“Siang Lan, kau bijaksana seperti ibumu, akan tetapi Hwe Lan... ia agaknya mewarisi kekerasan hatiku...”
Sui Lan yang berwatak gembira, tidak bisa lama-lama dipengaruhi oleh keharuan. Ia segera berkata dengan suara gembira,
“Ayah, jangan khawatir, sekarang juga aku akan menyusul dan mencari enci Hwe Lan. Kalau aku yang mengajaknya, tentu dia mau ikut datang ke sini!”
Lee Song Kang memandang kepada anaknya yang bungsu ini, dan tak terasa lagi, mulutnya yang tadi ditarik sedih itu bisa tersenyum sedangkan matanya bersinar. Ia berkata kepada isterinya,
“Coba kau lihat, bukankah Sui Lan masih sama dengan ketika kecilnya?” Nyonya Lee juga memandang dengan mata bersinar karena semenjak kecil dulu, memang Sui Lan merupakan anak yang paling mereka sayangi karena kelucuannya.
“Siok-hu, aku juga akan pergi mencari!” kata Sin Liong yang tidak mau terpisah lagi dari Sui Lan! “Biarlah kami bertiga mencarinya sekarang juga!” kata Siang Lan yang bangkit berdiri.
“Bukan bertiga tapi berempat!” kata Lee Song Kang gembira. “Karena akupun akan ikut mencari!”
“Tidak! Jangan pergi! Kalian baru saja datang, bagaimana hendak pergi lagi meninggalkan aku seorang diri?” kata Nyonya Lee sambil memegangi lengan tangan Siang Lan. “Kalian tidak tahu ke mana perginya Hwe Lan, hendak dicari ke manakah? Lagi pula hari telah jauh malam, kalau hendak mencari, sebaiknyaa besok saja!”
Karena nyonya ini amat sangat menahan, akhirnya mereka tidak jadi pergi mencari malam hari itu, dan hendak pergi besok hari. Malam hari itu mereka semua tidak dapat tidur dan tiada habisnya mereka bercakap-cakap menuturkan pengalaman masing-masing. Ketika Hwe Lan sambil menangis lari pergi dari rumah perwira Lee, Hong An yang masih bersembunyi di luar melihatnya dan pemuda ini benar-benar merasa heran sekali melihat betapa gadis itu telah keluar lagi sambil berlari keras dan menangis! Yang membuat ia merasa bingung adalah pakaian gadis itu yang kini tiba-tiba saja sudah berganti pula! Ia tidak tahu bahwa kembali ia dibikin bingung dan salah lihat, karena kalau tadi yang ia lihat masuk bersama dua orang pemuda adalah Siang Lan, kini yang keluar sambil menangis adalah Hwe Lan! Diam-diam ia mengikuti terus dan mengejar secepatnya.
Ketika tiba di sebuah tempat yang sunyi di luar kota gadis itu berhenti berlari, duduk di pinggir jalan dan menangis sedih sambil menutupi mukanya dengan kedua tangan. Ia merasa malu, menyesal, kecewa, dan bingung. Ia malu melihat bahwa penjahat besar itu adalah ayahnya sendiri, menyesal karena tanpa diketahuinya, ia telah melukai lengan ayahnya sendiri, kecewa karena ia tidak bisa membalas dendam dan sakit hati Yap Sian Houw, ayah angkatnya yang telah melepas banyak budi kepadanya, dan akhirnya ia menjadi bingung karena tidak tahu harus berbuat apa!
Tiba-tiba ia mendengar suara yang bertanya dengan halus,
“Nona, mengapa kau bersedih? Apakah kau tidak berhasil membalas dendam kepada musuhmu? Kalau memang demikian jangan khawatir, aku akan membantumu, nona Hwe Lan!”
Memang, biarpun yang dijumpai untuk pertama kalinya adalah Siang Lan, akan tetapi ia tidak kenal nama ini dan yang dikenalnya adalah nama Hwe Lan, yakni ketika ia bertemu dengan Hwe Lan dan Sui Lan dan menolong kedua gadis itu dari pengaruh sihir Ang-hoa Sianjin dulu.
Hwe Lan menengok perlahan dan ketika melihat bahwa yang berdiri di belakangnya adalah Hong An, ia merasa makin sedih karena teringatlah ia betapa encinya, yakni Siang Lan, datang bersama dengan Souw Cong Hwi! Ketika tadi ia melihat betapa Siaang Lan datang bersama dengan Souw Cong Hwi, pemuda yang mencintanya dan yang pernah meminangnya itu, entah bagaimana, di dalam hatinya timbul rasa cemburu dan tidak enak yang amat besar! Perasaan inipun merupakan sebagian dari alasannya untuk melarikan diri dari tempat itu tadi!
Melihat Hwe Lan diam saja, Hong An lalu duduk di atas rumput dekat gadis itu dan berkata pula dengan lembut,
“Nona, beberapa kali kita bertemu dalam keadaan yang akcau dan kau tahu bahwa aku selalu membantu dan membelamu! Juga dalam hal ini, sungguhpun kepandaianku tidak berapa tinggi, akan tetapi percayalah bahwa aku Kui Hong An akan membelamu dengan seluruh kemampuanku, bahkan kalau perlu, aku bersedia mengorbankan nyawaku untuk membelamu!”
Betapapun ruwet keadaan hati dan pikiran Hwe Lan pada saat itu, ia terheran juga mendengar ucapan ini dan ia angkat mukanya memandang pemuda itu lalu bertanya,
“Apa maksudmu? Semenjak pertemuan yang manakah?” Hong An tersenyum melihat nona itu mau bicara padanya.
“Ah, nona Hwe Lan, telah berkali-kali aku dibikin bingung oleh sikapmu yang berubah selalu. Lupakah kau akan pertemuan kita pertama kali ketika kita bersama-sama menghadapi Ang-hoa-tin di dekat rawa itu? Lupakah kau betapa kita bersama melawan Ang-hoa Siang-mo?”
“Bila dan bagaimana? Aku telah lupa, coba kau ceritakan yang jelas!”
Hong An benar-benar merasa heran, dan menyangka bahwa nona ini mempunyai penyakit lupa. Dengan sabar ia lalu menuturkan pengalamannya di dekat rawa dulu, betapa ia dengan nona ini dikeroyok oleh Ang-hoa Mo- li, Ang-hoa Sin-mo dan anak-anak buah mereka. Diam-diam Hwe Lan mengerti sekarang bahwa pemuda ini tentu menyangka dia Siang Lan.
“Apakah kau tidak berkenalan dengan nona itu setelah berhasil mengalahkan Ang-hoa Siang-mo?” tanyanya. Hong An tersenyum geli. “Kaulah yang tidak mau memberitahukan namamu pada waktu itu, baru setelah aku bertemu dengan kau bersama adikmu Sui Lan, aku mengetahui namamu.”
Hwe Lan diam saja. Kini ia yakin bahwa pemuda ini dulu tentu bertemu dengan encinya, dan bahwa pemuda ini jatuh cinta kepada encinya!
“Nona Hwe Lan, semenjak pertemuan pertama, kau telah tahu bahwa aku... mencintaimu, bahkan... akupun tahu bahwa semenjak itu, kau... kaupun suka kepadaku. Akan tetapi, mengapa kau selalu hendak menjauhkan diri, bahkan berpura-pura berlaku keras agar aku membencimu? Aku tahu, kau berwatak lemah lembut, halus dan bijaksana...”
“Sudahlah!” Hwe Lan memotong, kemudian ia mendapat sebuah pikiran yang aneh. Ia tetap hendak membalas dendam kepada Perwira Lee, biarpun perwira itu ternyata ayahnya sendiri! Ia tidak takut, biarpun encinya sekarang berpihak kepada perwira itu! “Apakah kau benar-benar mau membantuku?” tanyanya tiba-tiba sambil memandang tajam kepada Hong An.
“Tentu saja! Apakah kuamasih tidak percayan kepada Kui Hong An? Nona Hwe Lan, biarpun aku seorang bodoh, akan tetapi sebagai anak murid Kun-lun-pai, aku tetap seorang laki-laki sejati. Aku kenal dengan baik artinya It-gan-ki-jut, su-ma-lan-twi (Sekali Keluarkan Perkataan Empat Ekor Kuda Tak Sanggup Menarik Jatuh)!” ucapan ini adalah ucapan kuno yang berarti bahwa diumpamakan sesuatu yang amat kuat sehingga empat ekor kudapun takkan sanggup mematahkan, seorang gagah sekali mengeluarkan ucapan, takkan ditarik kembali.
“Baik,” kata Hwe Lan, “sekarang dengarlah mengapa aku bersedih di tempat ini. Ketahuilah bahwa perwira yang mendiami gedung tadi, yang bernama Lee Song Kang, adalah seorang musuh besarku, yang telah membunuh mati guruku. Aku, atau kami bertiga, yakni aku dan dua orang saudaraku, telah bersumpah untuk membalas dendam kepadanya. Akan tetapi, ketika kami tiba di sana dan hendak membalas dendam, ternyata bahwa dua orang saudaraku itu bahkan berpihak kepadanya!”
“Aneh sekali! mengapa kedua saudaramu berpihak kepada musuh?”
“Hal ini kau tak perlu tahu! Aku tidak peduli, biarpun mereka membantu musuh, tetap aku harus membalas dendam kepada Lee Song Kang itu! Nah, besok pagi-pagi aku akan datang menyerbu ke sana, apakah kau sanggup membantuku?”
Hong An tersenyum bangga. “Jangankan baru menyerbu rumah seorang perwira, biarpun harus menyerbu gedung Hai-liong-ong (Raja Naga Laut), aku takkan mundur untuk membantumu!”
“Bagus, dan sekarang jangan mengganggu aku lebih lanjut, aku mau tidur!” setelah berkata demikian, tanpa pedulikan pemuda itu lagi, Hwe Lan lalu merebahkan drii miring membelakangi pemuda itu dan tidur di atas rumput!
Hong An memandang heran. Alangkah ganjilnya perangai gadis yang dicintainya ini! Akan tetapi ia tidak mau mengganggu karena maklum bahwa gadis itu sedang terganggu pikirannya dan sedang lelah sekali, maka tanpa bicara sesuatu ia lalu menyalakan api unggun dan menjaga di situ. Hwe Lan tak dapat tidur, pikirannya ruwet sekali, akan tetapi karena perasaannya amat tertekan sehingga ia merasa lelah sekali, akhirnya ia tertidur juga.
Sementara itu, pada keesokan harinya pagi-pagi sekali, Siang Lan dan Sui Lan meninggalkan rumah orang tuanya untuk pergi mencari Hwe Lan. menurut pendapat Siang Lan, lebih baik yang mencari dan menemui Hwe Lan mereka berdua saja, dan ayahnya jangan ikut, oleh karena Hwe Lan yang sedang naik darah itu, lebih baik dibujuk oleh mereka berdua dan jangan bertemu dengan ayahnya lebih dulu. Juga Sin Liong lebih baik jangan ikut dulu, karena takut kalau-kalau menimbulkan kecurigaan Hwe Lan.
Lee Song Kang, isterinya, dan The Sin Liong, duduk di ruang dalam, sambil tiada hentinya membicarakan tiga dara itu dengan hati girang bercampur khawatir kalau teringat akan keadaan Hwe Lan. Tengah mereka bercakap-cakap, tiba-tiba terdengar para pelayan berlari-lari ketakutan dan tak lama kemudian di dalam ruangan itu muncul Hwe Lan dan seorang pemuda dengan pedang di tangan! “Orang she Lee!” teriak Hwe Lan. “Mari kita bertanding secara orang gagah untuk membuat perhitungan!” “Hwe Lan...!” Lee Song Kang mengeluh.