Tetapi Ciam Gwat adalah seorang yang berilmu sangat lihay. Menurut pesan gurunya bahwa untuk menundukan Ciam Gwat dia harus mempelajari dan menguasai ilmu dari kitab Pek-seng-ki-su. Maka dia harus dapat mendapatkan kitab Pek-seng-ki-su dan mempelajari serta memahami ilmunya.
Untuk mendapatkan kitab Pek-seng-ki-su dia harus mendapatkan dua benda yang berupa akar Lok-bwee-kim-keng dan biji Cu-sik. Dua benda itu telah didapatnya. Lok-bwee-kim-keng didapat dari Kun-si Mo-kun, sedangkan biji Cusik didapat dari Cit siocia. Hatinya telah menjadi lega. Kalau kedua benda itu telah ditangannya dan dia segera akan pergi ke kota Pek-seng dan menemui gadis she-Gan cucu Gan Hua Liong yang terkurung pengaruh jiwanya di gedung indah kota Pek-seng yang aneh itu. Tetapi untuk pergi ke tempat itu membutuhkan tenaga juga, apalagi kalau sampai ditengah perjalanan dia bertemu dengan orang-orang yang mempunyai minat juga dengan kitab Pekseng-ki-su, dia pasti akan menemui bencana.
Walaupun tekadnya sudah bulat dan sanggup untuk menghadapi segalagalanya. Namun setelah dipikirvlebih lanjut bukankah kalau dia dalam keadaan masih lemah harus menghadapi lawan berarti akan menyerahkan nyawa. Bukan saja badannya akan sengsara, tetapi kitab pusaka akan jatuh ke tangan orang lain. Maka setelah memikirkan untung ruginya dalam tindakannya itu. Kiam Ciu telah mengambi kesimpulan untuk memulihkan dulu semangat dan menyembuhkan luka dalamnya.
Dengan perawatan Cit siocia yang dibantu oleh Sio Cien dan Peng Nio dirumah Cit Siocia yang tenang didesa Cit Wi itu maka Kiam Ciu merasakan kesehatannya berangsur-angsur baik.
Tiap pagi dan sore Kiam Ciu telah mulai latihan kembali. Pemuda itu mulai sedikit demi sedikit melatih gerakan-gerakan tangan dan kakinya yang begitu lama tidak di gerak-gerakan karena dia harus selalu berada di tempat tidur selama dalam penderitaan itu. Latihan-latihan yang di lakukannya itu dengan sangat berhati-hati dan perlahan-lahan. Selama satu bulan Kiam Ciu dirawat oleh Cit siocia dengan penuh kasih sayang itu. Karena ketenteraman dan ketulusan Cit siocia itu, lama-lama Kiam Ciu dapat melupakan segala kegelisahannya. Dengan tiada terasa telah berlalu sebulan dia berada di rumah Cit siocia. "Cit Sio Wie, aku telah terlalu banyak menyusahkan dirimu” kata Kiam Ciu suatu hari. Ketika itu Kiam Ciu dan Cit Sio Wie berjalan-jalan dan menikmati indahnya tanah pegunungan menjelang senja.
"Ah, Tong siauwhiap jangan terlalu memikirkan itu” bisik Cit Sio Wie sambil memegang lengan pemuda itu dengan menggelendotkan tubuhnya kebahu Kiam Ciu. "Kau terlalu baik padaku” bisik Kiam Ciu.
Namun gadis jelita itu tidak menjawab. Cit Sio Wie hanya tersenyum dan melirik ke arah Kiam Ciu.
Gadis yang berjiwa pengembara dan angin-anginan itu ternyata mempunyai kehalusan hati juga. Dia telah begitu menyintai Kiam Ciu hingga berkorban untuk apapun. Dirinya memang diabdikan untuk cinta.
Lebih baik dia berkorban dari pada melihat kekasihnya menderita. Ilmunya lihay.
TETAPI sifatnya kadang-kadang kemanjaan dan memang dia adalah murid satu-satunya dari keluarga itu. Ibunya adalah seorang pendekar yang selalu sibuk dengan kependekarannya, selalu mengembara dikalangan Kang-ouw.
Hingga Cit Sio Wie atau yang biasa dipanggil hanya dengan sebutan Cit Siocia menurutkan kehendak hatinya dimana dia mau saja.
Gadis itu selalu mengembara dengan pakaian yang serba indah dan selalu mengendarai kereta bagus pula. Kecantikannya sebenarnya sangat menarik perhatian banyak tokoh-tokoh persilatan, namun karena dia memiliki ilmu yang lihay tiada yang berani mengganggunya. Cit siocia mempunyai ilmu yang hebat yang selalu dapat menundukkan lawannya atau orang-orang yang dikehendaki ialah ilmu Pan-yok-sin-im. Telah banyak dia menjatuhkan lawannya dengan ilmu itu. Namun dengan ilmu itu pula dia telah berusaha merebut dan menundukkan hati Kiam Ciu. Ternyata Kiam Ciu bagaikan kuda liar yang sukar untuk ditaklukan. Justru dengan kekerasan dia bahkan bertambah binal dan lari dari samping gadis itu.
Kini maksud Cit siocia hampir tercapai, justru gadis itu tidak begitu memikirkan lagi. Walaupun hatinya tetap tidak akan lenyap dari rasa cinta kasihnya terhadap Kiam Ciu. Tapi seolah-olah dia telah memandang biasa saja dalam persoalannya itu. "Aku sangat berterima kasih padamu Cit Sio Wie, kau telah berkali-kali menyelamatkan jiwaku” bisik Kiam Ciu dengan hati penuh dengan keharuan.
"Ah itulah hanya suatu perbuatan yang tak berarti. Siapapun orang yang berhati lurus akan menolongmu, karena kau adalah seorang pemuda yang budiman dan kesatria” jawab Cit siocia sambil memandang Kiam Ciu dan tersenyum. "Aku benar-benar merasa sangat berhutang padamu, entahlah kapan aku dapat membalasnya” sambung Kiam Ciu dengan bersungguh-sungguh dan menggenggam tangan Cit siocia.
Hati Cit siocia berdebar karen genggaman Kiam Ciu itu. Wajah gadis itu menjadi merah karena gejolak hatinya mendesak hebat. Namun Kiam Ciu tidak memperhatikan perasaan gadis itu. Kiam Ciu memang seorang pemuda yang masih polos dan belum banyak pengalamannya dalam pergaulan dengan wanita. Jadinya dia tidak dapat mengerti tentang keadaan wanita.
Keduanya terus berjalan, sedangkan langit bertambah merah karera matahari telah menyembulkan sinarnya dari balik pegunungan. Warna merah itu bertambah meredup dan angin halus membelai dengan kesejukan hawa pegunungan menjelang senja itu.
"Sudah kukatakan aku tidak mengadakan hutang-piutang dengan Tong siauwhiap. Apa yang telah kulakukan padamu berdasarkan rasa kasih sayang yang tulus.. . “ sambung Cit siocia dengan tersenyum dan kerling mata ke arah Kiam Ciu. Kebetulan saat itu Kiam Ciu juga sedang memandang kearah Cit siocia. Hati Kiam Ciu yang sebenarnya keras itu. dengan tiba-tiba saat itu telah mencair.
Berdebar hati Kiam Ciu. Pemuda itu membuang muka dan memandang ketempat lain. Cit siocia merasakan perubahan sikap Kiam Ciu itu.
"Karena aku telah sembuh kembali, kukira Cit siocia dapat melepaskan aku untuk pergi kekota Pek-seng” berkata Kiam Ciu kepada Cit Sio Wie.
Namun gadis itu tidak menjawab, hanya dipandangi wajah Kiam Ciu dengan wajah sayu dan sorot mata redup.
"Mengapa kau memandangku sedemikan rupa?” tanya Kiam Ciu heran.
"Kukira kau telah melupakan kitab Pek-seng-ki-su.” jawab Sit siocia dengan suara hambar. "Maksudmu?” tanya Kiam Ciu dengan kening berkerut.
"Kita dapat tinggal didesa sepi dan damai ini. Kemudian melupakan pergolakan dikalangan Kang-ouw. Kita hidup tenteram dan damai meninggalkan dunia persilatan.. .” bisik Cit Sio Wie dengan suara penuh rayuan dan bujukan.
Kiam Ciu tahu kemana arah pembicaraan Cit siocia itu. Namun Kiam Ciu tidak dapat menjawab pembicaraan gadis itu dengan cepat, dia hanya memandanginya dengan sorot mata penuh sayang.
Karena merasa bahwa dirinya telah banyak berhutang budi dan berkali-kali pula Cit siocia itu menolong menyelamatkan jiwanya. Maka Kiam Ciu tidak dapat berbuat apa-apa. Dengan seringnya pula bergaul dan lama-lama Kiam Ciu dapat merasakan betapa Cit Sio Wie telah merawat dengan penuh kasih sayang pula.
Maka akhirnya Kiam Ciu hatinya jadi lemah dan terharu atas pernyataan gadis itu. "Aku masih banyak tugas yang belum dapat kuselesaikan” bisik Kiam Ciu dengan kening berkerut. Cit Sio Wie melepaskan cekalan tangannya dan lari meninggalkan Kiam Ciu.
Gadis itu lari terus kearah matahari tenggelam. Kiam Ciu berlari-lari pula mengejar gadis itu sambil memanggil-manggil namanya. Namun Cit Sio Wie tanpa memperdulikan seruan-seruan Kiam Ciu.
Kiam Ciu mengejarnya terus. Pemuda itu benar-benar tidak mengerti apa maksud gadis itu lari meninggalkannya. Sungguh Kiam Ciu tidak mengerti maksud gadis itu. Namun Kiam Giu lerus mengejarnya.
Ketika jarak mereka begitu dekat dengan tiba-tiba Cit Sio Wie berhenti. Tahutahu Kiam Ciu lelah berada didekatnya. Pemuda itu langsung menerkam punggung Cit siocia. Memegangnya dan menggoncang-goncangkannya.
"Mengapa ? Cit Sio Wie marahkah kau padaku ?” tanya Kiam Ciu sambil menggoncangkan bahu gadis itu.
Cit Sio Wie memutar tubuh dan kini mereka berhadapan. Keduanya saling bertatapan pandang. Namun gadis itu menundukkan wajahnya dihadapan Kiam Ciu. Sekilas Kiam Ciu melihat butiran air mata meleleh disudut mata gadis itu.
Maka dengan cepat-cepat dipegangnya dagu gadis itu dan ditengadahkannya.
"Kau menangis? Mengapa ?” tanya Kiam Ciu sambil mengusap air mata gadis itu dengan ibu jarinya. Namun Cit Sio Wie hanya menggelengkan kepala dan memaksakan diri untuk tersenyum. Melihat keadaan itu Kiam Ciu jadi bertambah bingung. Sama sekali dia tidak mengerti maksud gadis itu.
"Mengapa Cit Sio Wie ?” tanya Kiam Ciu.
"Karena aku belum rela melepaskan kau yang masih dalam keadaan belum sehat benar . . . “ jawab gadis itu.
"Kukira bukan itu alasannya !” sambung Kiam Ciu ragu-ragu.
"Tong Kiam Ciu, pandanglah diriku” berkata gadis itu seraya menekan bahu Kiam Ciu dan mendorongnya.
Tong Kiam Ciu seperti anak kecil yang penurut, dipadanginya kearah gadis itu. Wajahnya, rambutnya lehernya dadanya dan seluruh tubuhnya. Setelah itu Kiam Ciu bagaikan orang dungu, memandang Cit Sio Wie dengan pandang tajam.
Cil Sio Wie merasakan seolah-olah pandangan mata Kiam Ciu itu menembusi jiwanya. Serasa dia telah ditelanjangi. Tampaklah wajah gadis itu bersemu merah karena merasa malu. Namun Kiam Ciu tetap memegang dagu gadis itu dan tetap menatapinya dengan sinar mata yang tiada berkedip.
"Maafkan diriku Wie moay” bisik Kiam Ciu.
Betapapun saat itu senja yang cerah, namun karena kata-kata Kiam Ciu yang telah memanggilnya dengan perkataan "moay” tanpa disadarinya gadis itu terpekik perlahan. "Ai !” terdengar pekikan tertahan meluncur dari gadis itu.
Akhirnya Kiam Ciu tahu juga. Bahwa benar-benar gadis itu telah mencintainya. Terbukti dengan perawatan, pertolongan yang selalu diberikan padanya. Seolah-olah Kiam Ciu merasa bersalah besar karena dia selalu menyia-nyiakan gadis itu. Maka mulailah luntur benteng pertahanannya yang dia hanya mencintai Tong Bwee. Sesaat itu benar-benar telah mengambil keputusan. Kiam Ciu tidak sampai hati untuk menyia-nyiakan cinta kasih gadis itu. Cit Sio Wie sebenarnya akan melepaskan diri dari pandangan Kiam Ciu.
Namun pemuda itu memegang bahunya dengan erat genggaman tangan pemuda itu bertambah erat. Akhirnya sesuatu yang sama sekali tidak terduga tetapi selalu diharapkan telah terjadi. Cit Sio Wie terperanjat tetapi senang ketika bibir Kiam Ciu mengulum bibir gadis itu. Suatu reaksi yang datangnya dengan tiba-tiba ialah seolah-olah Cit Sio Wie menolak pelukan pemuda itu. Tetapi akhirnya dia menyerah dengan perasaan penuh gelora.
Saat itu Kiam Ciu telah memberikan kasih sayangnya kepada Cit siocia.
Bahagialah hati Cit Sio Wie menerima curahan kasih sayang Tong Kiam Ciu itu.
Pemuda yang selalu dikejar-kejarnya, pemuda yang telah dicintainya. Kini segala rindu dendam dan kasih sayang serta kerisauan hati telah terobatkan.
Kiam Ciu juga tidak merasa menyesal telah meninggalkan adiknya yang sangat dicintai ialah Tong Bwee karena dia juga tahu apa artinya kasih sayang ini.
Senja telah terhimpit malam dan di cakrawala masih tetap merah lembayung. Sedangkan burung-burung tetap berkicauan mencari tempat untuk berteduh. Awan berarak tertiup angin. Angin bertiup menimbulkan suara bagaikan siulan panjang, seolah-olah suara itu menyayat hati dan merisaukan perasaan. Namun Kiam Ciu dan Cit Sio Wie telah bergandengan tangan dan tangan mereka saling menggenggam. Sedangkan pandangan mereka memandang jauh kedepan. Bibir Cit Sio Wie tersenyum-senyum puas. Seolah-olah mereka berdua telah mendapat kemenangan. Namun Kiam Ciu juga tersenyum karena dia tidak merasa sebagai orang yang dikalahkan.
"Tong Ko, kukira kalau kau akan ke kota Pek-seng itu menunggu dulu sampai akhir tahun ini. Pada akhir tahun ibuku pasti pulang, aku bermaksud perjodohan kita ini direstui ibu sekalian kau akan kuperkenalkan dengan ibu” usul Cit Sio Wie sambil memandang wajah Kiam Ciu penuh harap.
Mau tak mau Kiam Ciu harus menganggukkan kepala juga. Ternyata Kiam Ciu tidak dapat menolak lagi segala permintaan Cit Sio Wie. Karena pemuda itu telah merasakan betapa kasih sayang yang telah diberikan oleh gadis itu kepadanya. Maka karenanya Kiam Ciu tidak menginginkan untuk menyakitkan hati gadis itu. Maka kini mereka berdua bersama-sama menuju ke rumah. Mereka berkejaran, seperti anak kecil. Tertawa dan berlari-lari. Sio Cin dan Peng Nio memandangi kedua muda-mudi yang sedang asyik dan bergembira itu. Mereka menyaksikan dengan rasa senang dan terharu sekali.
Mereka itu adalah orang-orang yang selalu memanjakan dan melayani segala kemauan Cit Sio Wie dengan penuh sayang.
Namun Kiam Ciu dan Cit Sio Wie tidak menyadari kalau mereka selalu diperhatikan oleh Sio Cin dan Peng Nio. Karena kegembiraan yang menyelubungi mereka itu. Mereka bergurau bagaikan anak kecil.
Ketika bahwa telah menjadi dingin, maka Kiam Ciu telah membopong Cit Sio Wie masuk kedalam ruangan tamu sambil mendorong pintu depan.
"Ha ha ha ha. Kan kenal Tong Ko!” seru gadis itu sambil menekan hidung Kiam Ciu dengan ujung jari telunjuk.