Si Tangan Halilintar Chapter 54

NIC

Orang ke empat bernama Bhe Kam, berusia lima puluh tiga tahun dan dia sekarang tinggal di Tung-san sebagai seorang guru silat bayaran. Isterinya sudah meninggal dan dia hidup berdua dengan seorang anaknya, seorang puteri yang sudah berusia delapan belas tahun bernama Bhe Siu Cen yang menjadi kembang kota Tung-san. Gadis yang cantik jelita dan juga lihai ilmu silatnya!

Adapun yang ke lima bernama Lee Bun, berusia lima puluh tahun, bermuka tengkorak saking kurusnya. Diapun hidup menyendiri, tanpa keluarga dan sekarang tinggal di puncak Liong-san, menyendiri dan orang ke lima ini paling suka memperdalam ilmu-ilmunya dalam kesunyiannya. Dia banyak bertapa dan memperkuat tenaga dalamnya sehingga tubuhnya menjadi kurus ker ing, akan tetapi diam-diam dia kini telah menghimpun tenaga dahsyat, bahkan kini, setelah selama dua puluh tahun bertapa, tingkat ilmu kepandaiannya mencapai ketinggian yang melampaui semua tingkat empat orang rekannya!

Demikianlah keadaan lima orang yang dulu terkenal sebagai Ciong-yan Ngokiam-hiap dan kini sudah hidup terpisah-pisah, kecuali Song Kui yang ikut kakaknya dan tinggal menumpang di rumah Song Kwan, di Sauw-ciu. Pada hari itu, Song Kwan dan Song Kui yang merasa rindu kepada tiga orang rekannya yang tak pernah dijumpainya, mengirim undangan kepada mereka untuk mengadakan semacam reuni, pertemuan yang akan mendatangkan nostalgia setelah mereka saling berpisah selama kurang lebih dua puluh tahun! Dan Song Kwan sengaja memborong dan menyewa ruangan loteng rumah makan Ho Tin untuk pertemuan yang amat membahagiakan itu. Akan tetapi siapakira, pesta pertemuan itu bahkan menimbulkan masalah dengan seorang puteri bangsawan Mancu yang menantang mereka berlima untuk mengadu ilmu pagi itu di hutan cemara Bukit Kera!

Sebetulnya Song Kwan merasa segan dan tidak ingin melayani tantangan puteri bangsawan Mancu itu. Akan tetapi empat orang adiknya, yang merasa sebagai para pendek-ar sungguh memalukan kalau menolak tantangan orang, membujuk dan mendesaknya sehingga akhirnya dia mengalah.

"Untuk apa melayani segala macam anak perempuan yang manja dan sombong itu?" Tadinya dia membantah. "Song-toako, yang menantang kita adalah seorang gadis bangsawan Mancu dan kita melihat sendiri tadi bahwa ilmunya bukanlah sembarangan. Kalau kita tidak menanggapi, tentu kita akan menjadi buah tertawaan dunia kangouw. Orang-orang akan mengejek dan mengatakan bahwa kini Ciong-yang Ngo-taihiap telah menjadi pengecut dan penakut sehingga tantangan' seorang gadis mudapun tidak berani kita melayaninya." bantah Ciang Jiu Seng si pendek gemuk yang tadi dibuat penasaran oleh Puteri Mayani.

"Benar, Song-toako," kata Bhe Kam.

"Tentu saja kita tidak perlu melayani gadis itu bertanding sungguh-sungguh. Akan tetapi tantangan itu harus kita tanggapi, agar kita tidak dianggap takut. Nanti se,telah bertemu, kita bujuk dan nasehati ia agar jangan suka memandang rendah orang lain. Malu ah kita kalau harus bertanding melawan seorang gadis yang usianya sepantar dengan anakku sendiril"

Demikianlah, akhirnya Song Kwan menurut dan pagi itu mereka sudah datang ke hutan cemara memenuhi tantangan Puteri Mayani. Tanpa mereka ketahui, dua pasang mata mengintai mereka dari balik batu besar yang terdapat tak jauh dari lapangan rumput yang terbuka di tengah hutan itu. Pengintai itu bukan lain adalah Siauw Beng dan A Siong.

Akhirnya orang yang mereka tunggu-tunggu itupun muncullan. Kemunculan Puteri Mayani sungguh mengejutkan dan di luar dugaan lima orang pendekar itu.

Gadis itu muncul seorang diri saja! Hanya tampak sesosok bayangan berkelebat dan tahu- tahu gadis itu sudah berdiri di situ, berpakaian sutera berkembang indah dan sabuk sutera merah yang lihai itu melibat di pinggangnya yang kecil ramping. Semua orang memandang dan mau tidak mau lima orang laki-Iaki tua itu diam-diam harus mengaguminya. Rambut yang hitam panjang itu digelung ke atas, dihias dengan hiasan rambut dari emas' permata, berbentuk seek or burung Hong. Wajahnya cantik jelita tanpa bedak gincu yang terlalu tebal, sepasang mata itu bersinar-sinar bagaikan sepasang bin tang kejora. Bibirnya tersenyum mengejek ketika ia melihat lima orang itu sudah berada di situ. Pakaiannya dari sutera halus itu berkibar ketika ia melompat tadi. Kulit yang tampak pada wajah, leher dan lengannya begitu halus dan putih mulus. Yang lebih mengherankan dansama sekali di luai' dugaan lima orang pendekar itu, Puteri Mayani datang seorang did saja, tanpa seorangpun pengawal! Padahal, tadinya mereka mengira bahwa puteri itu akan muncul dengan dilindungi oleh sepasukan pengawal yang jagoan dan pilihan!

Song Kwan yang menjadi pemimpin di antara teman-temannya dan yang sudah mengambil keputusan untuk mepcegah terjadinya perkelahian yang hanya akan merugikan pihak mereka, segera bangkit berdiri menyambut puteri bangsawan itu, diikuti empat orang adiknya. Mereka memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan di depan dada. Dengan suaranya yang penuh kesabaran dan kelembutan Song Kwan berkata.

"Selamat pagi, nona. Kami berlima telah datang memenuhi undangan nona, dan kami harap pertemuan antara kita ini akan dapat membicarakan kesalahpahaman yang terjadi kemarin. Juga kesempatan ini kami pergunakan untuk minta maaf kepadamu dan mengharap agar nona suka melupakan peristiwa itu sehingga kesalah-pahaman itu tidak perlu diperpanjang lagi.".

Puteri Mayani tersenyum. Senyumnya manis sekali akan tetapi senyuman itu. Mengandung ejekan. Ia berkata lantang dan merdu. "Aku sama sekali tidak ingin memperpanjang urusan kemarin. Adalah kesalahan lima orang pengawalku sendiri, Mereka itu terlalu lemah dan bodoh sehingga mudah dihajar orang! Akan tetapi karena aku mendengar bahwa kalian berlima adalah ahli-ahli silat tersohor, maka aku ingin sekali merasakan kelihaian kalian. Karena itu aku tidak ingin membikin ribut di kota dan menjadi tontonan orang, maka aku menantang kalian untuk datang ke tempat sepi ini. Di sini kita dapat membuktikan sampai di mana kehebatan kalian sehingga kalian bersikap demikian sombong ketika berada di rumah makan Ho Tin."

Kembali Song Kwan menjura dengan hormat. "Nona, kami sudah minta maaf kepadamu. Sebetulnya kami tidak bermaksud untuk bersikap sombong. Akan tetapi karena para perajurit itu bersikap kasar, maka terjadilah kesalahpahaman itu. Kami tidak ingin sama sekali untuk bertanding melawanmu, nona. Diantara kita tidak terdapat permusuhan apapun, bagaimana kami lima orang tua begitu tidak tahu malu untuk bertanding melawan seorang gadis muda belia seperti nona? Sudahlah, nona. Maafkan kami dan sudahi saja urusan ini."

Puteri Mayani mengerutkan alisnya dan tiba-tiba ia menunjukkan telunjuk kirinya kearah muka Song Kwan, "Orang she Song! Tidak perlu berpura-pura lagi. Aku sudah tahu bahwa dahulu, sebelum aku lahir, di waktu kalian ber lima masih muda, kalian terkenal sebagai Ciongyang Ngo-tai-hiap! Kalian. adalah orang- orang yang anti pemerintah Ceng, kalian sekumpulan pemberontak yang selalu mengadakan kekacauan. Aku tidak perduli akan itu semua, akan tetapi aku mempunyai satu kebiasaan, yaitu ingin mencoba kelihaian para jagoan yang malang melintang di dunia kangouw! Jangan kalian kini menolak dan berpura-pura menjadi orang-orang yang suka damai dan tidak biasa beradu ilmu silat! Nah, siapapun diantara kalian boleh maju, bahkan kalau perlu, kalian boleh maju berlima. Aku, Puteri Mayani, tidak akan takut menandingi kalian! Biarpun kalian disebut pendekar- pendekar pedang, ingin kulihat sampai di mana ketajaman pedang kalian!” Setelah berkata demikian, sekali tangan kanannya bergerak, terdengar bunyi berdesing dan sinar menyilaukan berkelebat. Di tangan kanannya itu sudah terdapat sebatang pedang yang tipis yang bentuknya bengkok, mengkilap dan tampak tajam sekali.

Lima orang pendekar itu terkejut. Kiranya puteri bangsawan Mancu ini telah mengetahui keadaan mereka berlima! Ini berbahaya sekali. Kalau Puteri Mayani melaporkan hal ini kepada pemerintah, mereka berlima tentu akan menjadi orang-orang buruan lagi dan tidak, dapat hidup tenteram, selalu harus "menyembunyikan diri” Yang sadar benar akan hal ini adalah Song Kwan. Sebetulnya Song Kwan. adalah seorang pendekar yang berwatak bijaksana dan baik. Akan tetapi pada dasarnya dia memang membenci orang Mancu sebagai penjajah dan kini dia melihat betapa bahayanya gadis ini yang telah mengenal mereka. Sekali rahasia itu dibocorkan, mereka berlima berikut keluarga mereka akan terancam bahaya maut. Gadis ini seorang musuh besar! Terlalu berbahaya dan tidak ada jalan lain kecuali bahwa gadis Mancu ini harus dibinasakan. sebelum rahasia mereka tersiar!

"Bagus, kiranya engkau telah mengetahui bahwa kami adalah Ngo-kiam-hiap (Lima Pendekar Pedang). Kalau begitu, engkau tentu tahu pula bahwa kami berlima amat mengandalkan Ngo-heng Kiamtin (Pasukan Pedang Lima Unsur). Nah, kalau engkau mampu mengalahkan kiamtin kami itu, anggap saja bahwa kami kalah dan engkau boleh melakukan apa saja terhadap diri kamil" kata Song Kwan. Empat orang adiknya maklum akan bahayanya gadis ini dan mereka semua setuju bahwa gadis ini harus dibinasakan.

Akan tetapi, Lee Bun, orang termuda dari mereka yang kini telah memiliki kepandaian tertinggi karena selama dua puluh tahun dia bertapa memperdalam ilmu-ilmunya, terutama ilmu pedangnya sehingga dia berhasil menciptakan Hui-kiam Hoat-sut (Ilmu Sihir Pedang Terbang), merasa malu kalau harus membinasakan gadis muda belia itu dengan cara pengeroyokan. Maka dia lalu berkata. "Song-toako, untuk membunuh seekor tikus kecil tidak perlu menggunakan lima batang pedang besar. Biarkan aku sendiri saja membereskan puteri Mancu yang sombong ini! Nona, beranikah engkau melawan aku?" Lee Bun sudah melangkah maju menghadapi gadis itu dan perlahan-lahan dia mencabut sebatang pedang hitam dari punggungnya "Bagus, kiranya masih ada juga ang-gauta 'Ciong-yang Ngo-tai-hiap yang menghargai kedudukannya dan malu untuk main keroyokan! Eh, muka tengkorak, katakan siapa namamu sebelum. engkau roboh di tanganku. Jangan mati tanpa nama!" kata Puteri Mayani dengan nada memandang rendah.

"Hemm, bocah Mancu. Kenalilah namaku Lee Bun agar engkau tahu siapa nama orang yang menamatkan riwayat hidupmu sekarang!"

"Lee Bun, sambutlah ini!" Puteri Mayani lalu menerjang maju. Gerakannya cepat bukan main dan pedang bengkoknya sudah menyambar ke arah perut si tinggi kurus bermuka tengkorak itu Lee Bun kaget juga. Gadis Mancu ini benar-benar tak boleh dipandang ringan. Terutama sekali memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang amat hebat. Dia lalu menggerakkan pedang hitamnya menangkis.

"Cringgg....... !" Kini Puteri Mayani yang terkejut. Tangan kanannya tergetar hebat ketika pedang bengkoknya bertemu pedang hitam dan tahulah ia bahwa si muka tengkorak Lee Bun itu memiliki sin-kang (tenaga sakti) yang kuat sekali!

Iapun tidak berani main-main. Diloloskannya sabuk sutera merah dengan tangan kirinya. Kini ia memegang pedang bengkok dan sabuk sutera merah dan segera menyerang dengan ganas dan dahsyatnya. Bagaikan seorang akrobat saja, gadis itu memutar pedang dengan tangan kanan dan sabuk sutera merah dengan tangan kirinya. Tampak gulungan sinar putih dan merah, bergulung-gulung dan menyambar-nyambar dengan cepat. Lee Bun terpaksa harus memutar pedang hitamnya untuk melindungi diri. Namun, tetap saja dia menjadi kerepotan. Gerakan yang luar biasa cepatnya itu membuat Lee Bun sama sekali tidak sempat untuk balas menyerang dan dia dihujani serangan pedang dan sabuk yang keduanya amat berbahaya dan merupakan serangan maut!

Siauw Beng yang nonton bersama A Siong, mendekam di belakang batu besar, menjadi kagum sekali. "Ah, puteri inisungguh lihai sekali." bisiknya.

”Tapi tengkorak hidup itupun amat lihai." kata A Siong.

"Hussh, apa engkau tidak ingat akan cerita ayah Ma Giok? Mereka adalah Ciong-yang Ngo-tai-hiap yang dulu menjadi teman-teman seperjuangan ayah!"

Posting Komentar