“Apakah matamu buta? Aku datang hendak menggadaikan
orang. Inilah dia!” Ia lalu menjambak rambut penjaga yang tubuhnya kaku dan mata mendelik itu, diangkatnya dan dilemparkannya ke atas meja besar di depan pegawai itu. Tentu saja pegawai itu menjadi pucat ketakutan dan tubuhnya menggigil. Ia merasa ngeri melihat penjaga itu matanya mendelik dan tubuhnya kaku seperti patung.
“Ti... Tidak ..... di sini tidak menerima penggadaian orang
....” katanya gagap.
“Ah, tidak menerima, ya? Kalau anak gadis dari kakek Lim yang bernama Siauw Kim, bukankah itu orang juga? Awas, jangan kau main-main!” bentak Siang lan. “Hayo lekas tulis surat gadainya! Dan aku m inta benda busuk ini dihargai seratus ribu uang emas!”
Pegawai itu melongo dan wajahnya menjadi makin pucat. Ia maklum bahwa wanita gagah ini tentu datang hendak membikin ribut, maka ia menjadi serba salah. Ia memandang kepada kawan-kawannya yang juga sudah berkumpul di belakangnya dan ia berkata kepada mereka,
“Mengapa kalian diam saja? Lihiap ini hendak menggadaikan orang dan minta seratus ribu. Di mana kita ada uang sebanyak itu? Mana Tang-kauwsu dan Li-kauwsu? Mengapa tidak lekas memberi laporan kepada Siong-wangwe supaya membawa uang itu kemari?”
Siang Lan maklum bahwa orang ini hendak mencari bala bantuan, akan tetapi ia tidak perduli dan bahkan membentak. “Hayo lekas tulis surat gadainya!”
Pegawai itu makin ketakutan dan gelisah akan tetapi melihat kawan-kawannya lari ke belakang, ia menjadi lega karena tak lama lagi tentu datang bala bantuan. Ia memaksa mulutnya tersenyum dan menjawab,
“Sabarlah nona. Kita sedang berurusan dengan uang yang besar jumlahnya. Apakah tidak lebih baik nona duduk dulu? Ini.... benda yang kau gadaikan ini ........ia terlalu besar. ” Ia
menunjukkan kepada tubuh penjaga yang melintang di atas mejanya. “Terlalu besar, ya?” tiba-tiba Siang Lan mencabut pedangnya sehingga sinar pedang yang tajam berkilau menyilaukan mata. Dengan sedikit gerakan pedangnya ke arah kepala penjaga itu, putuslah sebelah telinga penjaga mata keranjang itu dan Hwe-thian Moli lalu melemparkan tubuh itu ke atas lantai. Ia menunjuk ke arah daun telinga yang kini berada di atas meja lalu berkata.
“Nah biarlah kau terima daun telinganya saja, supaya lebih kecil dan mudah disimpan.”
Penjaga itu makin ketakutan dan semua orang yang menonton diam-diam merasa terkejut juga. Nona ini datang mencari perkara, pikir mereka dengan hati berdebar-debar. Memang sesungguhnya telah lama penduduk Kang-leng menderita di bawah kekejaman Siong Tat dan kaki tangannya dan sekarang melihat seorang gadis gagah sengaja datang mengacaukan rumah gadai ini, tentu saja mereka tertarik sekali dan diam-diam berpihak kepada gadis ini.
“Hayo lekas keluarkan uang dan tulis surat gadainya!” kembali Siang Lan berseru mengancam.
“A .....Aku ti .... tidak bisa .....” pegawai itu berkata hampir menangis saking takutnya.
“Bangsat hina dina! Kalau menerima penggadaian seorang gadis, kau bisa menawar dan membuat suratnya, ya? Bagus, orang macam kau ini tidak patut memegang pit dan menulis lagi!” Dua kali pedang di tangan Siang Lan berkelebat dan pegawai itu berteriak ngeri lalu terhuyung-huyung roboh dengan kedua tangan berdarah, Ternyata bahwa sepuluh buah jarinya tinggal setengahnya saja sehingga kalau sudah sembuh, biarpun ia masih dapat melakukan pekerjaan kasar lainnya, jangan harap akan dapat menggerakkan alat tulis yang halus.
Pada saat itu, dari belakang berlari mendatangi dua orang yang berpakaian seperti guru silat dan di belakangnya masih nampak tujuh orang penjaga yang bertubuh tinggi besar dan berwajah kejam. Dua orang ini adalah Tang-kauwsu dan Li- kauwsu, dua orang guru silat yang menjadi kepala penjaga di situ. O leh karena dua orang guru silat ini telah memiliki ilmu silat yang tinggi juga, maka Siong Tat mengangkat mereka sebagai kepala penjaga dan menyerahkan segala urusan kekerasan kepada mereka dan murid-murid mereka yang menjadi penjaga.
Ketika melihat seorang penjaga rebah di atas lantai dalam keadaan kaku dan sebelah telinganya putus sedangkan pegawai rumah gadai itu masih mengaduh-aduh di bawah meja tulisnya, Tang-kauwsu dan Li-kauwsu lalu mencabut golok mereka.
“Dari mana datangnya gadis liar yang membuat ribut?” tanya Tang-kauwsu dengan mata mendelik marah.
Melihat dua orang guru silat dan tujuh orang penjaga itu, Siang Lan tersenyum mengejek dan berdiri sambil bertolak pinggang,. Tangan kanannya yang memegang pedang ditudingkan ke arah mereka, lalu berkata,
“Ah, tidak tahunya di sini banyak terdapat anjing penjaga! Pantas saja orang-orang menjadi takut. He, anjing-anjing buduk pemakan sampah, lekas kau suruh jahanam yang bernama Siong Tat keluar. Aku hendak menebus dan mengambil barang yang dulu kugadaikan padanya!”
Li-kauwsu yang lebih tua dan banyak pengalaman, ketika melihat sikap gadis ini dan melirik keluar melihat betapa empat orang penjaga lainnya juga rebah di atas tanah, maklum bahwa gadis ini bukanlah orang biasa.
Ia menjura kepada Siang Lan dan berkata, “Nona, seungguhnya ada keperluan apakah maka nona datang di sini dan apakah sebabnya nona mengadakan keributan ini? Kalau ada kesalahan di pihak kawan kami, hendaknya urusan ini dirundingkan dengan baik-baik sebagaimana layaknya kita orang-orang kang-ouw berurusan.”
“Anjing tua, kau telah menjadi anjing penjaga dari jahanam Siong Tat, masih dapat bicara tentang peraturan kang-ouw? Sungguh menjemukan! Dengarlah, dulu aku telah menggadaikan kepala dari manusia she Siong itu kepadanya dan karena telah terlalu lama ia memakai kepala itu, kini hendak kuminta kembali!”
Mendengar ucapan ini, tidak saja kedua orang kauwsu dan kawan-kawannya yang menjadi terkejut, bahkan para penduduk yang menonton di situpun menjadi kaget sekali. Alangkah beraninya nona cantik ini menghina Siong-wangwe yang berjuluk Santung-taihiap.
Tang-kauwsu yang mendengar ucapan ini tidak dapat menahan kemarahannya lagi, maka sambil berseru keras ia lalu maju menyerbu dengan goloknya. Li-kauwsu terpaksa juga maju pula menyerang dengan goloknya, diikuti oleh tujuh orang kawan mereka sehingga sebentar saja Siang Lan terkurung oleh sembilan orang.
Para penonton menjadi terkejut dan mundur ke tempat yang aman dengan hati kebat-kebit, karena bagaimanakah seorang gadis jelita seperti itu dapat menghadapi keroyokan sembilan orang ahli-ahli s ilat kaki tangan Siong-wangwe?
Akan tetapi kekhawatiran hati para penonton itu terganti oleh kekagetan dan kekaguman. Begitu melihat dirinya dikeroyok, Siang Lan lalu berseru panjang dan pedangnya berkelebat cepat sekali sehingga yang nampak hanyalah gulungan sinar yang menyilaukan mata. Gerakan ini disusul dengan jeritan dan robohnya dua tubuh penjaga yang telah kena terbabat pundaknya.
Tang-kauwsu dan Li-kauwsu terkejut sekali. Tak mereka sangka bahwa gadis ini selihai itu. Mereka lalu mengurung makin rapat dan menyerang dengan betubi-tubi. Siang Lan memutar pedangnya dan dengan mainkan ilmu pedang Liong- cu kiam-hwat, jangankan baru pengeroyok yang kini tinggal tujuh orang jum lahnya, biar ditambah sepuluh lagi ia masih sanggup menghadapinya.
Di antara para pengeroyok itu, yang tertinggi ilm u kepandaiannya hanyalah Tang-kauwsu dan Li-kauwsu saja, terutama Li-kauwsu agak kuat ilmu goloknya. Namun kini menghadapi ilmu pedang dari Siang Lan, mereka itu hanya merupakan segerombolan anak-anak kecil yang mengeroyok seorang dewasa. Jeritan susul menyusul ketika Siang Lan menggunakan pedangnya bersilat dengan gerak tipu Halilinta Menyambar-nyambar di Hujan Lebat. Kembali empat orang telah dapat digulingkan sekali gus sehingga pengeroyoknya tinggal tang-kauwsu, Li-kauwsu dan seorang penjaga lagi.
“A-siok, lekas beritahukan kepada taihiap!” seru Tang- kauwsu kepada penjaga yang seorang itu sambil memutar goloknya menahan gerakan pedang Siang Lan yang luar biasa.
“Bukan dia yang harus melaporkan kepada jahanam she Siong!” Siang Lan berseru dan begitu pedangnya meluncur cepat, tubuh penjaga itupun terguling roboh.
“Sekarang giliranmu!” bentak Siang Lan kepada Tang- kauwsu sambil menusuk dengan gerakan Lai-liong-sin-jiauw (Naga Mas Menggeliat). Gerakan ini amat sukar ditangkis, karena jalannya pedang tidak lurus dari depan dan dilakukan dengan kecepatan yang tak terduga. Tang-kauwsu mencoba untuk mengelak, sedangkan Li-kauwsu tentu saja tak tinggal diam dan mencoba untuk menolong kawannya dengan serangan kilat dari belakang gadis lihai itu.
Akan tetapi, dengan ringan sekali Siang Lan lalu mengangkat kaki kanannya memutar sedikit tubuhnya dan sebelum golok di tangan Li-kauwsu mengenai tubuhnya, guru silat she Li itu menjerit kesakitan dan goloknya terlepas dari pegangan karena pergelangan tangannya telah terkena tendangan Kim-hong-twi. Adapun serangan pedang Hwe-thian Moli ke arah Tang-kauwsu itu masih diteruskan, dan akhirnya Tang-kauwsu memekik kesakitan. Goloknya terpental dan jatuh ke atas lantai, di susul oleh tubuhnya yang terhuyung- huyung dan kemudian roboh pula tak sadarkan diri. Sebelah lengannya, yakni yang sebelah kanan, telah terbabat putus oleh pedang si gadis itu.