bayan menjatuhkan diri di atas sebuah kursi besar di ruangan dalam itu. Isterinya memberi isarat kepada dua orang pelayan wanita untuk meninggalkan ruangan itu dan ia sendiri menuangkan air teh hangat untuk suaminya. Ia tahu bahwa suaminya sedang risau dan tidak ada yang lebih menghibur dari pada sikap lunak dan ramah serta minuman air teh hangat.

“Aihhhhh...!!” berulang-ulang pejabat tinggi itu menghela napas tanpa menjawab pertanyaan isterinya, dan wanita yang penuh pengertian itupun tidak mendesak, menanti dengan tenang dan sabar sampai suaminya menceritakan apa yang sedang dirisaukannya.

Minuman segar hangat dan suasana hening dan tenteram di ruangan itu, ditunggui isterinya yang tenang dan sabar, akhirnya dapat meredakan kerisauan hati pria setengah tua itu. Dia menghela napas panjang.

“Betapa menjengkelkan melihat keadaan yang tidak baik akan tetapi diri tidak kuasa untuk memperbaikinya. Betapa menyedihkan melihat kerajaan yang tadinya jaya ini perlahan-lahan menghadapi keruntuhannya.”

Mendengar keluhan suaminya itu, sang isteri maklum bahwa kebekuan itu telah mencair dan sudah tiba saatnya baginya untuk bicara, siap membantu suaminya memikul beban tekanan batin yang menyusahkan hati suaminya itu,

“Suamiku, biasanya sehabis menghadap kaisar, engkau pulang dengan sikap gembira. Akan tetapi sekali ini sungguh amat berbeda, engkau pulang dan kelihatan murung. Kemudian ucapanmu tadi, sungguh aku tidak mengerti akan maksudnya. Kalau engkau tidak merasa keberatan, maukah engkau menceritakannya kepadaku?”

Menteri Bouw Yan mengepal tinju. “Sungguh membuat orang dapat mati penasaran. Aku, yang hanya seorang menteri, amat mengkhawatirkan keadaan kerajaan, amat prihatin. Akan tetapi dia, yang menjadi kaisar, bahkan acuh saja dan tenggelam ke dalam kesenangan. Setiap hari berpesta pora, sama sekali tidak mengacuhkan ketika ada laporan tentang pergolakan di selatan. Dan yang memuakkan, sebagian besar pejabat bahkan ikut-ikutan bersenang-senang. Mereka semua itu telah buta!”

“Harap tenang, suamiku. Apakah yang sebenarnya telah terjadi di selatan yang amat menggelisahkan hatimu?” “Apa yang terjadi di selatan? Semua orang mengetahui. Di selatan timbul perserikatan orang- orang yang menentang kerajaan Goan. Dahulu, mereka hanya merupakan gerombolan- gerombolan kecil yang tidak berarti. Akan tetapi sekarang, mereka telah bersatu, dipimpin oleh seorang pemuda yang bersemangat tinggi, yang baru saja memenangkan kedudukan Beng-cu di dunia kang-ouw. Sungguh aku merasa khawatir sekali dan kekhawatiran ini kukemukakan kepada Sribaginda. Akan tetapi aku malah dianggap mengganggu kesenangan beliau dan dianggap penakut.”

“Suamiku, kenapa merisaukan segala macam pemberontakan di selatan? Bukankah sejak dahulu selalu ada saja gerombolan pemberontak yang mengacau dan selalu pasukan pemerintah dapat membasminya? Kalau sekarang ada pemberontakan di selatan, kirim saja pasukan untuk membasmi dan engkau tidak akan merasa risau lagi.”

“Pemberontakan silih berganti, hal ini saja sudah menunjukkan betapa lemahnya pemerintahan. Akan tetapi sekali ini bukanlah pemberontakan biasa, bukan sekedar gerombolan pemberontak yang mudah ditumpas! Aku mendengar kabar bahwa pemuda yang bernama Cu Goan Ciang, yang terpilih sebagai Beng-cu dan dijuluki Rajawali Lembah Huai, telah berhasil menghimpun banyak sekali pemuda dari dusun-dusun, dan banyak tokoh kang- ouw yang berkepandaian tinggi, membentuk sebuah pasukan yang kuat. Pasukan ini menamakan diri Beng-pai, dengan panji bertuliskan huruf Beng. Mereka bukan perampok- perampok, dan mereka sudah mulai menduduki daerah sekitar lembah Huai, dan menurut kabar, rakyat jelata mendukungnya, bahkan para hartawan dan tuan tanah menyumbangkan harta untuk membiayai pasukan mereka. Ini sungguh berbahaya sekali!!”

“Aih, kalau begitu, tidak semestinya pemerintah mendiamkannya saja. Sudah semestinya panglima membawa pasukan besar untukl menumpasnya,” kata sang isteri yang ikut merasa terkejut mendengar itu.

“Itulah yang membuat aku merasa jengkel. Sudah kulaporkan semua itu, akan tetapi kaisar yang haus kesenangan itu malah merasa terganggu kesenangannya dan menyuruh aku memadamkan api pemberontakan di selatan itu. Pada hal, kota raja inipun tak pernah bebas dari ancaman pemberontakan yang terjadi di sekitarnya. Biarpun pemberontakan di sekitar kota raja hanya terdiri dari gerombolan kecil yang mengadakan kekacauan dan perampokan, namun cukup memusingkan. Yang menyebalkan, para menteri juga ikut mencelaku yang katanya merasa iri karena tidak suka ikut berfoya-foya seperti mereka. Menyebalkan sekali!”

“Lalu, apa yang akan kaulakukan sekarang?” tanya isterinya khawatir.

“Aku melihat awan gelap datang dari selatan dan kalau aku bersikap seperti para penjilat itu, terjun ke dalam kesenangan dan foya-foya bersama Sribaginda, sudah pasti kerajaan ini akan segera hancur. Aku yang sejak muda mengabdikan diriku kepada kerajaan, tidak mungkin tinggal diam saja. Aku sendiri akan pergi ke Nan-king dan memimpin penumpasan Beng-pai yang dipimpin oleh Cu Goan Ciang!”

“Ku Cin dan Mimi juga masih berada di sana!” kata isterinya. “Sebaiknya kalau mereka itu kausuruh kembali ke kota raja. Berbahaya sekali bagi mereka kalau sampai terjadi pergolakan dan perang di selatan.”

Posting Komentar