Si Teratai Emas Chapter 50

NIC

Dengan pandainya, dengan kata-kata lembut, dengan cumbu rayunya, akhirnya Shi Men dapat melenyapkan sama sekali perasaan mendongkol dari hati isterinya yang ke tiga dan tak lama kemudian Mong Yu Lok telah melayaninya dengan penuh perasaan, seolah-olah hendak menumpahkan semua kerinduan hatinya selama ini di malam itu. Dan Kim Lian malam itu harus rebah sendirian di atas pembaringannya dengan hati mengkal karena harapannya untuk menguji kemanjuran obat Pi Nikouw ternyata telah gagal.

Hati Shi Men mulai gelisah. Butiran-butiran pel obat kuat pemberian pendeta itu makin menipis dan semenjak dia mempergunakan obat itu, nafsu berahinya menjadi semakin berkobar dan tidak pernah dapat dia merasa puas. Bahkan pada saat tidur dengan seorang kekasihnya, hatinya merindukan kekasih lain dan biarpun dia telah memiliki banyak sekali wanita cantik yang menjadi isterinya, selirnya, peliharaan dan langganannya di rumah-rumah pelesir, namun tetap saja dia selalu merindukan seorang gadis baru.

Dia telah menjadi hamba dari nafsu berahinya sendiri dan kadang-kadang dia ingin sekali tubuhnya dapat menjadi dua agar dia dapat lebih sering menuruti desakan nafsu berahinya yang tak kunjung puas itu. Di antara semua wanita yang setiap saat siap melayaninya itu, tidak ada yang dapat mengikatnya, walaupun hanya untuk sementara waktu, seperti yang pernah dirasakannya terhadap mendiang Nyonya Peng, isterinya yang ke enam itu. Pelayan pengasuh Yu I sudah lama digantikan kedudukannya oleh isteri dari pegawai barunya, Lai Kwe, dan wanita ini sepuluh tahun lebih rnuda dari pada Yu I.

Pelayanan yang pernah memabukkannya dan Wang Liok Hwa yang berpengalaman, kini tidak lagi begitu memabukkan semenjak Shi Men berhasil main gila dengan isteri pengurus dagangannya, ya itu Pen Se. Bahkan setiap kali mendengar cerita orang tentang seorang wanita cantik, dia sudah mengilar dan timbul seleranya. Ketika pegawainya yang baru kembali dari Yang-Chouw bercerita tentang kecantikan gadis berusia enam belas tahun di sana, ingin rasanya Shi Men dapat terbang seketika ke Yang-Chouw untuk mengunjungi gadis itu. Dan ketika Goat Toanio dalam kejujurannya, setelah pulang dari kunjungannya kepada Hakim Pembantu Hou, bercerita tentang kecantikan isteri rekannya itu,

Seorang wanita berusia delapan belas tahun yang menurut Goat Toanio cantik jelita seperti bidadari, masih keponakan dari Thaikam Lan, Shi Men berjanji dalam hatinya bahwa dia harus dapat memenangkan wanita ini! Kini Shi Men dengan penuh gairah menanti datangnya tanggal dua belas bulan itu. Pada hari itu, malam Pesta Lentera, di rumahnya akan diadakan pesta besar. Di bagian depan dia akan menjamu teman-teman baiknya, dan di bagian belakang rumahnya, para isterinya akan berpesta dengan mengundang beberapa orang isteri dari pejabat tinggi dan kenalan mereka. Dan dalam kesempatan itulah Shi Men ingin sekali dapat melihat wanita-wanita cantik yang akan menjadi tamu isteri-isterinya, terutama sekali isteri dari rekannya, Hou, seperti yang diceritakan oleh Goat Toanio kepadanya.

Hari yang dinanti-nantikan itupun tibalah. Pagi hari itu Shi Men tidak pergi ke kantornya. Pagi-pagi dia sudah bangun karena dia ingin mengawasi sendiri persiapan yang diadakan untuk pesta di rumahnya. Setelah hari naik tinggi mulailah tamu-tamu wanita berdatangan, hanya isteri rekannya Hakim Pembantu Hou belum juga muncul. Shi men merasa gelisah dan sudah tiga kali dia mengutus pelayannya untuk mengulangi undangannya ke rumah keluarga Hou. Akhirnya muncullah orang yang dinanti- nantikannya itu. Shi Men mengintai dari balik tirai kamar barat dan jantungnya berdebar keras, tubuhnya gemetar penuh gairah, ketika dia melihat tamu ini turun dari joli dan disambut oleh Goat Toanio. Usianya paling banyak delapan belas tahun.

Pakaiannya serba indah dan mewah, dan tubuhnya yang tinggi semampai dan padat itu nampak langsing sekali dengan adanya sabuk kemala dan emas yang mencekik pinggangnya. Wanita muda ini sungguh cantik jelita, bahkan penggambaran Goat Toanio itu masih jauh daripada kenyataannya. Betapa cantik jelita, dan anak rambutnya yang melingkar-lingkar di pelipisnya itu seperti menantang. Sepasang mata itu Begitu jernih dan jeli, dengan kerling yang tajam memikat, dan mulut ltu! Sepasang bibir yang kecil tapi penuh dan menantang, merah membasah. Pinggang itu agaknya diciptakan untuk dipeluk, dan suaranya! Seperti hembusan suling perlahan di malam terang bulan musim semi. Sepasang kakinya begitu kecil mungil dan ringan, seolah-olah tubuhnya tidak melangkah melainkan melayang-layang seperti seorang bidadari. Dia lebih indah dari bunga, lebih indah dari permata. Menyaksikan keindahan ini, mendengar suaranya yang lembut, Shi Men terpesona dan keharuan menyusup sampai ke tulang sumsum. Dia seperti mabuk dan sukmanya melayang-layang. Baru dia sadar ketika dia diundang oleh Goat Toanio untuk diperkenalkan kepada tamu ini. Ketika dia membungkuk dengan hormat di depan bidadari itu, jantungnya melompat-lompat seperti gila, dan matanya menjadi silau. Hanya tata susila dan kesopanan yang memaksanya untuk segera mundur setelah perkenalan itu dan bagaikan seorang yang kehilangan semangat dia duduk di antara teman-temannya, tanpa mengeluarkan sepatahpun kata. Sering kali dia menyelinap keluar, dari ruangan pesta kaum Pria itu untuk mengintai dari balik tirai, melahap kecantikan isteri rekannya itu.

“Engkau kenapakah, Toako?” Ying Po Kui bertanya. “Apakah engkau merasa tidak enak badan?”

“Aku kurang tidur selama beberapa malam ini dan aku merasa agak lelah, jawabnya dan berpura-pura, menguap. Pembaca yang mulia, purnama tidak selamanya penuh, warna awan tidak bertahan selamanya. Apabila nasib baik sudah mencapai puncak tertinggi, sudah menjadi hukum alam bahwa nasib buruk akan mulai muncul, dan demikian sebaliknya.

Shi Men selama ini mengira bahwa nama dan kedudukannya merupakan jaminan terlaksananya semua gairah nafsunya. Dia sama sekali tidak menyadari bahwa iblis telah lama mengintai untuk menghadapkannya kepada pembayaran hutang-hutangnya pada saat dia mencapai puncak kesenangan dan kemewahan. Ketika para tamu wanita hendak meninggalkan rumah itu pada sore harinya, pelayannya yang terpercaya, A Thai, memberi isyarat dan cepat Shi Men meninggalkan meja pesta, mengintai lagi dari tempat sembunyinya di kamar barat. Bagaikan seorang kelaparan melahap. hidangan yang nikmat, shi Men seperti hendak menelan wanita cantik yang menjadi isteri rekannya itu ketika nyonya muda itu meninggalkan ruangan dan menaiki jolinya untuk diangkut pergi.

Dengan lemas dan berulang kali menghela napas panjang Shi Men kembali ke tempat teman-temannya berpesta. Ketika dalam cuaca yang mulai gelap itu dia kembali ke tempat para tamunya yang sudah mulai mabuk, hampir saja dia bertabrakan dengan Hui Yen, isteri yang masih muda dari pelayan Lai Kwe dan peristiwa ini terjadi tepat diluar kamar wanita itu. la baru saja kembali dari ruangan tamu wanita di mana ia membantu melayani mereka. Melihat wanita ini, makin berkobarlah gairah yang sudah membakar hati Shi Men karena dia tergila-gila kepada isteri rekannya tadi. Tidak ada orang di situ dan suami wanita inipun sedang sibuk, entah dimana. Tanpa banyak cakap lagi Shi Men memondongnya ke dalam kamar itu,

“Kalau batin sudah dicengkeram nafsu... Segala yang lain sudah tidak berlaku... sasaran tujuan hanyalah satu... memuaskan nafsu...!”

Pada keesokan harinya, Shi Men merasa lelah dan lesu, dan diapun tidak pergi ke kantornya, mengambil keputusan uhtuk santai hari itu. Dia mencoba memasuki perpustakaan dan membaca, namun otaknya juga terlalu lesu untuk dapat membaca, maka diapun hanya merebahkan diri dan menyuruh kacungnya yang bernama Wang Ceng untuk memijati kakinya. Selesai kacung itu memijatinya, masuklah Siauw Giok si pelayan membawa setengah botol air susu dari dada Yu I sendiri. Hal ini saja menyatakan betapa Yu I amat memperhatikan kesehatannya. Dia menyuruh kacung Wang Ceng pergi dan minum air susu itu, kemudian memberi dua buah penjepit rambut emas kepada Siauw Giok. Hadiah ini bukan karena air susu Yu I, melainkan untuk diberikan kepada kekasihnya yang baru Hui Yen. Melihat ini, Siauw Giok melihat suatu keuntungan bagi dirinya sendiri karena ia mempunyai suatu berita yang amat menarik untuk disampaikan kepada Nyonya Ke Lima Kim Lian. Sementara itu, kacung Wang Ceng yang melihat majikannya tinggal seorang diri, segera mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dan berkata,

“Cici saya mengirim ini kepada tuan dan mengharapkan kunjungan secepat mungkin,” katanya lirih. Wang Ceng adalah adik dari Wang Liok Hwa, kekasih Shi Men, Shi Men membuka bungkusan itu dan dengan hati terharu dia melihat segumpal. rambut wanita yang halus dan hitam berbau harum, yang diikat dengan benang dari lima warna, dan dua helai pita sutera. Ini merupakan pernyataan cinta dan rindu dari kekasihnya itu! Dia cepat menyembunyikan benda itu ke dalam lengan bajunya ketika tiba- tiba muncul Goat Toanio dari balik tirai.

“Aih, ke mana saja engkau? Aku telah menyediakan sup yang akan menguatkanmu. Apakah engkau masih merasa tidak enak badan?”

“Kedua kakiku terasa pegal-pegal,”

“Mungkin engkau masuk angin. Marilah, sup yang kusediakan akan menyehatkan tubuhmu.” Shi Men bangkit dan mengikuti isteri pertamanya ke dalam ruangan dalam dan memakan sup yang telah disediakan itu.

“Pesta-pesta Tahun Baru ini agaknya terlalu melelahkan dirimu,” kata Goat Toanio. “Engkau harus lebih banyak beristirahat dan tidak membiarkan teman-temanmu untuk membujukmu terlalu banyak minum arak.”

“Engkau memang benar sekali istriku. Aku seharusnya agak menjauhi tempat minum arak itu. Akan tetapi bagaimapun juga, tidak mungkin dapat menghindarkan undangan makan resmi. Hari ini, siang nanti, aku harus mengunjungi pesta ulang tahun saudara ipar Hua. Malam harinya aku akan berjalan- jalan melalui Pasar Lentera, dan aku akan mampir dan melihat keadaan toko kita di Jalan Singa, di mana aku dapat makan malam secara sederhana tanpa arak bersama dua orang pengurus, tokoku.”

Akan tetapi, biarpun mulutnya bicara demikian, tentu saja pikirannya melayang kepada rumah yang berlainan di Jalan Singa itu. Setelah dia berkunjung kepada saudara iparnya Hua, kemudian menonton keramaian Pasar Lentera dan menikmati suasana pesta di situ, dia lalu singgah di tokonya di jalan Singa. Dia mendengarkan laporan pekerjaan dari Pen Se dan adik ipar Wu yang untuk sementara menggantikan kedudukan Han Tao Kok yang sedang melakukan pekerjaan dan ke luar kota, kemudian Shi Men makan bersama mereka.

Sebagai seorang isteri yang amat memperhatikan keperluan suaminya, Goat Toanio telah mengirimkan makanan dan anggur ke toko itu. Setelah makan malam, bersama dua orang pengurus tokonya Shi Men untuk beberapa lamanya menikmati suasana pesta di Pasar Lentera yang menjadi semakin meriah setelah malam tiba karena lentera-lentera itu menjadi seribu satu macam cahaya. Kemudian Shi Men meninggalkan tokonya, bukan untuk pulang, melainkan untuk mengunjungi kekasihnya, Wang Liok Hwa, isteri dari pegawainya, Han Tao Kok, yang tinggal tidak begitu jauh dari tokonya. Wanita ini telah mendengar akan kunjungan majikan yang juga menjadi kekasihnya ini, maka iapun sudah mempersiapkan diri, bersolek secantiknya.

“Hemm, kenapa sudah lama engkau tidak datang berkunjung ke rumah? Goat Toanio sudah dua kali mengundangmu,” tanya Shi Men setelah mereka berdua duduk bersanding.

“Akhir-akhir Ini saya merasa malas dan tidak bersemangat untuk pergi ke luar rumah.” “Wah, agaknya rindu kepada suamimu, ya?”

“Sama sekali tldak! Akan tetapi, kunjunganmu ke sini semakin jarang saja sehingga saya berpendapat bahwa agaknya Kongcu mulai bosan denganku. Apakah barangkali ada yang baru ?”

“Huah, omong kosong! Kesibukan Tahun Baru ini membuat aku repot dan kehabisan waktu.” “Kemarin adalah hari pesta besar di rumahmu, bukan?”

“Ya, Goat Toanio harus mengadakan pesta untuk membalas undangan yang banyak itu. Bukan pesta besar, hanya untuk pemantas saja.” Wang Liok Hwa dengan sikap manja, ingin mengetahui segala tentang pesta itu, kemudian menghela napas panjang dan berkata,

“Aih, tentu saja hanya tamu-tamu dari kalangan bangsawan saja yang diundang ke pesta di rumahmu. Orang-orang macam kami ini tentu tidak masuk hitungan.”

“Bukan begitu. Pada tanggal enam belas nanti tibalah giliran pesta untuk para pengurus perusahaanku dan isteri-isteri mereka, dan engkau tentu akan diundang pula,” kata Shi Men menghibur. Mereka lalu duduk menghadapi meja makan yang sudah dipersiapkan oleh pelayan dan tak lama kemudian mereka berdua minum arak yang menghangatkan hati mereka dan suasana menjadi semakin mesra.

Posting Komentar