"Apa saja sih macamnya daganganmu? Coba buka dan biar aku mellhat-lihat." Goat Toanio lalu memilih- milih dan berbelanja seharga tiga ons lebih, bahkan menyuruh pelayan menghidangkan arak dan kue. Siu Oh sendiri yang membuatkan makanan-makanan yang enak untuknya, dan setelah Lai Wang dengan berterima kasih berpamit dari Goat Toanio, Mong Yu Lok, dan puteri Shi Men, Siu Oh berhasil untuk bicara sendiri dengannya di luar.
"Datanglah lebih sering," katanya berbisik.
"Jangan ragu-ragu. Masih banyak hal yang ingin kubicarakan denganmu. Kalau engkau suka, aku akan menantimu besok malam di dalam kamar kosong di dekat tembok merah." Lai Wang mengerti apa yang dimaksudkannya.
"Akan tetapi bagaimana aku dapat berkunjung malam hari? Bukankah pintu sebelah dalam ditutup sore- sore?"
"Tunggulah di luar tembok di ujung selatan sampai hari menjadi gelap. Aku akan memberi tanda dan engkau dapat menggunakan tangga naik ke tembok. Aku akan berada di dalam dan membantumu turun ke dalam."
"Tentu saja Lai Wang merasa girang bukan main. Dia mengangguk-angguk sambil tersenyum, lalu memanggul dagangannya dan pergi dari situ. Pada keesokan malamnya, setelah semua penghuni rumah itu telah pergi tidur, Lai Wang membawa tangga dan menyandarkannya di tembok di ujung selatan, lalu menunggu.
Dia tidak perlu menanti terlalu lama karena segera dia mendengar suara batuk seorang wanita dari balik tembok. Dia lalu menaiki tangga itu dan tiba di atas tembok. Di sana, di sebelah dalam, Siu Oh telah menantinya dengan sebuah tangga lainnya. Dengan mudah Lai Wang menuruni tangga itu dan ketika tiba di atas tanah, mereka saling peluk dan bergandengan tangan memasuki kamar yang tidak dipergunakan oleh keluarga itu. Bertemulah dua orang yang sama-sama haus akan belaian kasih sayang dan malam itu mereka mencurahkan semua perasaan rindu ini dalam suatu kemesraan yang memabukkan. Menjelang pagi, ketika Lai Wang harus pergi, Siu Oh memberinya sebuah bungkusan besar berisi perhiasan emas dan perak, juga pakaian-pakaian sutera mahal yang memang sudah ia persiapkan sebelumnya.
"Datang lagi besok malam," ia berbisik. "Masih banyak barang berharga yang harus kau bawa keluar. Dan carilah sebuah rumah yang pantas untuk kita. Hubungan kita tidak mungkin dilanjutkan seperti ini seterusnya. Suatu malam kita harus minggat dari sini dan menjadi suami isteri."
"Aku mempunyai seorang bibi yang tinggal di tempat sunyi, baik sekali untuk kita jadikan tempat persembunyian. Kelak, kalau kita lari, kita dapat bersembunyi di situ. Kemudian, setelah Goat Toanio tidak meributkan lagi soal kita, kita dapat pergi ke kampung halamanku dan di sana kita membeli tanah dan ber-tani. Kita akan hidup bahagia di sana."
Demikianlah setiap malam Lai Wang datang mengunjungi kekasihnya, bermain cinta dan membuat rencana-rencana untuk kehidupan mereka di masa datang, dan paginya Lai Wang keluar membawa makin banyak barang berharga yang dapat dikumpulkan oleh Siu Oh. Setelah hal ini berulang sampai beberapa malam, dan merasa bahwa sudah cukup barang yang mereka ambil dari rumah itu, mereka berdua lalu lari minggat dari rumah itu dan langsung saja menuju ke rumah Bibi Kue seperti yang sudah direncanakan oleh Lai Wang. Nenek Kue ini mempunyai seorang anak laki-laki yang nakal, yang setiap hari kerjanya hanya mabuk-mabukan dan berjudi. Pemuda ini tentu saja dapat melihat betapa Kakak misannya datang ber-sama isterinya dan membawa banyak barang-barang berharga. Maka, terjadilah hal yang sana sekali tidak diduga oleh Lai Wang dan Siu Oh.
Pemuda itu mencuri beberapa buah benda berharga, dan menjualnya untuk berjudi mabuk-mabukan. Pada suatu malam, dia dan gerombolannya ditangkap petugas keamanan dan karena dia masih mempunyai beberapa barang perhiasan dari emas yang amat berharga, tentu saja para petugas itu menjadi curiga dan diapun disiksa untuk membuat pengakuan dari mana dia mencuri barang itu. Pemuda itupun mengaku dan terbukalah semua rahasia pelarian Lai Wang dan Siu Oh itu. Mereka ditangkap, juga bibi mereka, Nenek Kue itu. Ramailah orang-orang melihat dan membicarakan peristiwa itu. Segera semua orang tahu belaka bahwa isteri ke empat dari Shi Men itu telah minggat dari rumah keluarga itu bersama kekasihnya, seorang bekas pegawai mendiang Shi Men, dan mereka berdua membawa lari banyak barang-barang berharga yang mereka curi dari dalam rumah.
Ketika Goat Toanio pada keesokan paginya mendengar dari pelayan bahwa Siu Oh melarikan diri membawa barang-barang berharga, semua barang berharga yang berada di kamar pondok madunya yang ke empat itu, hanya meninggalkan tiga potong pakaian tua, tentu saja ia menjadi kaget setengah mati. Kemudian ia mendengar bahwa bekas madunya itu tertangkap bersama Lai Wang, bibinya dan adik misan Lai Wang. Segera ia menghubungi pengadilan dan setelah empat orang itu diadili, ia memperoleh kembali barang-barang yang dicuri dari rumahnya itu. Lai Wang dan adik misannya dijatuhi hukuman buang dan kerja keras selama lima tahun. Nenek Kue dan Siu Oh dihukum cambuk dan jepit jari. Setelah menerima hukuman itu, Nenek Kue diperbolehkan pulang, dan hakim memberitahukan kepada Goat Toanio agar mengambil kembali Siu Oh.
Akan tetapi, Goat Toanio tidak sudi menerima kembali Siu Oh yang terpaksa harus dicarikan tempat baru melalui perantara yang diatur oleh kantor pengadilan. Berita tentang peristiwa memalukan itu dengan cepat tersiar, bukan hanya di selurub kota Ceng-Ho-Sian, bahkan ke luar kota sampai pula terdengar oleh Cun Bwe yang menjadi isteri ke tiga dari Pembesar Chouw. ia merasa kasihan mendengar akan hal itu, akan tetapi juga teringat akan permusuhan antara Nyonya ke empat itu dengan mendiang Kim Lian, majikannya, juga betapa isteri ke empat dari Shi Men itu dahulu bersikap tidak manis bahkan keras terhadap dirinya, karena ia adalah pelayan Kim Lian. Inilah saatnya untuk membalas perlakuan tidak patut itu, di samping menolong pula karena dalam keadaan dilelang secara umum seperti itu belum diketahui akan terjatuh ke tangan orang macam apakah wanita yang malang itu.
"Ia pandai masak, dan kita membutuhkan tukang masak yang pandai,"
Demikian antara lain ia membujuk suaminya untuk diperbolehkan menebus Siu Oh dan dipekerjakan di dapur mereka. Chouw-Taijin seperti biasa memenuhi permintaan lsterinya yang tersayang ini. Dia mengirim utusan dan berhasil mendapatkan Siu Oh dengan harga yang retu-rah sekali, hartya delapan ons. Siu Oh dibawa ke rumah gedung pejabat tinggi itu dan diperkenalkan kepada semua keluarga yang menjadi majikannya. Ketika ia memberi hormat kepada Nyonya Ke Tiga ia terkejut sekali mengenal bahwa majikannya itu bukan lain adalah Cun Bwe! Biarpun ia merasa malu dan terhina sekali, terpaksa Siu Oh harus berlutut di depan wanita yang pernah menjadi pelayan dan yang pernah pula dibentak- bentaknya, yang dulu harus mentaati perintahnya itu. Ia masih mengenakan pakaian yang cukup indah, juga ada perhiasan di leher, telinga dan le-ngannya.