Pedang Pusaka Naga Putih Chapter 19

NIC

"Pendeknya, lekas kau minggir!"

"Kalau aku tidak mau minggir, kau mau apa, nona galak?" kata Hong Ing dengan aksinya yang menimbulkan kemarahan orang. Bangsat kecil tak tahu diri! Tahukan kamu bahwa kamu berhadapan dengan siapa? Kami Shoatang Ji-Lihiap (Dua Pendekar Wanita dari Shoatang) enci dan aku tidak biasa menerima penghinaan dari siapapun saja, mengerti?" teriak gadis yang muda itu marah. Encinya yang agaknya lebih sabar menarik lengan adiknya, tapi tak diperdulikan oleh adiknya. Hong Ing mengeluarkan suara sumbang.

"Hm! Siapa perduli apakah kalian pendekar-pendekar dari Shoatang ataukah dari Neraka? Aku tidak kenal nama itu!" Mendengar ini, perempuan yang lebih tua merasa tak senang juga. Bukankah mereka berdua telah terkenal di kalangan kang-ouw? Mengapa pemuda kecil ini berani menghina?

"Tuan, jangn mencari perkara. Minggirlah dan kami akan lewat dengan baik-baik. Kami tidak ada waktu melayani segala orang seperti tuan!"

"Kami berdua juga mau pergi mau ke depan. Kalian boleh menjalankan kuda di belakang kami." Sementara itu Han Liong sudah menghampiri mereka.

"Bangsat kecil ingin celaka!" gadis yang termuda itu memaki sambil mencabut pedang dari pinggangnya. Hong Ing hanya tertawa menyindir dan mencabut pedangnya pula.

"Adik Ing sabar dulu," kata Han Liong untuk mencegah adiknya. Tetapi Hong Ing yang sedang jengkel kepadanya mana mau menurut perintahnya. Ia bahkan mengerling kepada Han Liong dengan marah dan berkata,

"Kalau kau mau membela perempuan-perempuan cantik ini, silakan. Boleh aku dikeroyok tiga!!" tantangnya dengan mata merah karena marah.

"Siapa mau mengeroyok, laki-laki tak tahu malu!" gadis muda itu berteriak marah,

"Aku sendiri sudah cukup untuk mengirim jiwamu ke akhirat." Sehabis berkata begini gadis itu majukan kudanya dan memberi sebuah tusukan berbahaya. Hong Ing menangkis dengan pedangnya yang kiri, lalu dengan pedang kanan balas menusuk. Mereka berdua bertempur di atas kuda, dan karena kuda mereka tidak biasa dipakai bertempur, maka kuda mereka melompat-lompat ketakutan sehingga mereka tidak dapat bersilat dengan leluasa. Hong Ing mendahului lawannya melompat turun dan menantang.

"Turunlah kalau kau benar-benar perempuan gagah!" Lawannya segera melompat turun juga dan mereka meneruskan pertempuran di atas tanah!

Ternyata tenaga dan kegesitan mereka berimbang, tapi karena Hong Ing menggunakan dua pedang dan ilmu pedangnya warisan dari Seng Bouw Nikouw memang lihai sekali, maka setelah mereka bertempur dua puluh jurus, gadis muda itu mulai terdesak. Encinya tidak tega melihat adiknya kewalahan, maka ia segera terjun ke tengah pertempuran itu. Ternyata gerakannya sangat kuat dan gesit sehingga benturan-benturan pedangnya dirasakan oleh Hong Ing sangat kuat dan membuat telapak tangannya panas. Ia mengharapkan bantuan Han Liong, tapi ternyata pemuda itu hanya turun dari kuda dan berdiri melihat jalannya pertempuran! Hong Ing lama-lama terdesak juga dan repot melayani dua lawannya yang ternyata berkepandaian tinggi, lebih-lebih yang lebih tua, pedangnya berputar-putar kuat dan ia pandai sekali. Karena gemas, maka sambil bertempur Hong Ing berteriak ke arah Han Liong.

"He, kenapa kau diam saja? Ayohlah bantu mereka ini, agar sekalian dapat kulayani!!"

Han Liong tersenyum geli. Ia memang sengaja membiarkan adiknya agar ia merasa bahwa ada juga orang yang lebih pandai darinya, juga ia melihat bahwa biarpun terdesak, namun siang kiam-hoat dari adiknya itu cukup ulet untuk dikalahkan begitu saja dalam waktu pendek. Selain itu, ia sesungguhnya sangat tertarik oleh gerakan-gerakan kedua nona itu. Kini setelah nendengar teriakan Hong Ing, ia segera meloncat ke tengah-tengah pertempuran dan menggunakan kedua tangannya bergerak-gerak di antara sinar pedang, lalu secepat kilat menahan dua tangan yang memegang pedang dari kedua lawan itu. Kedua nona dari Shoatang itu merasa tangan mereka tergetar dan alangkah terkejut mereka ketika diketahuinya pedang mereka telah pindah ke tangan pemuda itu di kanan kiri! Haa Liong memandang kedua nona itu dengan tajam dan bertanya dengan suara sungguh-sungguh.

"Adakah pertalian kalian dengan Lie Kiam si Angin Ribut?" Gadis yang lebih muda itu menjawab sengit.

"Apa perlunya kau tanya-tanya tentang supek kami?"

"Aha! Kalau begitu kalian adalah murid Bhok Kiam Eng si Garuda Putih? Hm, bagus, kalau aku ceritakan kepadanya akan kelakuanmu hari ini, kalian pasti akan kena marah!"

"He, siapakah kau? Dan apa maksudmu berkata begitu?" tanya gadis yang lebih tua.

"Lupakah kau akan ajaran suhumu? Bukankah suhumu sudah pesankan, bahwa kalian tidak boleh mencari-cari musuh jika tidak diserang orang? Mengapa kalian begitu berani dan sembarangan turun tangan karena urusan kecil saja, bahkan mau membunuh orang?"

"Terangkan dulu siapa kau, sebelum memberi nasehat kepada kami," kembali gadis yang lebih muda berkata dengan suara pedas.

"Ketahuilah, nona-nona, gurumu itu adalah suhengku, jadi kalian harus menyebutku paman guru!" Kedua gadis itu saling pandang dengan heran, kemudian gadis yang muda dan berani itu maju setindak dan memaki,

"Orang tak tahu adat! Sembarangan saja kau mengaku-aku guru kami sebagai suhengmu! Kami belum pernah mendengar bahwa suhu mempunyai adik seperguruan semuda kau! Pula, selain suhu dan Lie Kiam supek, sukong Liok-tee-sin-mo Hong In tidak mempunyai murid lagi. Jangan kau berani membohong!" Han Liong tersenyum. Ia tidak heran bahwa kedua murid suhengnya ini belum mengenalnya. Maka dengan masih tersenyum ia berkata,

"Hm, kalian tidak percaya? Ternyata selain berkepala batu, kalian juga kurang rajin mempelajari ilmu silatmu. Gerakanmu ketika menyerang dengan tipu Garuda Menyambar dari Pohon tadi kurang baik, seharusnya kau bertindak maju dengan berdiri di atas ujung kaki, karena bukankah gerakan itu mengutamakan keringanan tubuh dan kegesitan? Juga encimu tadi ketika menangkis dengan tipu Angin Barat Meniup Daun masih kurang sempurna, seharusnya kaki kiri ditekuk sedikit ke dalam agar mudah untuk diganti gerakan selanjutnya ialah tipu Angin Ribut Mengamuk untuk membalas menyerang!" Mendengar pemuda itu menerangkan semua tipu-tipu silat warisan mereka itu, kedua nona tadi agak heran. Han Liong melihat bahwa mereka masih saja kurang percaya, maka ia segera melemparkan dua pedang ke atas lalu menyambut meluncurnya pedang itu dengan memegang ujungnya. Kemudian ia menyerahkan pedang itu kembali kepada pemiliknya sambil berkata,

"Nah, kalau kalian masih tidak percaya, cobalah serang aku serentak. Aku akan menggunakan kegesitan tubuh menurut tipu-tipu ajaran gurumu untuk berkelit." Karena masih belum percaya dan penasaran karena pedang mereka tadi dirampas, Shoatang Ji-Lihiap maju bersama melakukan serangan!

"Bagus tipu Ular Melintas Sungai dan Harimau Menyabet Dengan Ekornya ini!" Han Liong berseru menyebut tipu-tipu mereka, lalu ia menggerakkan tubuhnya. Kedua nona itu melihat tubuh pemuda itu berkelebat di antara sambaran pedang mereka dan tahu-tahu pemuda itu lenyap dari penglihatan mereka. Mereka membalikkan tubuh dan ternyata Han Liong sudah berdiri di situ sambil tersenyum!

"Kenalkah kalian gerakanku tadi? Itu adalah lompatan Naga Sakti Mengejar Mustika, tentu kalian kenal, bukan? Nah, ayoh, jangan tertegun seranglah lagi!" Kedua kakak beradik itu menyerang dengan lebih hebat, tapi Han Liong dapat berkelit menggunakan kegesitan tubuhnya, sambil berkelit ia sebut tiap tipu kedua nona itu dan sekalian memperkenalkan gerakannya sendiri. Setelah kedua nona itu menyerang sepuluh jurus, maka heranlah mereka. Pemuda itu ternyata dapat menyebut tipu-tipu mereka dengan tepat dan gerakannya ketika berkelitpun adalah gerakan tipu silat guru mereka, namun ternyata pemuda itu jauh lebih gesit dan ringan badannya daripada guru mereka sendiri! Si enci dengan segera menjatuhkan diri berlutut,

"Susiok, ampunkanlah teecu yang berlaku kurang hormat karena tidak tahu." Si adik yang ternyata sifatnya memang angker dan keras, setelah berdiri ragu-ragu dan setelah encinya membelalakkan matanya, akhirnya ia berlutut juga dan menyebut,

"Susiok!" Han Liong tertawa dan menyuruh mereka bangun.

"Tidak apa, nona berdua bukannya sengaja melawan paman guru. Memang kalau tidak bertempur kita tidak akan berkenalan. Hanya pesanku, janganlah terlalu mudah mencari perselisihan dengan orang, karena hal itu hanya akan menimbulkan keributan yang tak perlu saja." Kemudian Han Liong memperkenalkan Hong Ing dengan kedua nona itu, yang ternyata bernama Bwee Lan dan Bwee Hwa.

"Kailan begitu tersesa-gesa, sebenarnya ada urusan apakah?" kemudian Han Liong bertanya. Bwee Lan berkata dengan sedih.

"Susiok, sebenarnya karena kami sedang menghadapi urusan hebat, maka berlaku sembrono dan adikku karena bingung dan sedih menjadi mudah naik darah. Teecu berdua sedang menuju ke kota Tong Hai mencari suhu untuk memohon pertolongannya."

"Ada apakah?" tanya Han Liong penuh perhatian.

"Celaka, susiok. Supek Lie Kiam telah dilukai orang dan puteranya yang baru berusia lima tahun diculik penjahat. Sampai di sini ia menangis, kemudian setelah reda lagi tangisnya, Bwee Lan menyambung ceritanya,

"Penjahat yang menculik itu memberi waktu sampai malam hari ini, jika tidak ada orang datang membawa uang tebusan lima ribu tali perak, maka anak supek itu akan dibunuh!"

"Berapa jauhkah tempat kediaman penculik itu?" tanya Han Liong.

"Ia berdiam di bukit Lui-san, kira-kira perjalanan setengah hari dari sini bila naik kuda cepat. Teecu khawatir terlambat."

"Hm, kalau begitu, biarlah aku mewakili suhumu dan mari kita segera berangkat saja menuju ke Lui san."

Posting Komentar