“Hwe Lan, anakku. Jangan kau menantang ayahmu sendiri!” Nyonya Lee menjerit.
“Ayah atau bukan, ia musuh besarku yang jahat dan harus kubalas untuk menebus dosanya!” kata Hwe Lan. “Lee-ciangkun, apakah kau sudah begitu pengecut hingga tidak berani menerima tantanganku?”
Melihat kenekatan anaknya itu, Nyonya Lee menjadi demikian sedih dan cemas sehingga tubuhnya menjadi lemas dan ia terguling di dalam kursinya dalam keadaan tak sadar! Dua orang pelayan wanita segera menolongnya.
Lee Song Kang tersinggung keangkuhannya ketika dimaki pengecut. Ia mencabut goloknya dan berkata,
“Hwe Lan, kalau kau bekat hendak membunuhku, marilah kita pergi ke taman di belakang, jangan mengganggu ibumu!” dengan gagah orang tua itu lalu bertindak ke belakang, diikuti oleh The Sin Liong yang siap membela pamannya ini. Hwe Lan juga mengikuti di belakang bersama Hong An.
Lengan kiri Lee Song Kang masih dibalut karena luka oleh pedang Hwe Lan kemarin, akan tetapi dengan golok di tangan kanan, ia masih nampak gagah dan bersemangat.
“Nah, kalau aku harus mati di tanganmu, aku akan mati dengan ikhlas Hwe Lan, biarlah kau yang menagih dosa-dosa yang telah kuperbuat! Majulah!”
Tanpa banyak cakap lagi Hwe Lan lalu maju menyerang, sedangkan Sin Liong yang tidak dapat tinggal peluk tangan saja melihat pamannya diserang, lalu maju dengan pedang di tangan. Akan tetapi ia dicegat oleh Hong An sehingga kedua pemuda itupun lalu bertempur!
Bagaikan seekor harimau betina haus darah, Hwe Lan menyerang ayahnya sambil memutar-mutar pedangnya dengan hebat. Akan tetapi, Lee Song Kang adalah seorang tokoh persilatan yang berilmu tinggi, dan biarpun ia harus akui bahwa ilmu pedang anaknya ini luar biasa sekali gerakannya, namun tak percuma ia mendapat julukan Sin-to (Golok Sakti) dan ia dapat menjaga diri dengan baik. Hwe Lan benar-benar telah mata gelap dan ketika ia melakukan serangan bertubi-tubi itu, ia sama sekali tak ingat lagi bahwa yang hendak dibunuhnya ini adalah ayahnya sendiri!
Sementara itu, Sin Liong dan Hong An setelah bertemu dalam beberapa gebrakan, keduanya merasa terkejut sekali karena tak pernah menyangka bahwa lawan masing-masing demikian lihainya! Baik dalam tenaga, kegesitan, maupun kehebatan ilmu pedang, mereka seimbang! Ketika Sin Liong menyerang dengan gerak tipu Chong-eng-kim-touw (Burung Garuda Sambar Kelinci), Hong An menangkis dengan gerakan Po-in-kian-jit (Menyapu Awan Melihat Matahari). Sepasang pedang bertemu keras sekali dan keduanya melompat mundur dengan kaget karena merasa betapa telapak tangan mereka gemetar. Cepat mereka memeriksa pedang masing-masing dan bernapas lega ketika melihat bahwa pedang mereka tidak menjadi rusak karena pertemuan senjata itu.
Untuk sejenak mereka saling pandang dengan tajam.
“Sayang kepandaianmu kau gunakan untuk membantu seorang gadis yang durhaka terhadap ayahnya!” Sin Liong membalas.
Keduanya maju lagi dan pertempuran dilanjutkan lebih hebat lagi. Mereka saling mengerahkan tenaga dan tidak mau mengalah. Sin Liong dapat melihat bahwa lawannya ini adalah anak murid Kun-lun-pai yang lihai sekali karena ia mengenal ilmu pedang Kun-lun-pai, akan tetapi sebaliknya, Hong An tidak mengenal ilmu pedang Sin Liong yang aneh, dan tidak kalah dalam hal kelihaiannya itu.
Adapun Lee Song Kang yang hanya membela diri sama sekali tidak pernah membalas serangan Hwe Lan itu, lambat laun mulai terdesak dan gadis yang telah mata gelap itu mengirim serangan-serangan yang amat berbahaya sehingga beberapa kali hampir saja tubuh Lee Song Kang tertembus pedang!
Tiba-tiba Nyonya Lee Song Kang muncul dari pintu yang menembus ke taman itu, mukanya pucat sekali. ia berhenti ketika melihat betapa Hwe Lan mendesak suaminya dengan pedang, sedangkan keponakannya, yakni Sin Liong sedang bertempur mati-matian melawan pemuda tampan yang datang bersama Hwe Lan tadi.
“Hwe Lan... anakku... jangan kau menyerang ayahmu sendiri...!”
Mendengar suara yang diiringi isak tangis itu, tertusuk juga perasaan hati Hwe Lan sehingga desakannya mengendur akan tetapi ia tidak menghentikan serangannya, hanya menggigit bibirnya untuk mengeraskan hatinya. Musuh besar ini, ayah ataupun bukan, harus dibinasakan, pikirnya tegas. Ia seorang jahat, seorang kejam, harus dibasmi!
Pada saat itu, tiba-tiba dari pintu di mana Nyonya Lee tadi muncul, nampak keluar tiga orang laki-laki, yakni seorang perwira tinggi besar bermuka kuning, seorang perwira berkepala gundul, dan seorang lagi berpakaian seperti tosu (pendeta penganut agama To). Mereka ini bukan lain adalah Gui Kok Houw, busu dari kota raja, Wai Ong Koksu, dan tosu itu adalah Lek Kong Tosu dari Go-bi-san, seorang sute dari Pek Bi Tojin yang datang karena mendengar tentang kematian Thio Kim Cai, murid keponakannya sehingga ia datang untuk menuntut balas!
Ketika tiba di dekat Nyonya Lee yang berdiri di tengah jalan, Gui Kok Houw mengulur tangan dan mendorong nyonya itu ke pinggir sehingga Nyonya Lee terdorong keras sampai terguling dan ketika nyonya itu merayap bangun, jidatnya mengeluarkan daarah karena terbentur batu.
“Ha-ha-ha, Lee Song Kang!” terdengar Gui Kok Houw berseru sambil tertawa, sedangkan Lee Song Kang memandang dengan muka pucat dan marah. Juga Hwe Lan memandang dan kedua matanya mengeluarkan sinar marah melihat betapa Nyonya Lee yang mengaku menjadi ibunya itu didorong sampai jatuh. Mendengar seruan ini dan melihat bahwa Lee Song Kang tidak bertempur lagi dengan Hwe Lan, secara otomatis kedua pemuda yang tadi bertempur mati-matian, yakni Sin Liong dan Hong An, berhenti pula dan berdiri memandang kepada orang-orang yang baru tiba.
“Gui-busu! Apakah maksud kedatanganmu ini dan mengapa kau berlaku begitu keji mendorong jatuh isteriku?” Lee Song Kang membentak marah, lupa untuk memberi hormat kepada Wai Ong Koksu sebagai komandannya.
Kini Wai Ong Koksu yangmenjawab, “Lee Song Kang, kedatangan kami adalah atas perintah Kaisar untuk menangkap kau sekeluarga!”
Bukan main terkejutnya hati Lee Song Kang mendengar ini. Ia adalah seorang perwira yang telah turun- temurun menjadi panglima Kaisar yang setia, mengapa sekarang hendak ditangkap?
“Dengan alasan apakah aku hendak ditangkap?”
“Ha-ha, memang benar kata orang dahulu bahwa penyakit kulit di belakang punggung sendiri takkan terlihat!” kata Gui Kok Houw. “Orang she Lee, kau telah mengumpulkan pemberontak-pemberontak Siauw-lim-pai! Bahkan ketiga orang anakmu yang dulu kau katakan hilang itu, tak lain adalah tiga orang Siauw-lim-pai yang telah mengacau kota raja, dan buktinya yang seorang ada pula di sini! Ha-ha-ha, jangan kau pura-pura tidak tahu kesalahan sendiri!”
Lee Song Kang menjadi marah sekali. “Anak-anakku memang mempelajari ilmu silat, mungkin dari Siauw-lim- pai! Akan tetapi apa hubungannya dengan pemberontakan? Anak-anakku bukan pemberontak! Kaisar tentu mengetahui akan hal ini, dan kalau benar kalian datang atas perintah Kaisar, mana buktinya dan mana surat perintahnya?”
Wai Ong Koksu menjadi marah. “Apakah kau tidak percaya kepada kami? Apakah kau hendak kami menggunakan kekerasan?” Gui Kok Houw tertawa kembali. “Lee Song Kang, lebih baik kau mneyerah. Dua orang anakmu telah tertawan, untuk apa kau melawan?” perwira she Gui ini memang merasa agak cemas terhadap anak panah Lee Song Kang, maka ia membujuk agar supaya bekas kawannya itu menyerah saja.
Lee Song Kang terkejut mendengar bahwa Siang Lan dan Sui Lan telah tertawan, akan teapi ia kurang percaya. Gui Kok Houw menepuk tangan tiga kali, dair pintu itu muncullah lima orang perwira yang mendorong-dorong dua orang tawanan yang terikat tangannya dan dua orang ini bukan lain adalah Siang Lan dan Sui Lan yang telah dibelenggu dan melihat tubuh mereka yang lemas, tahulah Lee Song Kang bahwa dua orang anaknya itu telah tak berdaya karena pengaruh tiam-hwat (ilmu totok jalan darah)!
Melihat keadaan Siang Lan dan Sui Lan itu, tiba-tiba kedua mata Hwe Lan seakan-akan memancarkan api. Ia melompat dengan terkaman pedangnya dan berseru, “Keparat! Jangan berani mengganggu enci dan adikku!”
Juga Lee Song Kang berseru keras, “Lepaskan kedua anakku!” dan perwira ini dengan golok di tangan juga menyerbu ke depan.
Hong An dan Sing Liong saling pandang, karena Hong An benar-benar merasa terheran-heran melihat Siang Lan. Sin Liong yang melihat kekasihnya, Sui Lan, dalam keadaan seperti itu, tak sabar lagi dan ia lalu menyerbu sambil berseru,
“Lepaskan mereka!”
Hong An juga ikut-ikut menyerbu sambil memutar-mutar pedangnya dan berteriak keras, “Perwira-perwira keparat!”
Gui Kok Houw tertawa bergelak dan ia buru-buru mengundurkan diri dan bersama lima orang perwira teman- temannya itu, ia menjaga kedua tawanan itu dan membiarkan Wai Ong Koksu dan Lek Kong Tosu menghadapi empat orang itu! Hal ini bukan karena Gui Kok Houw berwatak licik dan pengecut, akan tetapi oleh karena ia maklum akan kelihaian dua orang tua itu dan ia yakni bahwa mereka berdua akan cukup kuat untuk dapat mengalahkan empat orang penyerbu itu.
Bagaimana dengan tiba-tiba Siang Lan dan Sui Lan dapat tertawan oleh rombongan ini?
Ternyata bahwa semenjak Hwe Lan menyamar menjadi pelayan di dalam tumah gedung Pangeran Souw Bun Ong, Gui Kok Houw telah menaruh curiga dan ia menyebar banyak mata-mata untuk mencari dan menyelidiki gadis pemberontak itu. Akhirnya setelah semua orang yang dicarinya, berkat pertolongan Pat-jiu Sin-kai, berhasil keluar dari kota raja, Gui Kok Houw mendengar dari mata-matanya bahwa tiga orang gadis pemberontak anak murid Siauw-lim-pai itu sebetulnya adalah anak-anak dari Lee Song Kang yang dulu dikabarkan hilang diculik orang! Mata-mata ini bekerja sama dengan seorang pelayan di gedung Pangeran Souw Bun Ong dan pelayan itu pula yang mendengarkan percakapan antara Pangeran itu dan Siang Lan.
Mendengar berita ini, Gui Kok Houw menjadi terkejut sekali dan berbareng merasa girang. Sesungguhnya, telah lama Gui Kok Houw merasa benci kepada Lee Song Kang di dalam hatinya, karena ia merasa iri hati kepada busu ini yang telah banyak berjasa. Kini ia mendapat kesempatan untuk membasmi atau mencelakakan perwira ini, maka ia lalu menghubungi Wai Ong Koksu. Panglima gundul ini memang merasa sakit hati karena telah dibikin malu oleh tiga orang gadis pemberontak yang dibantu oleh Pat-jiu Sin-kai dan ia ingin menawan para pemberontak itu, akan tetapi ia merasa ragu-ragu ketika mendengar bahwa gadis-gadis itu adalah anak dari Lee-busu. Ia tahu bahwa Kaisar amat sayang kepada Lee-busu yang telah banyak berjasa itu dan tentu Kaisar akan mengampuni dosa anak-anak perwira itu.