Lauw Sek terkejut dan hendak mengejar untuk melindungi Siauw Goat, akan tetapi hal ini membuat dia lengah dan sambaran ujung pedang wanita baju kuning mengenal pundaknya, membuat pundak itu terluka parah dan sebuah tendangan menyusul, mengenai pinggangnya dan robohlah Lauw-piauwsu! Teman-temannya masih nekat melawan, akan tetapi seorang demi seorang robohlah para piauwsu itu, semua tewas kecuali Lauw Sek yang memang agaknya tidak dibunuh oleh para wanita itu! Lauw Sek membuka mata dan pertempuran itu ternyata telah berhenti. Dia siuman dari pingsannya, melihat bahwa di situ kini hanya tinggal wanita baju kuning, sedangkan tiga orang wanita lain telah pergi, agaknya mereka semua mengejar Siauw Goat!
"Kami membiarkan engkau hidup agar engkau tahu bahwa kami tidak boleh dibuat permainan oleh serombongan piauwsu yang lancang!"
Kata wanita baju kuning itu.
"Siapa.... siapa kalian....?"
Lauw Sek bertanya lemah, hatinya penuh duka melihat bahwa sebelas orang anak buahnya ternyata telah tewas semua dalam keadaan menyedihkan sekali. Dia bangkit duduk dan pundak kirinya terasa nyeri, akan tetapi darah sudah berhenti mengucur, agaknya membeku di luar karena hawa dingin dan salju yang turun ke atas luka besar itu. Wanita baju kuning itu tersenyum. Manis sekali memang, akan tetapi bagi Lauw Sek di saat itu, senyum ini seperti senyum iblis dari neraka!
"Memang kami sengaja membiarkan kamu hidup agar mengenal siapa kami. Kami adalah utusan dari Sam-thaihouw! Nah, ingatlah baik-baik!"
Wanita baju kuning itu menggerakkan kakinya. Ujung sepatunya menen-dang dan tepat mengenai dada Lauw Sek membuat piauwsu ini terjengkang dan roboh pingsan lagi! Sambil tersenyum wanita baju kuning itu lalu melompat dan lari dari situ untuk menyusul teman-temannya, sedangkan enam belas orang penggotong tandu itu duduk seenaknya saja sejak tadi menonton pertempuran-pertempuran di dekat tandu-tandu kosong mereka,
Seolah-olah mereka sedang menjadi penonton pertunjukan yang menarik! Sementara itu, Siauw Goat lari pontang-panting di antara hujan salju. Dia melarikan diri secepatnya tanpa arah tertentu dan dia memasuki daerah bersalju yang turun naik. Dia melihat adanya tiga orang yang mengejarnya. Untung baginya bahwa hujan salju makin deras sehingga pandang mata menjadi kabur dan para pengejarnya kadang-kadang kehilangan bayangannya. Juga jejak-jejak kakinya segera tertutup oleh salju sehingga tiga orang wanita itu seperti orang meraba-raba ketika mengejar dan mencarinya. Dia mendengar lengkingan panjang di sebelah belakang, yang segera disambut oleh lengkingan lain yang lebih dekat di sebelah belakangnya.
Dia tidak tahu bahwa lengking pertama itu adalah suara wanita pertama yang dijawab oleh wanita ke empat sehingga tak lama kemudian wanita pertama itu sudah bergabung dengan tiga orang temannya dan kini mereka berempat semua mencari-carinya. Beberapa kali Siauw Goat roboh terguling dan napasnya terengah-engah, seluruh tubuhnya terasa lemah dan hawa dingin yang luar biasa membuat dia semakin menderita. Jubah bulu tebal itu dikerudungkan tubuh dan kepalanya, kedua tepinya dipeganginya erat-erat dan dia melanjutkan larinya biarpun napasnya seperti akan putus rasanya. Dia memaksa diri mendaki bukit kecil di depan, bukit yang terbuat dari tumpukan salju dan setelah tiba di puncaknya, tiba-tiba salju yang diinjaknya itu runtuh ke bawah dan tubuhnya bergulingan ke bawah. Kiranya "bukit"
Itu adalah sebatang pohon yang tertutup salju sehingga bergunduk menjadi semacam bukit.
Tentu saja ketika kena injak, salju yang menutupi pohon itu menjadi runtuh. Perutnya terasa lapar bukan main, akan tetapi terutama sekali yang amat menyiksa adalah hawa dingin, kelelahan dan pernapasannya yang makin terengah, Akhlrnya tubuh yang berguling-guling itu berhenti, akan tetapi tidak bangun kembali karena Siauw Goat merasa malas untuk bangun! Terasa nikmat sekali rebah miring di atas salju, dan biarpun hawa amat dinginnya, akan tetapi tubuh yang lelah, napas yang sesak, dan perut yang lapar itu seperti tidak terasa lagi, yang terasa hanya, dingin dan ingin tidur! Akan tetapi dia teringat akan nasihat-nasihat Lauw-piauwsu bahwa amat berbahaya kalau sampai orang tertidur di atas salju. Percakapan ini terjadi ketika mereka habis berjumpa dengan pengemis muda lihai yang tidur di atas salju dengan pakaian tipis.
"Pengemis itu tentu seorang kang-ouw yang sakti."
Demikian kata piauwsu itu.
"Padahal, tidur di atas salju amatlah berbahaya. Bagi orang biasa, kadang-kadang kelelahan dan hawa dingin membuat dia ingin sekali untuk tidur, rasa kantuk menyerang dan kalau sampai orang itu tertidur di atas salju,. Itu merupakan tanda bahwa dia tidak akan bangun kembali karena tentu dia terus mati dalam keadaan membeku darahnya!"
Siauw Goat bergidik. Mati! Mati tanpa dirasakannya! Dan dia masih muda! Dan dia masih harus membalas kematian kakeknya, dan dia harus bertemu dengan orang tuanya. Tidak, dia tidak boleh mati! Maka dengan sisa tenaga seadanya dia lalu bangkit lagi, merangkak bangun dan melihat betapa kaki tangannya lecet-lecet, agaknya terjadi ketika dia jatuh bergulingan tadi. Dipaksanya badan yang sudah hampir mogok itu untuk bangun berdiri dan dia lalu melangkah lagi, bermaksud hendak lari.
Akan tetapi baru saja melangkah beberapa belas tindak, dia mengeluh, terguling dan pingsan! Akan tetapi, sebelum pingsan dia melihat bayangan dua orang, bukan wanita-wanita yang mengejarnya, melainkan bayangan dua orang pria. Bayangan inilah yang menghabiskan semangatnya untuk pantang menyerah kepada kelelahannya. Ada orang, tentu dia akan tertolong, demikian jalan pikirannya yang terakhir sebelum dia membiarkan dirinya hanyut ke dalam ketidak-sadaran. Dua orang itu pun melihat Siauw Goat. Tadinya mereka memandang heran sekali melihat seorang gadis cilik berlari-lari seorang diri di tempat yang amat sunyi dan liar itu, dan terkejutlah mereka ketika melihat gadis itu berguling-guling di atas onggokan salju, bangkit lari lagi dan berguling lagi, kini diam tak bergerak di atas salju.
"Ah, mungkin dia sesat jalan dan sakit, mari kita menolongnya, Paman!"
Seorang di antara mereka berkata dan terus lari menghampiri tempat Siauw Goat terguling. Orang ke dua tidak menjawab akan tetapi ikut berlari. Mereka adalah dua orang laki-lakl yang memegang busur dan membawa banyak anak panah, sikap mereka gagah perkasa dan gerakan mereka tangkas, dengan pakaian seperti biasa dipakai para pemburu. Yang bicara tadi masih remaja, kurang lebih lima belas tahun usianya, namun wajahnya membayangkan kegagahan, kejujuran dan ketabahan sedangkan sepasang matanya tajam dan membayangkan kecerdasan.
Pria ke dua berusia sekitar tiga puluh lima tahun, di balik wajahnya yang gagah membayang kesabaran. Memang mereka itu adalah pemburu-pemburu yang berpengalaman. Mereka adalah keluarga pemburu turun-temurun menjadi pemburu binatang buas yang ahli dan berpengalaman. Mereka berasal dari Lok-yang di mana sekeluarga mereka bekerja sebagai pemburu-pemburu, dan kini mereka berada di Pegunungan Himalaya juga untuk berburu, dan terutama sekali sebagai pemburu-pemburu ahli mereka itu tertarik akan berita tentang mahluk yang dinamakan manusia salju atau Yeti. Sebagai pemburu-permburu berpengalaman tentu saja berita ini amat menarik dan mereka ingin sekali dapat menangkap mahluk itu yang menurut pendapat mereka tentulah semacam binatang liar yang belum pernah dilihat manusia.
Akan tetapi biarpun mereka sudah sering kali menemukan jejak Yeti, mereka sampai sekarang belum juga berhasil berjumpa dengan mahluk itu sendiri. Pemuda remaja yang sudah memiliki bentuk tubuh seorang dewasa karena semenjak kecilnya sudah sering ikut berburu dan menghadapi kekerasan dan kesukaran itu bernama Sim Hong Bu. Ada pun pamannya yang bertubuh sedang dan sikapnya agak terlalu halus untuk seorang pemburu itu bernama Sim Tek, adik dari ayah Hong Bu. Dahulu mereka semua ada empat orang, yaitu ayah Hong Bu yang bernama Sim Hoat, kemudian adik-adiknya Sim Tek dan Sim Kun, dan Hong Bu sendiri. Akan tetapi, tiga tahun yang lalu, ketika Sim Hoat dan Sim Kun sedang berburu biruang di utara, mereka berdua diserang oleh dua ular yang sangat beracun dan nyawa mereka tidak tertolong lagi.
Maka tinggallah mereka berdua saja, Sim Hong Bu dan Sim Tek pamannya, dan untuk sekedar menghibur hati Sim Hong Bu yang penuh duka, Sim Tek yang hidup sebatang kara, tidak mempunyai anak isteri itu lalu mengajaknya merantau ke daerah-daerah liar untuk berburu. Akhirnya, dua bulan yang lalu mereka sampai di Pegunungan Himalaya karena tertarik oleh cerita tentang Yeti. Di dalam kisah JODOH SEPASANG RAJAWALI ada diceritakan tentang Sim Hong Bu ini. Para pembaca kisah tersebut tentu masih ingat akan anak laki-laki pemburu yang pernah menyelamatkan Phang Chui Lan, dayang dari Gubernur Ho-nan yang dikejar-kejar pasukan, ke-mudian bersama keluarga Sim dan kawan-kawan pemburu yang lain, mereka beramai-ramai menyelamatkan pendekar Suma Kian Lee. Sim Hong Bu dan Sim Tek kini berlutut di dekat tubuh Siauw Goat, dan Sim Tek segera memeriksa gadis cilik itu.
"Hemm, dia pingsan dan tidak terluka, tidak pula sakit. Agaknya kedinginan dan kelaparan."
Kata Sim Tek.
"Hong Bu, lekas kau ambil arak dan obat penghangat perut dan juga pil penambah darah itu"
Sim Hong Bu cepat membuka buntal-an bekal mereka dan melaksanakan perintah pamannya. Setelah diberi makan obat dan minum arak, digosok-gosok pula kaki dan tangannya dengan obat pemanas kulit, akhirnya Siauw Goat siuman. Begitu siuman, dia meloncat berdiri, terhuyung, akan tetapi dengan nekat dia siap untuk melawan.
"Siapa kalian....?"
Bentaknya dan Hong Bu tersenyum, memandang kagum kepada gadis cilik itu. Sungguh seorang gadis yang gagah dan samasekali tidak cengeng, pikirnya, dan melihat gerakan gadis ltu ketika meloncat dan mengepal kedua tangannya, dia dapat menduga bahwa gadis itu pernah mempelajari ilmu silat.
"Nona, kami menemukan engkau rebah pingsan di sini, dan kami hanya menolong dan menyadarkanmu. Kami adalah pemburu-pemburu...."
"Ahh, maaf....!"
Tiba-tiba sikap dara itu berubah.
"Dan terima kasih atas kebaikan kalian. Mana.... mana mereka itu?"
"Mereka siapa?"
Tanya Hong Bu.
"Mereka yang mengejarku! Empat orang Iblis betina itu....!"
Siauw Goat lalu memandang ke sekeliling dengan sikap khawatir karena dia teringat akan keadaan Lauw-piauwsu dan anak buahnya yang terdesak dan bahkan banyak yang sudah roboh.
"Tidak ada siapa-siapa di sini selain kita bertiga."
Kata Sim Tek heran.
"Jangan khawatir, Nona. Kalau ada yang hendak mengganggumu, tentu akan kuhajar dengan anak panah dan busurku ini!"
Sim Hong Bu berkata menghibur sambil mengangkat busurnya yang besar ke atas kepala. Pada saat itu terdengar suara melengking susul-menyusul, suara yang mendatangkan gema dan getaran panjang.
"Itu mereka....!"
Siauw Goat berkata dengan wajah berubah agak pucat.
"Pinjamkan pedangmu, aku harus melawan mereka mati-matian!"
Katanya. Hong Bu dan pamannya bangkit berdiri. Hong Bu mencabut pedangnya dan menyerahkan pedang itu kepada Siauw Goat sambil berkata,
"Jangan khawatir, aku dan Paman akan menjagamu dan menghadapi mereka!"
Belum nampak adanya orang lain di situ dan suara melengking tadi agaknya dikeluarkan dari tempat jauh.
"Siapakah mereka, Nona? Dan mengapa mereka mengejar-ngejarmu?"
Sim Tek yang lebih berhati-hati itu bertanya kepada Siauw Goat. Dia maklum bahwa orang-orang yang dapat mengeluarkan suara melengking panjang menggetarkan seperti tadi pasti bukan orang sembarangan. Juga dia bersikap hati-hati, tidak seperti keponakannya yang begitu mudahnya menjanjikan bantuan kepada gadis cilik ini tanpa lebih dulu mengetahui apa yang menjadi persoalannya maka gadis tu dikejar-kejar orang. Bagaimana kalau gadis ini yang berada di fihak salah? Bukan tidak mungkin itu!
"Aku tidak tahu siapa iblis-iblis betina itu! Akan tetapi mereka.... mereka membunuhi para piauwsu yang mengawalku dan mengejar-ngejarku untuk dibunuh!"
"Jahat mereka itu!"