Si Tangan Sakti Chapter 07

NIC

Ayahnya sendiri yang me-rangkai ilmu ini, dan hanya ia seoranglah yang mempelajarinya.

Kepada tiga laki-laki ini ia tidak mempunyai rasa muak yang berlebihan seperti terhadap tiga belas orang anak buah mereka tadi, karena tiga orang kakek ini selain ber-sikap halus, juga kelihatan bersih.

"Kalian mulailah, aku sudah siap sia-ga." katanya dan ia pun memasang kuda--kuda dengan kaki kiri ditekuk lututnya dan diangkat ke atas melekat kaki kanan yang berdiri tegak, kedua tangan di ping-gang dengan siku ditarik ke belakang, kepala menghadap ke depan dengan leher dijulurkan.

Inilah sikap seekor burung bangau yang sedang berdiri, nampaknya melenggut atau mengantuk, namun se-dikit pun tidak bergerak seperti arca dan sepasang mata itu tidak pernah melewat-kan sesuatu dan dalam keadaan seperti itu, kalau ada ikan lewat dan menyangka kakinya yang kanan itu hanya sepotong kayu maka paruh itu akan meluncur ke dalam air dan tanpa dapat dihindarkan lagi ikan itu akan ditangkapnya! Karena Sian Li seorang gadis yang berwajah cantik dan jenaka, dan mulut-nya tersenyumsenyum, sepasang matanya melirik ke arah tiga orang itu se-perti mata bangau mengintai gerakan tiga ekor ikan, maka ia nampak lucu.

Tiat-liong Sam-heng-te sudah tahu bahwa gadis ini lihai sekali, maka mere-ka pun tidak memandang rendah pasangan kuda-kuda yang nampak lucu dan tidak mereka kenal itu.

Mereka lalu berpencar dan maju menghampiri Sian Li dari de-pan, kanan dan kiri.

Kemudian, setelah si kumis mengeluarkan bentakan nyaring sebagai tanda dimulainya serangan mere-ka, tubuh mereka bergerak cepat dan mereka sudah melancarkan serangan yang cukup dahsyat ke arah tubuh Sian Li dari tiga jurusan.

Enam buah lengan meluncur dan enam buah tangan menyerang gadis itu dari depan, kanan, kiri, atas dan bawah! Kini Sian Li memainkan ilmu silat Ang-ho Sin-kun sepenuhnya.

Tubuhnya mengelak ke kanan dengan lompatan seperti lompatan burung bangau sehingga serangan orang di sebelah kiri dan depan luput, dan serangan orang yang berada di kanannya, ia sambut dengan tangkisan lengannya.

"Duk-dukkk!" Penyerang itu terkejut setengah mati karena begitu lengannya ditangkis oleh lengan Sian Li, dia merasa betapa lengannya tergetar hebat.

Dari kedua lengan yang tertangkis itu timbul getaran yang membuat isi dadanya juga terguncang sehingga dia cepat melangkah mundur.

Kiranya gadis ini memiliki te-naga sin-kang yang amat hebat! Dua orang pengeroyok lain yang tadi hanya memukul tangan kosong, sudah berloncatan dan menyerang lagi dari kanan kiri, sedangkan orang ke tiga juga menyerang dari arah belakang.

Sian Li bersikap tenang akan tetapi dengan gerakan yang gesit dan kuat, ia berkelebatan di antara tiga orang pengeroyoknya.

Tubuhnya ba-gaikan bayangan saja, tak pernah dapat disentuh tiga orang pengeroyoknya yang mengerahkan seluruh tenaga dan kepandai-an mereka untuk mengalahkan gadis ber-pakaian merah itu.

Warna pakaian gadis itu yang serba merah memudahkan mere-ka mengikuti ke mana tubuh gadis itu berkelebat, akan tetapi juga membuat tiga orang lawannya bingung, akan tetapi juga setiap kali tangan gadis itu me-nangkis, mereka merasa betapa lengan mereka tergetar sampai ke pundak.

Sekali ini Sian Li yang hendak meng-uji ilmunya yang baru saja ia kuasai dengan baik, tidak main-main lagi dan dengan gerakan yang indah dan lincah namun yang mengandung tenaga dahsyat, ia melayani penyerangan tiga orang itu.

Begitu ia mengubah daya tahan menjadi daya serang, maka berturut-turut ia me-robohkan Tiat-liong Sam-heng-te dengan totokan, tamparan dan tendangan.

Tidak sampai sepuluh jurus ia menyerang dan tiga orang pengeroyok itu sudah roboh.

Tiat-liong Sam-heng-te terkejut bukan main.

Mereka memang sudah mengetahui bahwa Pendekar Bangau Putih adalah se-orang pendekar sakti, dan mereka gentar menghadapinya.

Akan tetapi baru seka-rang mereka membuktikan sendiri bahwa puteri pendekar itu pun seorang yang amat tangguh.

"Kami mengaku kalah...." kata me-reka dan mereka bangkit sambil menyeringai kesakitan.

"Mulai sekarang, kalian dan anak buah kalian jangan suka mengganggu pejalan yang lewat di sini.

Untung kalian ber-temu dengan kami, kalau bertemu dengan pendekar lain, mungkin kalian semua kini sudah tak bernyawa lagi." kata Tan Sin Hong yang merasa girang dan puas me-lihat kemajuan puterinya.

Tiat-liong Sam-heng-te memberi hor-mat dan si kumis berkata, "Taihiap, kami tidak pernah mengganggu pelancong atau pedagang, tidak mau mengganggu rakyat.

Kami hanya merampok pejabat Mancu yang lewat di sini." "Tidak semua pejabat merupakan orang jahat yang patut diganggu," kata Sin Hong.

"Pula, pekerjaan merampok me-rupakan kejahatan, tidak peduli siapapun yang kalian rampok.

Lebih baik kembali ke jalan benar dan bekerja mencari naf-kah tanpa mengganggu orang lain." "Akan tetapi, Taihiap....

kami tidak rela melihat tanah air dan bangsa kita dijajah orang Mancu dan...." "Tidak perlu berlagak patriot dan pe-juang!" Sin Hong membentak.

"Kalau kalian patriot dan pejuang, kalian tidak akan melakukan perampokan! Jangan menggunakan kedok pejuang untuk me-nyembunyikan kejahatan kalian.

Pejuang sejati tidak akan berbuat jahat!" Tiga orang itu menundukkan muka, tidak berani bicara lagi.

"Sudahlah, perlu apa bicara dengan orang-orang seperti ini" Mari kita melanjutkan perjalanan." kata Kao Hong Li kepada suaminya.

Mereka naik kembali ke dalam kereta dan kendaraan itu pun bergerak cepat meninggalkan belasan orang itu yang merasa lega karena biarpun mereka ba-bak belur, namun tidak ada di antara mereka yang terbunuh.

Dari mulut mere-ka tersebar berita tentang kehebatan Si Bangau Merah.

*** Dusun Hong-cun yang terletak di lembah Sungai Kuning, di luar kota Cin-an Propinsi Shantung adalah sebuah dusun yang tidak besar akan tetapi jauh lebih rapi dan bersih dibandingkan dusun-dusun lain.

Penduduk dusun itu bekerja sebagai nelayan merangkap petani dan kehidupan mereka walaupun sederhana, namun cu-kup makmur.

Sungai Kuning tidak pernah kekurangan ikan, dan lembah sungai itu memang memiliki tanah yang subur.

Pagi hari itu, suasana dusun Hong--cun berbeda dari biasanya.

Suasananya meriah dan ini merupakan tanda bahwa di dusun itu terdapat sebuah keluarga yang sedang mengadakan pesta meraya-kan sesuatu.

Di dusun yang penduduknya tidak terlalu padat, setiap kali ada se-buah keluarga mengadakan pesta meraya-kan sesuatu, maka suasana meriahnya meliputi seluruh dusun, seolah pesta itu merupakan pestanya orang sedusun.

Apa-lagi yang sedang berpesta adalah keluar-ga Suma Ceng Liong! Biarpun di dusun itu sudah ada kepala dusun dan stafnya, namun Suma Ceng Liong dianggap se-bagai sesepuh dusun itu, walaupun dia tidak tinggal di situ sejak kecil.

Semua orang tahu belaka bahwa dia adalah se-orang pendekar sakti yang tinggal di dusun sunyi itu menjauhi keramaian dan hidup tenteram bersama isterinya, Kam Bi Eng yang juga seorang pendekar wa-nita sakti.

Suami isteri pendekar ini di-hormati dan disayang seluruh penduduk dusun Hong-cun, karena mereka suka menolong, baik dengan pengobatan atau membantu orang yang sedang dilanda kekurangan walaupun mereka sendiri bukan orang kaya raya.

Di samping itu, seluruh penduduk dusun maklum bahwa mereka dapat hidup tenang dan tenteram di dusun Hong-cun, tak pernah ada pen-jahat manapun berani datang mengganggu, hanya karena nama besar pendekar Suma Ceng Liong dan isterinya.

Siapa berani mengganggu pendekar ini yang merupakan keturunan langsung dari Pendekar Super Sakti dari Istana Pulau Es" Suma Ceng Liong adalah cucu mendiang Suma Han si Pendekar Super Sakti.

Adapun isterinya juga bukan orang sem-barangan pula.

Kam Bi Eng adalah puteri pendekar sakti Kam Hong, ahli ilmu silat suling emas dan terkenal dengan Kim--siauw-kiam (Pedang Naga Siluman).

Mereka hanya mempunyai anak tung-gal, seorang perempuan bernama Suma Lian yang kini telah ikut suaminya dan tinggal di Ping-san, sebelah selatan Pao-ting.

Suami Suma Lian bernama Gu Hong Beng, seorang ahli silat pula, murid Su-ma Ciang Bun.

Kini, Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng tinggal berdua saja di dusun Hong--cun.

Tadinya mereka ditemani seorang murid bernama Liem Sian Lun yang se-olah menjadi anak angkat mereka pula.

Namun sayang, murid mereka itu telah tewas dalam pertempuran ketika Liem Sian Lun bersama Tan Sian Li sebagai suheng dan sumoi, melakukan perjalanan ke Bhutan dan terlibat dalam pertempur-an antara para pemberontak Tibet de-ngan pasukan Tibet.

Mereka yang tadinya hidup berdua dan merasa kesepian se-telah puteri mereka menikah dan pergi mengikuti suaminya, lalu muncul Liem Sian Lun yang kemudian menjadi tumpu-an kasih sayang, dan tiba-tiba saja, pemuda itu tewas dalam pertempuran di luar pengetahuan mereka.

Di sinilah nam-pak benar kekuasaan Tuhan yang mutlak atas kehidupan manusia.

Betapapun pan-dai seseorang, kalau Tuhan tidak meng-hendaki, orang itu tidak mampu melak-sanakan sesuatu sesuai yang dikehendaki-nya.

Manusia berwenang mengatur, na-mun yang berwenang menentukan hanya-lah kekuasaan Tuhan! Manusia hanya wajib berikhtiar, berusaha untuk berbuat sebaiknya dalam segala hal.

Kematian Liem Sian Lun yang mendatangkan duka di hati Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng merupakan keputusan Tuhan.

Ke-lahiran dan kematian sepenuhnya berada dalam kekuasaan Tuhan, merupakan rahasia Tuhan, merupakan hasil ciptaan Tuhan.

Sepandai-pandainya manusia, ha-nya mampu menelusuri dan mempelajari proses terjadinya penciptaan itu, mem-bantu dan memperlancar proses itu.

Kita harus menyadari bahwa kita ini adalah hasil ciptaan Tuhan, bahwa kita berada di dunia ini adalah karena kehendak Tu-han, bukan karena kehendak kita.

Tuhan telah menyertakan kepada kita segala macam perlengkapan yang serba sempur-na, dari tubuh yang lengkap sampai hati dan akal pikiran.

Tentu agar kita men-jadi hasil ciptaan yang baik, yang ber-guna bagi kelancaran pekerjaan Tuhan.

Tuhan Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi setiap orang umat-Nya.

Baik sesuatu itu dianggap menyenangkan atau pun menyusahkan bagi hati yang sudah bergelimang nafsu yang selalu ingin se-nang, namun kita boleh yakin bahwa segala hal yang menimpa diri kita dalam kehidupan ini sudah dikehendaki Tuhan dan merupakan yang terbaik bagi kita.

Entah hal itu berupa hukuman ataupun anugerah sebagai pemetikan hasil dari pohon yang kita tanam sendiri melalui perbuatan yang lalu, maupun berupa ujian dan cobaan.

Demikian besar kemurahan Tuhan kepada kita sehingga kita ber-wenang untuk memilih.

Posting Komentar