Si Gundul memaki.
"Apa kau kira Jenderal Kam Si Ek akan aman berada di tangannya? Eh, setan lumpuh, mari kita kerja sama. Kau mengejar kekanan aku mengejar ke kiri, syukur kalau aku dapat menangkap Si Bidadari Manis dan kau dapat menemukan Jenderal Kam. Kalau sebaliknya, kita lalu saling menukar tangkapan kita, bukankah ini kerja sama yang baik sekali?"
Si Kakek Lumpuh diam sejenak. Dipikir-pikir memang benar juga ucapan iblis gundul ini. Iblis gundul ini lihai bukan main, kalau dia sampai mengganggu puteri Beng-kauw-cu Pat-jiu Sin-ong, itulah baik. Biar kelak Pat-jiu Sin-ong mencarinya untuk membalas dendam. Biar dua orang iblis itu saling gempur, dengan demikian berarti ia akan kehilangan dua orang musuh yang tangguh, dan kalau mereka itu sampai mampus, berarti Khitan dan Nan-cao akan kehilangan tulang punggungnya.
"Usulmu baik sekali, mari kita kerjakan!"
Kata Si Kakek Lumpuh yang segera meloncat dan berlari cepat sekali dengan sepasang tongkatnya, ke arah kiri, Ban-pi Lo-cia juga berlari cepat kearah kanan dan sebentar saja lenyaplah bayangan mereka, meninggalkan danau yang sunyi. Lu Sian menarik tangan Kam Si Ek dan kini keduanya berdiri lagi. Air sampai sebatas dada mereka. Akan tetapi mereka belum berani keluar dari danau.
"Kita tunggu sebentar, siapa tahu mereka itu hanya menipu. Kalau mereka tiba-tiba kembali, kita dapat menyelam lagi."
Kata Lu Sian dan Kam Si Ek mengangguk. Mereka masih berpegang tangan dan kini, dibawah sinar bulan mereka saling pandang dengan seluruh rambut, muka dan tubuh basah! Melihat pandang mata Kam Si Ek seperti itu, tak terasa lagi Lu Sian menjadi merah mukanya, berdebar hatinya dan ia cepat menundukkan mukanya!
"Liu-siocia (Nona Liu), tanpa bantuanmu aku tentu sudah menjadi orang halus. Aku berhutang budi, berhutang nyawa kepadamu, entah bagaimana aku dapat membalasnya."
"Tidak ada yang hutang dan tidak ada yang menghutangkan nyawa!"
Jawab Lu Sian, kini matanya bersinar-sinar memandang. Wajah mereka hanya terpisah dua jengkal saja, tangan mereka masih saling berpegang.
"Kalau tadi aku tidak kau bantu, aku pun sudah celaka ditangan Ban-pi Lo-cia."
Ketika Lu Sian menunduk dan melihat bajunya yang robek, ia cepat-cepat menutupkannya, dan kembali dua pipinya tiba-tiba menjadi merah. Kam Si Ek bingung. Sejenak ia terpesona. Biasanya, menghadapi gadis cantik yang terang-terangan memperlihatkan cinta kasih kepadanya, ia memandang rendah dan tidak mengacuhkan. Ia selalu menganggap bahwa wanita hanya akan melemahkan semangatnya berjuang! Akan tetapi sekali ini ia benar-benar bingung. Wajah ini, biarpun basah kuyup dan rambutnya awut-awutan, luar biasa cantiknya.
"Kenapa kau memandang terus tanpa berkedip?"
Tiba-tiba Lu Sian bertanya sambil tersenyum.
"Eh.. oh.. aku heran, bagaimana kau bisa tahu bahwa aku terkurung bencana dan dapat datang menolong..."
Dalam gugupnya Kam Si Ek berkata, heran akan kenakalan gadis ini menggodanya seperti itu. Lu Sian lalu menceritakan semua pengalamannya semenjak ia mendengar rencana jahat yang dilakukan Phang-ciangkun untuk menipu dan menawan Kam Si Ek dan semua peristiwa yang terjadi ketika ia melakukan pengejaran untuk menolong Kam Si Ek ke Lok-yang, Kam Si Ek mendengarkan penuh perhatian, kagum akan kecerdikan Lu Sian dalam mengikuti jejak mereka yang menculiknya, bergidik mendengar akan kekejaman Kong Lo Sengjin membunuhi pengungsi.
"Dia dahulu adalah seorang Raja Muda yang perkasa, berjuang mati-matian mempertahankan Dinasti Tang. Sayang bahwa kekecewaan karena melihat jatuhnya Kerajaan Tang membuat ia seperti gila dan menjadi seorang kejam."
"Kau sendiri bersetia kepada Tang sampai rela mengorbankan nyawa."
Lu Sian menegur.
"Akan tetapi semua kesetiaanku kutujukan kepada negara dan bangsa. Kerajaan Tang roboh karena kesalahan Kaisar dan pembantu-pembantunya, yang mengabaikan rakyat. Sekarang, setelah Kerajaan Tang jatuh, aku hanya mengabdi kepada negara dan rakyat, tidak mudah tertipu oleh mereka yang mengangkat diri sendiri menjadi raja-raja kecil yang saling bertempur memperebutkan kekuasaan."
"Hemm, kau memang... memang lain daripada yang lain..."
Lu Sian menarik napas panjang memandang kagum tanpa disembunyikan lagi. Melihat pandang mata gadis ini, berdebar jantung Kam Si Ek karena ia menjadi bingung dan tidak mengerti mengapa gadis ini memandangnya seperti itu, menimbulkan rasa tegang dan juga senang.
"Nona, mengapa kau lakukan semua ini...?"
Akhirnya ia bertanya, memandang tajam.
"Lakukan apa?"
Lu Sian sambil memperlihatkan senyumnya yang membuat darah diseluruh tubuh Kam Si Ek bergelora.
"Melakukan semua untuk menolongku? Mengapa kau seperti tidak mempedulikan keselamatanmu sendiri hanya... hanya untuk menolong orang seperti aku?"
Sejenak mereka saling pandang dan tanpa sengaja, kini mereka saling mendekat, tinggal sejengkal saja jarak antara hidung mereka. Akhirnya Lu Sian menundukkan mukanya yang menjadi merah sekali, akan tetapi suaranya terdengar merdu dan jelas.
"Karena ........... karena aku cinta kepadamu!"
Hampir saja Kam Si Ek terjengkang kedalam air kalau saja Lu Sian tidak cepat-cepat memegang lengannya dan menariknya.
"Kau... kenapa.....?"
Gadis itu bertanya kaget.
"Ah..... Lui Lu Sian.... Kau membikin aku hampir mati kaget....!"
Kam Si Ek memang amat kaget, kaget dan girang. Siapa yang takkan kaget mendengar seorang gadis remaja yang demikian cantik jelita, yang dahulu telah merobohkan hatinya, kini tiba-tiba mengaku cinta secara terang-terangan? "Lu Sian... mungkin... mungkinkah ini..."
Ia lalu merangkul.
"Mengapa tidak mungkin? Ketika kau muncul dahulu itu... menangkis pedangku, lalu bilang bahwa hanya Tuhan yang tahu betapa inginnya kau menangkan aku... nah, sejak itu aku tak dapat melupakanmu..."
"Aduh, kau adikku yang nakal... adikku yang manis..."
Dalam kegirangan yang meluap-luap Kam Si Ek lalu mendekap kepala gadis itu dan menciumnya. Keduanya yang selama hidupnya baru kali ini mengalami hal seperti itu, merasa seakan-akan lemas seluruh syaraf ditubuh, membuat mereka tak dapat berdiri tegak, dan tergulinglah mereka kedalam air, masih berpelukan dan berciuman!
Dalam keadaan seperti itu untung sebelum mereka bangkit, mereka melihat bayangan Ban-pi Lo-cia berkelebat dipinggir danau dan berdiri tak jauh dari rumpun alang-alang! Tentu saja mereka tidak berani berkutik, dengan saling rangkul mereka memaksa diri berendam didalam air, menahan napas! Setelah bayangan itu lenyap lagi, baru mereka berani muncul dalam keadaan saling rangkul dan terengah-engah, kemudian tertawa-tawa karena keadaan itu mereka anggap lucu. Tiba-tiba mereka berhenti tertawa, masih saling peluk dan saling pandang dengan sinar mata penuh kasih sayang. Lama mereka saling pandang tanpa kata-kata, kemudian terdengar Kam Si Ek berkata lirih,
"Moi-moi, terima kasih atas budi dan cintamu, percayalah, semenjak aku melihatmu dahulu, aku sudah jatuh cinta kepadamu, hanya aku... aku tahu diri, seorang seperti aku mana mungkin mengharapkan seorang dewi puteri Beng-kauwcu?"
Lu Sian mencubit lengan pemuda itu.