Suling Emas Naga Siluman Chapter 28

NIC

Ci Sian memandang wajah itu. Mereka saling pandang dan Ci Sian melihat wajah itu agak pucat, akan tetapi tersenyum! Baru sekarang dia melihat sastrawan yang biasanya muram itu tersenyum, senyum yang bebas dan wajar, tidak seperti biasanya kalau sastrawan itu tersenyum maka senyumnya itu senyum masam! "Paman Kam, kalau mau bicara ten-tang terima kasih, akulah yang harus berterima kasih kepadamu! Engkau telah menumpuk budi, dan kalau tidak ada engkau, agaknya sudah berkali-kali aku mati!"

"Mana mungkin orang mati berkali-kali? Dia itu sekali mati sampai seribu tahun tak dapat bangun lagi untuk mati kembali!"

Kam Hong menuding kepada mayat dalam es itu. Ci Sian cepat menoleh. Baru dia teringat akan mayat yang aneh itu sekarang setelah Kam Hong bicara tentang itu. Segera dia mendekatinya lagi dan memeriksa dengan teliti dari segala jurusan.

"Dia seperti masih hidup saja, Paman!"

Teriaknya penuh gairah dan kegembiraan.

"Sungguh ajaib! Bagaimana mendadak di tempat seperti ini muncul mayat yang kuno ini dalam balok es? Dan boneka di tangannya itu.... sungguh indah sekali....!"

Kam Hong menjadi tertarik sekali melihat sikap Ci Sian. Dengan menggunakan kekuatan kedua tangannya bertopang pada batu menonjol tertutup salju, dia bangkit berdiri di atas satu kaki. Kebetulan dia berdiri di tempat yang agak tinggi dan sebelum dia menghampiri Ci Sian, tanpa disengajanya dia melihat ke sekeliling tempat itu. Matanya terbelalak dan dia mengeluarkan seruan kaget yang membuat Ci Sian melompat dan menghampirinya, karena gadis ini mengira tentu pendekar itu melihat hal yang lebih aneh lagi daripada mayat dalam balok es itu.

"Ada apakah, Paman?"

Tanyanya dengan cemas dan dia sudah memegang lengan Kam Hong sambil melihat pula ke sekeliling. Dan dia pun melihat apa yang membuat pendekar sakti itu terkejut, dan dia sendiri terbelalak.

"Wah, tempat ini dikelilingi jurang....!"

Dan gadis tanggung itu lalu melepaskan lengan Kam Hong, berlari-lari untuk memeriksa sekeliling tempat mereka itu.

"Hati-hati, Ci Sian, jangan sampai jatuh. Awas salju longsor!"

Kam Hong memperingatkan dan sambil berloncatan dengan sebelah kaki saja dia pun mengejar untuk melindungi dara itu. Mereka memeriksa sekeliling tempat itu dan memang tempat itu kini merupakan tempat yang terpencil. Akibat longsor hebat itu, tempat ini menjadi terkurung oleh jurang-jurang yang amat curam dan agaknya tidak mungkin dapat dituruni, apalagi dengan sebelah kaki patah tulangnya seperti Kam Hong. Mereka terjebak dalam tempat yang agaknya tidak ada jalan keluarnya!

"Wah, bagaimana kita dapat melanjutkan perjalanan, Paman?"

"Tenanglah, Ci Sian. Andaikata tempat ini tidak terkurung, tetap saja kita tidak dapat melanjutkan perjalanan sebelum tulang kakiku tersambung dan sembuh kembali. Sebaiknya kita mencari tempat untuk tinggal selama beberapa hari ini di sekitar sini."

"Aku mau melihat mayat aneh itu dan bonekanya!"

Kata Ci Sian yang dalam waktu singkat sudah dapat melupakan kembali kecemasan dan berlari-larian dia kembali ke tempat di mana mereka menemukan jenazah itu. Mau tidak mau Kam Hong tersenyum. Melakukan perjalanan dengan seorang anak perempuan yang tidak cengeng seperti Ci Sian memang menyenangkan.

Anak itu tabah dan tidak mudah putus asa, berbakat untuk menjadi seorang pendekar wanita. Maka dia pun segera mengejarnya, karena dia pun tertarik sekali untuk menyelidiki keadaan mayat yang memakai pakaian kuno sekali itu. Baru teringat dia akan suling emasnya. Hatinya gelisah sekali dan dia tidak jadi menghampiri Ci Sian, melainkan mencari-cari sambil berloncatan. Tentu sulingnya itu terlepas ketika dia tertimpa salju dan es-es balokan besar yang longsor dari atas. Tiba-tiba dia melihat sinar menyilaukan di tepi jurang. Cepat dia berloncatan ke sana dan giranglah hatinya karena sinar itu ternyata adalah ujung sulingnya yang tersembul keluar dari timbunan salju! Cepat diambilnya pusaka itu, diperiksanya dan ternyata tidak rusak sama sekali.

Dengan hati lapang dan girang diselipkannya suling itu ditempat semula, yaitu di balik jubahnya, di ikat pinggang dekat kipasnya. Baru dia menghampiri Ci Sian yang agaknya sedang terpesona oleh jenazah dalam bongkahan es besar itu. Memang jenazah itu aneh sekali. Wajah jenazah itu seperti wajah orang hidup saja, pakaiannya yang masih rapi dan seperti baru. Juga boneka yang dipegang oleh jenazah itu merupakan boneka anak kecil yang montok dan sehat, tersenyum lebar seperti muka yang ramah dan suci dari arca Ji-lai-hud. Melihat jenazah seperti terlantar seperti itu, dan melihat keadaan pakaiannya, model pakaian itu, Kam Hong menaksir bahwa jenazah itu tentu sudah terlantar dan terbungkus es selama sedikitnya seribu tahun, timbul rasa kasihan dalam hati Kam Hong.

"Kita harus mengubur jenazah itu dengan baik, Ci Sian. Kasihan dia dibiar, kan terlantar seperti itu."

Akan tetapi Ci Sian seolah-olah tidak mendengar ucapan Kam Hong itu. Begitu asyiknya dia mengamati boneka di tangan mayat itu sehingga dia mendekatkan mukanya sampai hidungnya yang mancung kecil itu menyentuh balok es yang menjadi peti mayat itu. Tiba-tiba dia berseru dan matanya dilebar-lebarkan untuk dapat memandang lebih jelas lagi,

"Paman, lihat....! Ada tulisannya pada dahi boneka itu!"

"Ah, benarkah?"

Kam Hong bertanya dan dia pun mendekat, lalu memandang dengan cermat ke arah boneka. Akhirnya dia berkata,

"Benar, itu tentu huruf-huruf yang ditulis, akan tetapi terlampau kecil untuk dapat dibaca melalui es ini. Es membuat huruf-huruf itu kabur tak dapat dibaca dari luar."

"Kalau begitu, apakah Paman tidak dapat memecahkan balok es ini?"

"Ah, untuk apa, Ci Sian? Kita tidak boleh mengganggu jenazah manusia!"

"Untuk dapat membaca tulisan itu, Paman. Siapa tahu tulisan itu merupakan pesan untuk kita atau siapa saja yang menemukan jenazah ini!"

Kam Hong tertarik. Bukan tidak mungkin apa yang diucapkan gadis cilik itu. Kalau tidak mengandung maksud tertentu, mengapa dahi boneka diberi tulisan huruf-huruf amat kecilnya? Dia memandang lagi wajah dan pakaian mayat itu, kemudian dia seperti memperoleh firasat bahwa mayat itu adalah jenazah seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi! Maka dia lalu berkata kepada jenazah itu,

"Locianpwe, harap maafkan teecu yang berani lancang memecahkan balok es. Teecu berjanji akan mengubur jenazah Locianpwe baik-baik."

Setelah berkata demikian, dengan hati-hati Kam Hong menaruh telapak tangannya pada balok es itu, mula-mula di atas kedua kaki jenazah. Dia mengerahkan sin-kangnya menekan. Terdengar suara

"krek, krek"

Dan balok itu pun pecah di bagian bawah! Ci Sian hampir bersorak.

"Engkau hebat sekali, Paman!"

Siauw Hong atau Kam Hong hanya tersenyum, lalu memecah balok es di bagian atas. Terdengar suara agak keras dan balok es itu kini terbelah menjadi dua dan mayat itu pun nampak! Sungguh aneh, tidak ada bau busuk keluar dari mayat itu! Kalau mayat itu tidak sampai rusak selama ribuan atau ratusan tahun, hal itu tidaklah aneh karena mayat itu terbungkus es dan selalu terbenam dalam tempat yang suhunya teramat dinginnya.

Akan tetapi kalau kulit itu sama sekali tidak rusak dan tidak mengeluarkan bau busuk, hal ini adalah suatu keanehan dan tentu ada rahasia tertentu tersembunyi di balik kenyataan ini, pikir Kam Hong. Dia menduga bahwa tentu sesudah mati mayat ini diberi semacam obat yang luar biasa, yang membuat selain mayat itu tidak rusak selamanya, juga tidak mengeluarkan bau busuk. Setelah peti es itu terbuka dan kini mayat tidak lagi tertutup es, tulisan huruf-huruf kecil di atas dahi boneka itu dapat dibaca, sungguhpun untuk itu Kam Hong dan Ci Sian terpaksa harus mendekatkan mata mereka kepada boneka itu. Tulisan itu bergaya kuno, baik coretannya maupun susunan kalimatnya, akan tetapi agaknya Ci Sian terdidik baik sekali dalam hal sastra, karena ternyata dia mampu juga membaca dan mengerti artinya, membuat Kam Hong merasa kagum juga.

"Aku mohon agar boneka ini dibakar agar pusaka keramat yang mengandung pelajaran dahsyat ini tidak terjatuh ke dalam tangan orang jahat."

"Aihh, sungguh sayang sekali kalau boneka ini dibakar!"

Ci Sian berseru dan memandang kepada wajah jenazah itu seolah-olah jenazah itu seorang yang masih hidup.

"Kenapa engkau meninggalkan pesan yang demikian aneh dan gila? Kalau memang ingin melenyapkan boneka indah ini, kenapa tidak dulu-dulu kau bakar sendiri?"

Biarpun ucapan Ci Sian itu keluar dari sifatnya yang keras, bengal dan tidak mau tunduk kepada, siapapun juga, akan tetapi Kam Hong seperti disadarkan akan sesuatu yang memang aneh sekali. Memang ucapan Ci Sian itu benar belaka. Mengapa bersusah payah menulis huruf-huruf kecil di dahi boneka itu kalau memang hendak melenyapkan boneka itu? Kenapa tidak langsung saja dibakar daripada menanti sampai ribuan tahun agar ditemukan orang dan dibakar oleh orang itu? Bukankah langsung saja dibakar jauh lebih mudah daripada membuat tulisaan huruf kecil-kecil itu? Tentu ada rahasianya di balik semua ini.

"Ci Sian, siapa pun adanya Locianpwe ini, beliau tidak minta kita menemukannya. Biarpun kita juga tidak sengaja mencarinya, akan tetapi kita toh bertemu dengan beliau. Maka ini namanya jodoh. Dan pesanan orang yang sudah mati merupakan perintah keramat yang harus dipenuhi, apalagi Locianpwe ini sampai memohon dan permintaannya itu pun tidak sukar. Mari kita bakar boneka ini seperti yang dipesankan."

Ci Sian mengerutkan alisnya.

"Terlalu! Itu namanya mempermainkan perasaan orang! Kenapa boneka yang indah ini dibawa mati, dibiarkan terlihat orang? Membiarkan orang merasa suka lalu menyuruh orang itu membakarnya, sungguh merupakan perbuatan yang kejam sekali. Wah, jenazah orang ini dahulu diwaktu hidupnya tentu membuat banyak dosa, Paman. Sampai sudah ribuan tahun menjadi mayat pun masih melakukan perbuatan kejam! Jangan dibakar saja, Paman, aku ingin melihat dia bisa apa!"

Posting Komentar