Si Tangan Halilintar Chapter 55

NIC

"Ah, ya...... aku ingat sekarang!" kata A Siong. "Kalau begitu kita harus membantu mereka!".

"Hemm, membantu lima orang laki-laki mengeroyok seorang gadis muda? Memalukan sekalis A Siong!”

”Habis bagaimana?"

"Selama mereka bertanding satu lawan satu, kita tidak boleh mencampuri. Kalau ada yang terancam bahaya maut, aku akan mencegahnya.” kata Siauw Beng' yang menjadi semakin kagum ketika melihat betapa puteri Mancu itu kini semakin mendesak Lee Bun. Song Kwan dan adik-adiknya juga terkejut. Sama sekali tidak mereka sangka bahwa gadis Mancu itu sedemikian lihainya memainkan pedang dan sabuknya. Tentu ia murid seorang yang amat sakti. Lee Bun tidak diberi kesempatan sama sekali, padahal ilmu pedang Lee Bun di saat ini sudah melebihi tingkat ilmu pedang Song Kwan yang berjuluk Dewa Pedang!

"Hyaaaattt.... !" Terdengar Puteri Mayani berseru dengan suara melengking.. Sinar pedangnya menyambar leher dan sinat sabuknya mengancam kaki. Lee Bun melompat ke belakang dan terus berguHngan menjauhkan diri. Ketika Mayani mengejar, tiba-tiba Lee Bun mengayun tangannya dan pedang hitam itu kini terbang terlepas daritangannya dan meluncur ke arah Mayani bagaikan sebatang anak panah! Mayan! mengelak ke samping, akan tetapi pedang hitam yang meluncur lewat itu tiba-tiba membalik dan menyerangnya lagi, seolah-olah pedang hitam itu hidup! Itulah kehebatan ilmu Hui-kiam Hoat-sut (Ilmu Sihir Pedang Terbang) yang menjadi ilmu andalan Lee Bun yang kini berdiri denggn pencurahan perhatian dan tenaga sakti untuk "mengendalikan" pedang hitamnya dari jarak jauh!

Mayani menjerit sa king kagetnya melihat pedang itu membcdik dan menyerangnya lagi. Ia cepat menangkis dengan pedang bengkoknya.

"Tranggg.... !" Bunga api berpijar dan pedang hitam itu terpental sedikit, akan tetapi lalu membalik dan menyerang lagi. Ke manapun Puteri Mayani mengelak dan melompat, menggunakan gin-kang yang amat hebat sehingga tubuhnya seperti beterbangan saja, pedang hitam itu terus mengejar secara bertubi-tubi gadis itu menjadi ngeri menghadapi pedang yang seolah hidup itu. Ia tampak kebingungan dan mengelak ke sana sini sehingga kurang waspada dan kakinya tersandung batu. Tak dapat dihindarkan lagi tubuhnya terguling dan pedang hitam itu masih terus mengejarnya dari atas, mengarah lehernya. Akan tetapi pada saat itu, tiba-tiba pedang hitam itu terpental seperti terpukul sesuatu dan begitu kuat pedang itu terpental sehingga jatuh ke atas tanah! Puteri Mayani melompat bangun.

Lee Bun terkejut. Sama sekali dia tidak mengira gadis Mancu itu demikian lihainya sehingga mampu memukul pedang terbangnya sehingga jatuh. Cepat dia mengambil pedangnya dan kini Song Kwan yang maklum bahwa gadis berbahaya itu harus dibinasakan, memberi isarat kepada adik-adiknya dan lima orang pendekar itu maju menghadapi Puteri Maya sambil membentuk barisan pedang Ngo-heng Kiam-tin yang dua puluh tahun lalu membuat nama mereka terkenal di dunia kangouw. Barisan pedang ini bisa bekerja sama seperti lima unsur yang saling menunjang. Unsur api, air, tanah, logam dan kayu.

Puteri Mayani tadi juga tidak tahu mengapa pedang hitam itu berhenti mengejarnya. Hatinya merasa lega dan kini ia menghadapi lima orang itu sambil tersenyum mengejek.

"Hemm, inikah Ngo-heng Kiam-tin yang kesohor itu? Lima orang kakek mengeroyok seorang dara remaja? Sungguh lucu! Akan tetapi jangan kira aku takut menghadapi kalian pendekar-pendekar pengecut Majulah!" katanya dengan gagah sambi! memutar pedang dan sabuk sutera merahnya.

"Basmi orang Mancu penjajah busuk!"

Teriak Song Kwan, mengingatkan adik-adiknya bahwa yang mereka hadapi adalah seorang Mancu yang harus dibasmi seperti tekad mereka puluhan tahun yang lalu ketika mereka berjuang menentang pemerintah Mancu. yang menjajah tanah air mereka. Teriakan ini menghapus rasa rikuh bahwa mereka mengeroyok seorang gadis muda belia. Yang mereka keroyok bukan gadis muda belia, melainkan seorang Mancu yang berbahaya, bukan saja berbahaya bagi mereka berlima, melainkan berbahaya bagi bangsa clan tanah air!

Ngo-heng Kiam-tin memang hebat bukan main. Lima orang ahli peclang yang amat mahir jtu kini bekerja sama, saling tunjang saling bantu saling dukung, tentu saja hebat bukan main. Betapapun lihainya Puteri Mayani, ia adalah seorang dara yang baru berusia delapan belas tahun, belum ban yak pengalaman. Mana mungkin ia kuat menghadapi penyerangan lima orang yang bersatu dalam barisan pedang yang merupakan ilmu yang sudah teratur rapi dan amat baiknya itu. Sebentar saja ia terdesak hebat dan ke pedang dari Ngo-heng Kiam-tin terpentat sehingga barisan itu menjadi kacau!

Song Kwan dan adik-adiknya terkejut bukan main melihat dua orang pemuda yang mengamuk dan melindungi Puteri Mayani itu. Akan tetapi A Siong telah dipesan oleh Siauw Beng sehingga ketika menggerakkan tongkatnya, dia sama sekali tidak menyerang lima orang itu, melainkan semata-mata melindungi sang puteri dari ancaman pedang. Puteri Mayani sendiri juga heran dan terkejut, akan tetapi juga girang karena ada dua orang menyelamatkannya.

Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suitan nyaring dan muncullah belasan orang perajurit Mancu, dipimpin oleh seorang pemuda berpakaian seperti seorang bangsawan Mancu. Dia juga memegang sebatang pedang bengkok seperti yang dipergunakan Puteri Mayani, akan tetapi pedangnya lebih besar dan lebih panjang.

"Adinda Mayani" pemuda bangsawan Mancu itu berseru. Pemuda itu berwajah tampan dan gagah dan ketika dia menyerbu, gerakannya juga ganas dan dahsyat sekali sehingga lima orang pendekar itu terdesak ke belakang.

"Kanda Dorbai, siapa suruh kau membantu!" Puteri Mayani berseru, alisnya berkerut.

Akan tetapi pemuda Mancu yang disebut Dorbai itu tidak perduli dan terus membantu Mayani mendesak lima orang pendekar. Belasan orang perajurit Mancu juga sudah menggunakan golok mereka untuk mengeroyok sehingga lima orang pendekar itu berada dalam keadaan sulit dan gawat.

Melihat ini, Siauw Beng segera berkata kepada A Siong, "A Siong, mari kita bantu mereka!" Dan dia sendiri lalu menggerakkan tongkatnya untuk memukul ke arah lengan pemuda bangsawan yang menggunakan pedang bengkoknya menyerang dengan dahsyat ke arah Song Kwan. Ketika itu Song Kwan sedang menghadapi pengeroyokan tiga orang perajurit, maka serangan dahsyat itu tidak sempat dihindarkannya. Biarpun pukulan tongkat Siauw Beng membuat pemuda bangsawan itu membalikkan pedangnya, namun tetap saja ujung pedang itu sudah mencium pundak Song Kwan sehingga bajunya robek berikut kulit pundak sehingga berdarah. Akan tetapi, pemuda bangsawan itu terpaksa melompat jauh ke belakang karena tongkat di tangan Siauw Beng sudah meluncur dan mengancam ulu hatinya. Pemuda itu terkejut sekali karena dia merasa betapa tongkat yang tidak mengenai dadanya itu masih tetap mendatangkan angin yang membuat dadanya terasa panas. Dia maklum bahwa pemuda yang tadi dia lihat membantu Mayani dan kini tiba-tiba membalik dan membantu lima orang itu memiliki sin-kang (tenaga sakti) yang amat hebat!

Sementara itu, A Siong juga cepat memutar tongkatnya menghalangi Mayani yang telah berhasil melukai Bhe Kam. Ujung pedang puteri Mancu itu berhasil melukai paha kiri Bhe Kam sehingga berdarah. Akan tetapi untung, selagi Mayani mendesak hendak mengirim tusukannya. Mayani terkejut dan melawan raksasa muda itu. Namun puteri Mancu itu menghadapi permainan toya yang amat kuat. Toya atau tongkat itu diputar sedemikian rupa sehingga membentuk payung yang menjadi perisai amat kuatnya. Ketika Mayani mencoba untuk menyerang dengan pedang dan sabuk sutera merahnya, kedua senjatanya itu terpental keras, terbentur gulungan sinar yang menjadi perisai dari tong kat A Siong!

Kini Siauw Beng menahan serangan pemuda bangsawan yang bernama Dorbai itu, sedangkan A Siong menghadang Mayani. Dua belas orang perajurit itu kini bertempur mengeroyok lima orang pendekar yang mengamuk hebat walaupun Song Kwan sudah terluka pundaknya dan Bhe Kam terluka pahanya.

Puteri Mayani juga menjadi bingung. Ketika tadi ia terancam Ngo-heng Kiamtin dan nyawanya terancam, keadaannya gawat sekali, muncul dua orang pemuda dusun itu yang menghalangi lima orang itu membunuhnya. Mengapa kini mereka berdua berbalik dan membantu lima orang itu?

"Hai! Gilakah engkau?" teriaknya kepada A Siong yang terus menangkisi semua serangannya sehingga kedua tangannya terasa pedas dan kedua senjatanya selalu terpental kembali. "Tadi engkau membantuku akan tetapi sekarang malah menentangku!" A Siong sendiri juga bingung. Dia hanya secara taat dan otomatis menurut permintaan Siauw Beng dan pikirannya yang agak lambat itu menjadi bingung juga akan perubahan yang ditentukan Siauw Beng ini.

"Aku aku membantu yang terancam bahaya maut!" katanya ngawur, akan tetapi juga

membuktikan kejujurannya karena hanya itulah yang dia ketahui mengapa Siauw Beng kini berbalik membela lima orang itu.

Siauw Beng mendapat kenyataan bahwa lawannya, pemuda bangsawan Mancu itu benar- benar lihai sekali ilmu pedangnya. Ilmu pedang yang aneh gerakannya, terkadang menyambar-nyambar bagaikan seekor naga mengamuk dari angkasa, terkadang berubah menyerang dari bawah dengan gerakan lenggak-lenggok seperti serangan seekor ular yang berbahaya sekali. Akan tetapi, Siauw Beng telah mewarisi ilmu Ngo-heng Lian-hoan Kunhoat peninggalan ayahnya, dimatangkan pula oleh penggemblengan Pek In Sanjin yang sakti, maka dia tidak menjadi kerepotan menghadapi semua serangan aneh itu. Bukan hanya dia mampu menangkis semua itu, bahkan kalau dia mau, dia dapat membalas dengan tidak kalah dahsyatnya. Hanya saja, dia tidak ingin terlibat dalam perkelahian. Niatnya hanya menolong Ngo-kiam-hiap, bekas kawan-kawan seperjuangan ayah angkatnya yang tadi terdesak dan terancam bahaya maut.

Seperti juga Siauw Beng, A Siong tidak mau menyerang Puteri Mayani, hanya membendung semua serangannya, membuat puteri itu tidak berdaya dan ingin menangis saking jengkelnya.

Akan tetapi tidak demikian dengan Ngo-kiam-hiap. Mereka mengamuk dan sudah ada lima orang perajurit terjungkal menjadi korban pedang mereka yang mengamuk ganas. Melihat keadaan ini, pemuda bangsawan Mancu dan (Mayani maklum bahwa pihaknya akan kalah dan menderita rugi, bahkan mungkin terancam maut kalau perkelahian itu dilanjutkan. Maka, pemuda Mancu itu lalu membunyikan suitan tanda bahwa mereka semua harus mundur dan melarikan diri. Mayani juga maklum akan bahaya, maka iapun melompat ke belakang dan. melarikan diri bersama pemuda bangsawan Mancu itu, disusul tujuh orang perajurit yang menarik tangan lima orang teman mereka yang terluka.

Siauw Beng dan A Siong tidak mengejar, apalagi menyetang, tadipun mereka berdua tidak pernah menyerang lawan. Lima orang Ngo-kiam-hiap juga tahu diri. Dua di antara mereka sudah terluka dan mereka tahu benar, tanpa adanya dua orang pemuda dusun itu, mungkin.sekarang mereka berlima telah tewas. Maka, mereka juga tidak melakukan pengejaran.

Setelah membiarkan pundaknya diobati Ciang Hu Seng yang pandai ilmu pengobatan, yang juga mengobati luka di paha Bhe Kam, Song Kwan lalu menghampiri Siauw Beng dan A Siong yang masih berdiri melihat ke arah larinya orang-orang Mancu tadi sambi! memegangi kayu yang tadi mereka pergunakan sebagai senjata.

"Ji-wi eng-hiong (kedua orang pendekar) yang gagah perkasa! Kami berlima berhutang nyawa kepada ji-wi. Kalau tidak ada ji-wi yang membantu, tentu sekarang kami telah tewas di tangan orang-orang Mancu itu." kata Song Kwan sambil memberi hormat. "Bolehkah kami mengetahui nama ji-wi (kalian berdua) yang mulia?"

"Hemm, kalau tidak ada mereka berdua, perempuan iblis Mancu tadi tentu telah dapat kita binasakanl" kata Lee Bun si muka tengkorak dengan suara mengandung penyesalan.

Siauw Beng dapat merasakan ketidakpuasan yang terkandung dalam ucapan si muka tengkorak itu dan diapun merasa bahwa dialah yang menjadi penghalang sehingga mereka berlima tidak sempat membunuh Puteri Mayani yang tadi sudah terkepung dan dalam keadaan gawat. Maka. diapun dengan sikap hormat menjura kepada mereka dan berkata, "Harap Ciong-yang Ngo-tai-hiap suka memberi maaf yang sebesarnya kepada kami berdua. Terus terang saja, ketika kami tadi. melihat seorang gadis remaja ngo-wi keroyok dan, ia terancam bahaya maut, kami berdua tidak dapat membiarkannya saja dan terpaksa kami menghalangi ngowi (anda berlima) melakukan pembunuhan terhadap seorang gadis muda."

"Heh, orang muda Apakah engkau tidak tahu bahwa ia itu seorang Puteri Mancu yang menjajah bangsa kita dan menjadi musuh bersama kita?" bentak Song Kui yang juga merasa penasaran karena kalau tidak ada dua orang muda dusun itu yang menghalang, tentu puteri itu sudah dapat dibunuh dan merekapun tidak menjadi terdesak ketika pemuda Mancu dan pasukannya datang menyerbu.

"Paman sekalian, ada dua hal penting yang membuat terpaksa kami tadi menghalangi ngo-wi membunuh gadis itu. Pertama, sudah menjadi kewajiban kami untuk menolong siapa saja yang terancam bahaya dan gadis itu kami pandang sebagai seorang manusia, bukan sebagai gadis bangsa ini atau itu dan yang menjadi musuh bangs a ad~llah pemerintah Mancu, bukan gadis itu. Kiranya bukan ia yang mempunyai prakarsa menyerang dan menjajah bangsa kita. Dan kedua, kami merasa tidak pantas bagi orang- orang seperti Ciong-yang Ngo-tai-hiap untuk mengeroyok dan membunuh seorang lawan yang hanya merupakan seorang gadis remaja. Hal itu akan memalukan sekali dan menjatuhkan nama dan kehormatan para pendekar sakti seperti paman berlima."

Lima orang pendekar itu saling pandang dan Song Kwan memberi isarat dengan tangannya agar empat orang adiknya tidak berbantahan lagi. Dia memandang.kepada Siauw Beng lalu bertanya. "Pendapatmu itu masuk akal, orang muda. Akan. tetapi kenapa engkau kemudian berbalik dan membantu kami ketika kami diserang oleh pemuda dan gadis Mancu bersama para pengawal mereka itu?"

"Karena kami melihat bahwa.. keadaannya berbalik. Ngo-wi yang terancam bahaya dan tentu saja kami berdua tidak mungkin membiarkan Ciong-yang Ngotai-hiap yang merupakan orang-orang golongan sendiri terancam bahaya."

"Golongan sendiri? Apa maksudmu? Siapakah namamu, orang muda?" Song Kwan mendesak.

"Nama saya Lauw Beng dan saudara ini bernama,A Siong." "She Lauw? Engkau she Lauw …… ?"

Posting Komentar