Warisan Jendral Gak Hui Chapter 55

NIC

Mereka sudah sama-sama tegang dan dari pihak Kwi Ong berhasrat untuk menerobos pintu pagoda, sedangkan dari pihak Kun-si Mo-kun bertekad untuk bertahan. Kedua belah pihak adalah orang-orang dari kalangan Bu-lim yang berilmu tinggi, Hebat sekali akibatnya kalau sampai terjadi pertempuran saat itu.

Tetapi belum lagi semuanya itu berjalan, tiba-tiba dari atas pagoda terdengar sebuah seruan yang keluar dari jendela pagoda.

"Tunggu!” seruan itu begitu nyaring dan ternyata mempengaruhi kedua belah pihak. Orang-orang yang berada didepan pintu pagoda itu semuanya mendongak kearah datangnya suara. Perhatian mereka tertuju kesana. Mereka menyaksikan Tong Kiam Ciu berdiri dibelakang jendela. Di tempat itu tampak pula Teng Siok Siat mendampingi Kiam Ciu.

"Kalian orang-orang gagah mencariku dengan maksud untuk menanyakan rahasia peta Pek-seng bukan?” seru Tong Kum Ciu dengan suara keras dan tenang. "Heeii Lotee (adik kecil) mengapa kau tak menghiraukan pesanku?” teriak Kun-si Mo-kun dengan suara nyaring dan penuh khawatir.

Semua jago-jago silat yang berada ditempat itu masih tetap memperhatikan kearah Tong Kiam Ciu. Senangkan Teng Siok Siat masih tetap mendampingi Tong Kiam Ciu. "Kau seharusnya tetap tenang dan beristirahat didalam. Kami yang menjaga diluar, apapun yang terjadi itu urusan kami!” seru Kun-si Mo-kun memperingatkan Kiam Ciu dengan pesannya.

Tetapi Tong Kiam Ciu adalah seorang pemuda yang polos dan berhati mulia.

Dia tidak senang kalau orang lain menderita karena dirinya. Maka ketika dia mendengar ribut-ribut diluar pagoda, dia telah menduga bahwa tentulah Kwi Ong dengan kawan-kawannya yang berusaha untuk mencarinya dan ingin mengetahu peta Pek-seng itu.

Dengan tersenyum pemuda itu menjawab kata-kata Kun-si Mo-kun.

"Locianpwe ! Aku tidak melihat apa yang terjadi diluar, tetapi aku dapat mendengarnya. Ini adalah urusanku dan harus mengurusnya.”

"Tetapi kau belum sembuh kau hanya akan mengantarkan jiwamu saja dengan percuma jika kau harus bertarung lagi!” seru Kun-si Mo-kun.

Dengan selesainya kata-kata itu tahu-tahu tubuh kakek itu telah melesat bagaikan terbang dan hinggap dijendela dimana Tong Kiam Ciu berdiri dengan maksud mendorong Tong Kiam Ciu untuk masuk kembali Tetapi dengan cepat pula Ceng-hi Sio-li telah berada di belakang Kun-si Mo-kun. Maka kakek itu lalu membentak. "Minggir!” seru Kun-si Mo-kun sambil menghantamkan tinjunya Ceng-hi Sioli.

Namun gadis berpakaian hijau itu cepat berkelit dan langsung meloncat kebelakang Tong Kiam Ciu sambil menerkam punggung Kiam Ciu dia mengancam. "Jika kau dan kawan-kawanmu berani bertindak gila-gilaan, maka aku tak segan-segan lagi memukul mati Tong Kiam Ciu! "ancam Ceng-hi Sio-li.

Lalu Ceng-hi Sio-li mengeluarkan kertas putih dan menanyakan kepada Tong Kiam Ciu. "Ini adalah sehelai kertas putih yang kosong, tetapi kau mengatakan bahwa kertas ini adalah peta Pek-seng. Aku minta penjelasan!” seru Ceng-hi Sio-li sambil tetap mengancam. Suasana sudah menjadi sangat tegang sunyi senyap dan hanya napas memeka yang terdengar. Tong Kim Ciu tampak tetap tenang dan memutar tubuhnya menghadap kearah Ceng-hi Sio-li seraya tersenyum.

"Apakah kau kira kau dapat memaksaku dengan kekerasan?” tanya Kiam Ciu bernada tenang dan tersenyum memandang gadis pendekar silat itu.

Mendengar perkataan Kiam Ciu itu, semua orang pada terperanjat dan merasa kagum dengan ketenangan pemuda itu. Begitu juga Ceng-hi Sio-li yang masih mengancam pemuda itu tampak mengerenyitkan keningnya.

"Kau tahu bahwa kita semua menginginkan kitab pusaka Pek-seng-ki-su?”

tanya Kiam Ciu dengan suara tetap tenang.

Gadis itu hanya memandangi mata Kiam Ciu dengan sorot mata tak mengerti. Namun mata gadis itu membenarkan perkataan Kiam Ciu.

"Untuk menemukan tempat penyimpanan kitab Pusaka Pek-seng-ki-su itu harus menggunakan peta. Tanpa petunjuk peta Pek-seng itu aku yakin takkan mungkin dapat menemukan kitab itu. Ketahuilah satu-satunya orang yang mengetahui rahasia peta Pek-seng itu hanyalah aku sendiri !” seru Tong Kiam Ciu dengan suara tetap tenang, selanjutnya "tanpa petunjukku kukira kalian tidak akan dapat menemukan tempat tersimpannya kitab Pek-seng-ki-su itu !”

Lalu Tong Kiam Ciu mengambil kertas yang dipegang oleh Ceng-hi Sio-li dan gadis itu diam saja hanya memperhatikan. Karena semua perkataan Kiam Ciu yang baru saja diucapkan itu semuanya benar belaka. Dia membutuhkan keterangan pemuda itu untuk menunjukan tempat tersimpannya kitab pusaka itu. Karena memang hanya Tong Kiam Ciu seoranglah yang mengerti rahasia peta Pek-seng itu. "Kwi Ong telah mengambil empat helai kertas dari dalam saku. Sekarang aku hanya mendapatkan sehelai ini, lalu yang ketiga helai lagi dimana?” tanya Kiam Ciu sambil mementangkan kertas yang dipegangnya itu kearah luar.

Kemudian terdengarlah Eng Ciok Taysu berseru.

"Tong siauwhiap ! Tiga helai kertas lainnya berada ditanganku!” seru Eng Ciok Taysu sambil mengeluarkan tiga helai kertas dan dilipat-lipat kemudian dilemparkan kearah Tong Kiam Ciu.

Setelah Tong Kiam Ciu memegang keempat kertas itu lalu dia berseru kepada semua orang yang berada ditempai itu.

"Kirab pusaka Pek-seng-ki-su itu tersimpan disuatu gedung yang indah didalam kota Pek-seng yang hilang itu. Adapun letak kota Pek-seng itu dimana tak usahlah kalian mengetahuinya. Yang penting kalian dapat mengikutiku ke kota Pek-seng itu” seru Kiam Ciu.

Kwi Ong telah merasa tidak sabar lagi dengan tek-tek bengek itu. Sejak tadi dia sangat gelisah dan seakan-akan dia ingin menghancurkan kepala Tong Kiam Ciu, kalau tidak terhalang oleh satu perkara, ialah untuk mendapat petunjuk letak kota Pek-seng. Karena memang Kwi Ong pernah sampai di telaga Ang-tok-ouw kemudian mengelilingi tepian telaga itu serta memasuki hutan-hutan disekitar telaga iiu serta mencari kota Pek-seng yang hilang itu dan dia juga mencari kitab Pek-seng-ki-su namun tidak berhasil menemukan kota itu.

"Hahahaha Tong Kiam Ciu kau sungguh cerdik untuk menyelamatkan nyawamu dengan menggunakan peta Pek-seng untuk alat! Kau telah menjanjikan hal-hal yang muluk-muluk!” seru Kwi Ong dengan suara nyaring.

"Kwi Ong manusia keji dan rendah! Dengar dan pentangkan telingamu lebarlebar! Sebenarnya aku memang tidak rela kalau sampai kitab Pek-seng-ki-su jatuh ketanganmu. Aku rela kalau seandainya kitab itu jatuh ketangan jago-jago silat dari daerah pertengahan!” seru Kiam Ciu.

Kiam Ciu memang sengaja mengeluarkun kata-kata itu karena dia tahu bahwa semua yang berada ditempat itu adalah para pendekar silat dari daerah pertengahan kecuali Kwi Ong seoranglah yang bukan dari daerah pertengahan.

Kwi Ong dari daerah selatan. Maka dengan kata-kata yang diucapkan oleh Kiam Ciu itu besar juga akibatnya dan menonjolkan Kwi Ong dalam posisi yang sulit dan gawat sekali. "Lagi pula kau harus mengembalikan pedang pusaka Oey Liong Kian itu kepadaku. Kau telah merampasnya dengan cara keji. Ketahuilah bahwa sebenarnya pedang Oey Liong Kiam itu adalah pedang yang harus diperebutkan oleh pendekar-pendekar daerah pertengahan pada tiap sepuluh tahun sekali dalam pertemuan Bu-lim-ta-hwee. Maka pada sepuluh tahun yang akan datang aku harus membawa pedang pusaka itu dalam pesta pertemuan Bu-lim-ta-hwee dan pedang itu sebagai piala bagi mereka yang memenangkan dalam pibu!”

seru Kiam Ciu kearah Kwi Ong dengan menuding-nuding.

Sebenarnya Kwi Ong merasa sangat gusar dituding-tuding seperti itu oleh Kiam Ciu. Namun selama beberapa saat itu dia masih dapat menahan kemarahannya demi kitab Pek-seng-ki-su.

"Tong Kiam Ciu kau jangan hanya besar mulut ! Kalau memang kau berkepandaian dan ada keberanian mengapa tidak datang kepadaku dan mengambil pedang ini dari tanganku! “ seru Kwi Ong dengan nada sombong.

Kiam Ciu sejenak diam dan memandang kearah Kwi Ong. Sebenarnya hatinya merasa terpukul dengan tantangan itu. Dia terhenyak dan matanya merah membara. Tetapi dia menyadari bahwa tubuhnya dalam keadaan luka dalam dan tidaklah mungkin untuk menghadapi Kwi Ong. Walaupun hanya dalam beberapa jurus saja dia tidak akan mampu.

"Ayolah turun kesini dan ambillah pedang Oey Liong Kiam ini ! Mengapa tidak berani?!” seru Kwi Ong sengaja memancing kemarahan Kiam Ciu.

Semua orang memandang kearah Kiam Ciu, kemudian memandang kearah Kwi Ong. Kiam Ciu sendiri telah menahan rasa marahnya. Dia memandang Kwi Ong dengan mata melotot dan gigi gemeretakan.

"Untuk apa kau gusar hati kalau ternyata bernyali kecil. Percuma saja kau bergelar Giok-ciang-cui-kiam ternyata adalah nama kosong belaka. Pemegang pedang pusaka nomor wahid dikolong langit ? Hahaha ternyata hanya bernyali kecil hahaha !” seru Kwi Ong dengan sengaja memancing kemarahan Kiam Ciu.

TANTANGAN Kwi Ong yang bersifat mengejek dan merendahkan Tong Kiam Ciu itu menimbulkan rasa panas dihati siapa saja yang mendengarkan. Bukan saja Tong Kiam Ciu namun lawan dan kawan pemuda itu merasa gusar. Tong Kiam Ciu meloncat melalui jendela terjun ke tanah.

Begitu indahnya pemuda itu telah melayang dan berdiri diatas tanah dengan sangat lunak sekali. Dibelakangnya menyusul pula Siok Soat dan Ceng-hi Sio-li.

Menyaksikan orang yang ditantangnya itu telah berdiri diatas tanah yang tiada jauh dari tempatnya. Maka Kwi Ong dengan langkah pasti dan dia buat bersuara dengan tekanan kaki keatas tanah berbatu-batu itu dengan mengerahkan sin-kangnya untuk pamer kelihayannya. Hingga tanah yang dipijaknya itu terlihat tapak bekas kakinya.

Kiam Ciu tidak merasa gentar hati berhadapan dengan orang keji itu. Dia mengawasi wajah Kwi Ong dengan mata waspada.

Ketika Kwi Ong berada tiada jauh lagi dihadapan Kiam Ciu, tiba-tiba pemuda itu meloncat menerkam dada Kwi Ong dengan tangkas sekali.

Posting Komentar