"Lepaskan pakaian dan perhiasannya itu, dan berikan pakaian tukang masak biasa saja yang bersih padanya. Ia harus bekerja di dapur!" demikianlah perintah Cun Bwe kepada para pelayannya. Dengan menundukkan muka dan merasa malu sekali, Sun Siu Oh mengikuti para pelayan dan mulai saat itu iapun berubah menjadi tukang masak yang sederhana. Ia menyesali nasibnya. Akan tetapi ia lupa bahwa yang dinamakan "nasib" tiada lain hanyalah buah daripada pohon yang ditanamnya sendiri, akibat daripada ulah perbuatannya sendiri.
Penyesalan tiada gunanya sama sekali, hanya memperbesar iba-diri dan mendatangkan duka. Yang penting adalah kesadaran akan kesalahan sendiri yang telah dilakukan sehingga kesalahan macam itu tidak akan terulang kembali di masa mendatang. Peristiwa memalukan yang terjadi di dalam keluarga Goat Toanio itu terdengar pula oleh Chen Ceng Ki. Dia mendengar dari Bibi Pi dan dia mengambil keputusan untuk menuntut haknya. Sudah tiba waktu baginya untuk menuntut Goat Toanio mengenai keluarganya sendiri dan diapun menyatakan maksud hatinya kepada Bibi Pi yang dijadikan utusannya mengunjungi Goat Toanio. Pada suatu hari, datanglah Bibi Pi berkunjung kepada Goat Toanio dan ia menyampaikan pesan dan permintaan Ceng Ki.
"Mantu mendiang suamimu itu menyebarkan berita di kota bahwa dia ingin bercerai dari isterinya yang kata-nya ditahan di sini. Juga katanya dia hendak menuntut Nyonya ke Pengadilan karena katanya banyak barang dan uang-nya ditahan di rumah ini, padahal barang-barang itu dibawanya ketika, pertama kali dia datang ke rumah ini, dan barang-barang serta uang itu adalah pemberian dari Pamannya, yaitu mendiang Jenderal Yang."
Goat Toanio yang masih belum pulih kembali perasaannya dari peristiwa yang terjadi pada diri Siu Oh dan Lai Wang, kini merasa gelisah mendengar akan ancaman dari Ceng Ki. Tidak ada jalan lain baginya. Puteri Shi Men telah menjadi isteri Chen Ceng Ki, maka laki-laki itulah yang lebih berhak. Terpaksa ia lalu menyuruh A Tai, untuk mengantar puteri Shi Men, dalam sebuah joli, ke rumah Chen Ceng Ki. Juga beberapa orang kuli disuruh mengangkat beberapa buah peti berisi barang-barang yang menjadi milik Ceng Ki dan isterinya. Akan tetapi Chen Ceng Ki tidak puas menerima isterinya dan barang-barang itu dan dia memberitahu Bibi Pi agar kembali lagi kepada Goat Toanio, menyampaikan tuntutannya. "Barang-barang ini hanyalah bagian dari milik kami berdua dalam pernikahan. Akan tetapi aku menghendaki kembalinya peti uangku. Dan selain itu, akupun minta agar pelayan isteriku, Yen Shiao, diserahkan kepadaku."
"Akan tetapi Ibu mertuamu itu mengatakan bahwa ia tidak tahu sama sekali tentang peti uangmu dan hanya inilah barang-barang yang dulu kau bawa datang ke sana," kata Bibi Pi. Akan tetapi ia harus kembali kepada Goat Toanio menyampaikan permintaan Ceng Ki. Akan tetapi kembali Goat Toanio mengatakan tidak tahu menahu mengenai peti uang, dan mengenai Yen Shiao, ia mengatakan bahwa ia berkeberatan karena pelayan itu kini telah disuruh mengasuh puteranya. Perebutan ini akhirnya ditengahi Ibu Chen Ceng Ki. Dipanggilnya kacung A Tai menghadap dan ia berkata,
"Sampaikan salam dan hormatku kepada Nyonya majikanmu dan sampaikan pesanku bahwa ia tidak seharusnya menahan pelayan Yen Shiao karena pelayan itu adalah pelayan dari isteri anakku. Pelayan itu bukan hanya sudah melayani isterinya, akan tetapi bahkan telah pula melayani dan menyerahkan diri kepada puteraku." Menghadapi alasan ini, Goat Toanio terpaksa mengalah dan iapun mengirim pelayan itu ke rumah Chen Ceng. Ki yang membuat dia girang sekali dia memang merindukan pelayan yang merupakan seorang gadis muda yang manis dan segar ini.
Kita tinggalkan dulu Chen Ceng Ki yang kini berkumpul kembali dengan isterinya dan terutama, yang amat menyenangkan hatinya, dapat pula menguasai diri Yen Shiao, dan kita menengok Li-Kongcu, putera seorang di antara penguasa di distrik Ceng-Ho-Sian itu. Semenjak dia melihat Mong Yu Lok, dia tergila-gila dan merindukan wanita itu, mengambil keputusan untuk memperisteri wanita yang sudah janda itu. Sesungguhnya bukan hanya Li-Kongcu yang tergila-gila kepada Mong Yu Lok, akan tetapi janda muda inipun amat tertarik melihat pemuda bangsawan yang bertubuh tegap itu. Dan diam-diam janda inipun mengkhawatirkan keadaan dirinya.
"Shi Men telah mati dan sekarang yang berkuasa adalah Goat Toanio. Diriku tidak ada arti dan harganya lagi dalam keluarga ini, karena aku tidak mempunyai anak. Sungguh bodoh kalau aku harus selalu berada di sini, membiarkan diriku melayu sampai tua. Alangkah baiknya kalau aku dapat mencari tempat baru bagi diriku, demi masa depanku, demi masa tuaku." Maka, dapat dibayangkan betapa jantungnya berdebar penuh kegembiraan dan harapan ketika pada suatu pagi, Goat Toanio memberitahu kepadanya bahwa ada seorang perantara datang ingin bertemu dengannya, katanya diutus oleh seorang yang disebut Li-Kongcu.
"Ah, aku tidak percaya!" kata Mong Yu Lok, menyembunyikan kegembiraannya dari Goat Toanio. Betapapun juga, ia bersedia menemui perantara itu dan segera mengenakan pakaian baru. Perantara itu adalah Bibi Tao yang segera memberi hormat kemudian berkata,
"Benar, inilah wanita yang dimaksudkan Li-Kongcu, tepat seperti yang digambarkannya kepadaku. Nona memang seorang wanita yang teramat cantik jelita dan sungguh patut untuk menjadi isteri pertama dari putera bangsawan Li!" Mong Yu Lok tersenyum mendengar pujian yang muluk ini.
"Bibi yang baik, harap jangan melebih-lebihkan. Lebih baik kita bicara serius dan membicarakan persoalannya. Berapa usia tuan muda itu? Apakah dia telah menikah? Apakah dia mempunyai selir-selir? Siapakah namanya? Apakah dia telah menjabat kedudukan? Harap jawab sejujurnya." Bibi Tao menarik napas panjang. "Ya Tuhan! Betapa kurang percaya sekali engkau ini, nona. Aku adalah seorang perantara yang diangkat oleh pemerintah, bukan seperti para perantara lain yang penuh dengan kebohongan dan suka membual. Dengarlah baik-baik, nona. Dia adalah putera tunggal Bangsawan Li. Ayahnya berusia lima puluh tahun, dia sendiri berusia tiga puluh satu tahun, lahir tanggal dua puluh tiga bulan pertama, shio Naga. Dia bersekolah di Akademi Pangeran Istana, dan sebentar lagi dia akan menerima gelar Siucai. Dia seorang putera bangsawan yang terpelajar, juga ahli olah raga dan ahli menunggang kuda. Dua tahun yang lalu dia kematian isterinya yang pertama, yang meninggalkan seorang pelayan wanita yang dibawanya ketika ia menikah dengan Li-Kongcu. Dia tidak mempunyai selir maupun anak.”
Tentu saja Yu Lok girang bukan main mendengar keterangan ini, Hampir ia tidak percaya akan keberuntungan yang mengangkat dirinya setinggi itu. Pada malam tanggal lima belas bulan itu, juga, Mong Yu Lok dalam dandanan yang membuatnya kelihatan semakin cantik, meninggalkan rumah keluarga Goat Toanio, menuju ke rumah baru. Barang-barangnya telah dikirim ke rumah baru pagi tadi, dan Goat Toanio memperbolehkan ia membawa semua barangnya, dari perhiasan sampai perabot- perabot kamarnya. Tempat tidurnya, yang biasa ia pakai tidur bersama Shi Men, ia tinggalkan dan ia hadiahkan kepada puteri Shi Men yang menerimanya dengan gembira. lapun diperbolehkan membawa dua orang pelayannya. Pernikahan Mong Yu Lok itu dirayakan dengan cukup meriah dan Goat Toanio juga datang berkunjung.
Ketika Goat Toanio pulang dari pesta ini, barulah merasa betapa sunyinya rumah besar yang ditinggalinya. Dahulu, sewaktu suaminya masih hidup, setiap kali pulang dari bepergian, ia tentu disambut oleh sekelompok keluarga yang bergembira dan tiada akan habisnya celoteh di antara mereka diseling senda-gurau tertawa. Akan tetapi sekarang, sunyi saja. Tidak ada keluarga yang menyambutnya kecuali beberapa orang pelayannya. la merasa demikian kesepian dan iapun menjatuhkan diri berlutut di depan meja sembahyang Shi Men sambil menangis. Kita manusia mempunyai kelemahan, yaitu tidak mau membuka mata melihat keadaan seperti apa adanya, karena pikiran kita selalu dipenuhi oleh keinginan untuk menjangkau yang lebih, mencari kesenangan yang belum ada sehingga mata kita tidak melihat lagi keindahan yang terkandung dalam apa adanya.
Seorang yang tinggal di pegunungan ingin sekali tinggal di kota, karena dia tidak lagi mampu menikmati keindahan di pegunungan tertutup oleh keinginan mencari kesenangan yang dianggapnya akan dapat ditemukan di kota yang ramai. Sebaliknya, mereka yang tinggal di kota, selalu haus akan keindahan di pegunungan yang jauh dari kotanya. Kalau segala keindahan diraih untuk diri sendiri, maka keindahan itu berubah menjadi kesenangan, dan segala macam kesenangan sudah pasti dengan kebosanan. Akan tetapi, kaiau kita mau membuka mata melihat keadaan apa adanya, tanpa adanya penggambaran pikiran yang mencari hal-hal yang tidak ada, maka akan nampak oleh kita bahwa keindahan itu ada di mana-mana, karena keindahan itu sebenarnya adalah keadaan batin yang tidak lagi mengejar sesuatu.
Chen Ceng Ki diberi modal oleh Ibunya sebanyak dua ratus ons perak untuk membuka sebuah toko cita di depan rumah mereka dan untuk mengurus toko itu dia mengangkat seorang pelayan tua bernama Ceng Ting. Akan tetapi, kehidupan Ceng Ki amatlah royalnya. Dia seorang yang gila perempuan dan suka berjudi, maka banyaklah dia menggunakan uang tokonya sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, toko itupun semakin kosong dan akhirnya bangkrut. Untuk ini, Ceng Ki menyalahkan pengurusnya, Ceng Ting yang tua, dan setia sehingga pegawai ini dipecat dan diusir keluar bersama isterinya. Sebagai penggantinya, Ceng Ki mengangkat seorang sahabatnya bernama Yang untuk mengurus tokonya yang kini dibuka kembali karena dia mendapat pinjaman dari Ibunya sebanyak tiga ratus ons. Ceng Ki sama sekali tidak tahu bahwa Yang adalah seorang yang amat cerdik dan curang. Dengan modal barunya, Ceng Ki mengajak Yang pergi ke kota pelabuhan Lin-Cing untuk membeli cita. Kota pelabuhan ini, seperti kota pelabuhan lain, bukan hanya ramai oleh perdagangan, melainkan juga ramai dengan banyaknya pelacur yang melayani para pedagang yang banyak berdatangan ke kota ini. Keadaan ini sungguh menyenangkan hati Ceng Ki dan dari uangnya, hanya sebagian kecil saja yang dibelikan cita. Sebagian lain dipakai pelesir sepuasnya, bahkan ketika ia pulang, ia membawa seorang gadis penghibur berusia delapan belas tahun bernama Kim Giok yang dibelinya tidak kurang dari seratus ons.
Melihat kelakuan puteranya ini, Ibu Ceng Ki yang sudah tua dan berpenyakitan, menjadi sedemikian marah dan jengkelnya sehingga ia jatuh sakit berat sampai membawanya ke lubang kubur. Setelah Ibunya meninggal dunia, bagaikan seekor harimau tumbuh sayap, Ceng Ki menjadi semakin binal karena kini semua warisan Ayahnya terjatuh ke tangannya. Kim Giok yang pandai merayu itu dihujani kemewahan. Kamar terbesar yang tadinya dihuni Ibunya, kini diberikan kepada Kim Giok yang dilayani oleh seorang pelayan dan hidup dalam kemewahan. Sebaliknya, isterinya sendiri, puteri Shi Men, hanya, tinggal di bagian samping rumah dan diabaikan oleh suaminya. Karena hidupnya royal-royalan bersama Kim Giok yang pandai membuang uang,
Ceng Ki maklum bahwa dia harus mendapatkan sumber keuangan baru kalau dia tidak ingin hartanya ludes sama sekali. Dan di dalam otaknya yang cerdik lalu timbul suatu siasat licik. Dia sudah mendengar akan nasib baik Mong Yu Lok, bekas isteri ke tiga Ayah mertuanya, betapa kini Yu Lok hidup serba kecukupan sebagai isteri Li-Kongcu. Dia masih menyimpan sebuah bros, perhiasan indah milik Mong Yu Lok yang kehilangan perhiasan itu di taman dan diam-diam ditemukan dan disimpan oleh Ceng Ki. Benda ini sekarang amat berharga, karena dapat dia pergunakan untuk memeras wanita yang kini menjadi kaya raya itu. Dia dapat menuduh bahwa peti uang yang dulu dibawanya, yang tidak dikembalikan oleh Goat Toanio, terjatuh ke tangan Yu Lok dan kini dia menuntut dikembalikannya uang itu.
Dia dapat mempergunakan perhiasan bros itu untuk memaksakan kehendaknya agar Yu Lok mau membayarnya, atau kalau tidak, perhiasan itu akan diperlihatkannya kepada mertua wanita itu, sebagai bukti bahwa Yu Lok bermain gila dengan dia Dan telah memberi hadiah perhiasan bros itu! Kalau sampai terjadi demikian, tentu bangsawan Li akan menceraikan puteranya dari Yu Lok, dan menyerahkan Yu Lok kepadanya berikut sernua kekayaan yang telah menjadi milik Yu Lok. Ceng Ki menggosok-gosok kedua tangannya dengan girang. Siasatnya itu baik sekali! Sementara itu, keluarga bangsawan Li telah pindah ke kota Yen-Cou-Fu di Propinsi Ce-Kiang karena dia telah memperoleh kenaikan pangkat dan kini menjadi Wakil Gubernur di kota itu.
Karena kota Yen-Cou-Fu merupakan kota besar di mana terdapat banyak industri sutera, maka Chen Ceng Ki hendak pergi ke sana berkunjung kepada Mong Yu Lok dan sekalian berbelanja sutera. Berangkatlah dia, ditemani oleh Yang, dan membawa seribu ons perak. Dia singgah di kota Hu-Couw yang menjadi pusat sutera dan dia membelanjakan setengah jumlah uangnya membeli sutera. Kemudian dia melanjutkan perjalanannya menuju tempat tujuan, seorang diri karena Yang dia tinggalkan untuk mengurus belanjaannya. Kepada Yang dia memberitahukan bahwa dia akan pergi mengunjungi seorang sanak keluarganya di Yen-Cou-Fu selama Iima hari.
Yang menemani Ceng Ki pergi hanya kacungnya, Cen An, yang membawakan beberapa macam barang hadiah atau oleh-oleh untuk Mong Yu Lok dan suaminya. telah tiba di kota itu, dia bermalam di sebuah Kuil dan pada Keesokan harinya menyelidiki di mana tinggalnya bangsawan Li. Mudah saja baginya menemukan gedung tempat tinggal pejabat baru itu. Setelah berdandan, Chen Ceng Ki lalu pergi berkunjung ke gedung itu, pelayannya yang membawa barang hadiah. Kepada penjaga pintu, dia berkata, bahwa dia adalah adik laki-laki dari isteri putera Li-Taijin yang ingin berkunjung kepada Kakak dan Kakak iparnya. Kedatangannya disambut oleh Li-Kongcu sendiri. Li-Kongcu memandang tajam penuh perhatian, setelah mereka saling memperkenalkan diri dan memberi hormat, lalu bertanya,
"Adik ipar yang baik, kenapa saya tidak mendapatkan kehormatan berkenalan denganmu ketika saya menikah dengan Kakakmu?"
"Harap dimaafkan, Cihu (Kakak ipar). Pada waktu itu, saya melakukan perjalanan perdagangan menuju ke Se-Cuan dan Kwan-Tung, sehingga selama hampir satu tahun tidak berada di rumah. Baru setelah saya pulang dari perjalanan saya mendengar akan pernikahan Kakak saya, maka saya sekarang datang berkunjung untuk menyampaikan selamat dan sedikit hadiah pernikahan yang agak terlambat." Li- Kongcu lalu mengutus seorang pelayan untuk menyampaikan kepada isterinya bahwa adik laki-laki isterinya datang berkunjung.
"Adik laki-laki?" pikir Mong Yu Lok ketika menerima kabar ini. "Dia tentu adikku Mong Jui. Akan tetapi bagaimana dia dapat datang berkunjung dari tempat yang sedemikian jauhnya?" Akan tetapi memang benar Mong Jui karena ia membaca nama ini di dalam daftar hadiah yang kini ditaruh di depannya.
"Bawa dia masuk," katanya kepada pelayannya dan ia sendiri segera berganti pakaian, siap untuk menerima tamunya. Dapat dibayangkan betapa kaget rasa hatinya ketika ia melihat dari tirai bahwa yang datang berkunjung itu sama sekali bukan Mong jui, melainkan Chen Ceng Ki! Apa artinya ini, pikirnya heran. Betapapun juga, Chen Ceng Ki bukanlah seorang asing dan ia harus pergi menemuinya. Maka iapun memberi perintah kepada pelayan untuk mempersiapkan hidangan. Biarpun hatinya penuh kecurigaan melihat betapa Chen Ceng Ki datang berkunjung mempergunakan nama Mong Jui,
Akan tetapi melihat orang yang pernah tinggal bersamanya di dalam keluarga Shi Men, timbul keinginan hati Mong Yu Lok untuk bertemu dan bercakap-cakap dengan Ceng Ki. Seseorang yang baru saja meninggalkan tempat lama dan pindah di tempat baru yang asing, akan selalu bergembira bertemu dengan seorang kenalan yang datang dari tempat lama. Kebetulan sekali pada saat Mong Yu Lok memasuki ruangan tamu, suaminya menerima laporan seorang pelayan bahwa di luar datang lagi seorang lain sehingga terpaksa Li-Kongcu meninggalkan isterinya dan adik isterinya itu untuk bicara berdua saja. Tentu saja hal ini amat menyenangkan hati Ceng Ki karena kesempatan inilah yang ditunggunya agar dia dapat menyampaikan hasrat hatinya kepada Yu Lok. Setelah saling mengucapkan selamat seperti layaknya dua orang anggauta keluarga saling bertemu, Ceng Ki segera berkata.
"Enci Yu Lok, selama ini aku rindu kepadamu seperti seorang kehausan merindukan air dingin. Masih ingatkah engkau betapa bahagia kita dahulu ketika kita bersama duduk semeja bermain catur? Betapa menyedihkan bahwa semua itu telah berlalu dan nasib demikian kejamnya memisahkan kita." Mong Yu Lok yang masih belum dapat menangkap maksud hati pengunjungnya, tersenyum.
"Kita harus dapat menerima hal-hal yang tak dapat dihindarkan lagi." Ceng Ki mengambil sebuah dompet yang terisi manisan. Dompet itu digambari sepasang kekasih yang saling memeluk. Dia menawarkan manisan itu kepada Yu Lok.
"Enci, kalau engkau masih mempunyai perasaan terhadap diriku, ambillah ini dan rasakanlah." Seketika wajah Mong Yu Lok menjadi marah sekali, melepaskan dompet yang diterimanya itu ke atas lantai. "Hemm, harap jangan engkau bermain gila! Aku telah menerimamu dengan baik, sebagai seorang sahabat. Harap jangan menyalahgunakan keramahanku, atau aku takkan sudi menerimamu." Chen Ceng Ki maklum bahwa dia tidak dapat memikat hati wanita itu dan bahwa dia harus merubah siasatnya. Dengan tenang dia memperlihatkan perhiasan bros itu dan berkata dengan suara yang lain, penuh nada mengancam,