"Bahwasanya aku tiada permusuhan yang mendalam dengan Lu Tang-wan, tujuanku hanya ingin menjajal kepandaiannya belaka, sedikit lena aku telah melukai dia, akupun sangat menyesal. Ai, pertikaian ini kelak masih mengharap kaulah yang melerainya."
Cin Long hwi tertawa getir, katanya, "Diriku sendiri sukar mendapat pengampunan ayah cara bagaimana bisa melerai permusuhan Suhu?"
Tiba-tiba Jing-hou khek tertawa, tanyanya, "Liong hwi, kau sudah mengikat jodoh belum?"
Cin Liong hwi melengak, katanya, "Belum. Suhu untuk apa kau tanyakan hal ini?"
"Perawan kampungan sudah tentu tidak cocok menjadi pasanganmu," demikian kata Jing hou-khek. "Untung ayahmu belum mengikat jodohmu, kalau tidak aku merasa sayang bagi kau. Ehm, muridku, kau ingin tidak meminang seorang perawan yang cantik jelita dan pintar lagi.''
"Suhu, apakah kau tidak menggoda aku? Kita sedang membicarakan urusan penting."
"Yang kukatakan ini juga cukup penting. Coba kau dengar penjelasanku." kata Jing-hou khek.
"Lu Tang wan punya seorang putri bernama Giok-yau, tahun ini berusia delapan belas. Bukan saja ilmu silatnya sudah mendapat gemblengan langsung dari ayahnya, main kepalan atau gunakan senjata sama lihaynya. Apalagi pintar membaca dan main tetabuhan, semuanya serba pandai. Soal paras dan perawakan, bukan aku memujinya, selama puluhan tahun aku kelana di Kangouw, belum pernah kulihat nona yang jelita dan rupawan seperti dia." sampai disini ia pandang Cin Liong hwi dengan mimik tertawa tidak tertawa serta katanya, "Perempuan begitu cantik dan pintar lagi, seumpama kau menyulut pelita mencari kemana-mana juga sukar didapat. Kau ada maksud tidak?"
"Kalau dia pergi sendiri, bila ketemu Tiat wi, bukankah Tiat-wi bisa memberikan penjelasannya?"
"Waktu dia menuju Yo ka-thong menyirapi berita itu, saat mana Ling Tiat-wi sudah dalam perjalanan menuju ke Mongol bersama In-tiong-yan yang dia tahu melulu Ling Tiat-wi bersama In tiong-yan pernah menginap bersama dirumah keluarga Lu itu. Apalagi masih dapat diduga, dia tidak akan pergi sendiri tentu mengutus keponakannya untuk mencari berita ini. Keponakannya itu jauh lebih benci pada bacot goblok itu dari kau, kalau pulang pasti akan menambahi bumbu dan memutar lidahnya untuk menjelekkan Ling Tiat wi.''
"Kenapa dia bisa berbuat begitu?''
"Sebab keponakan itu juga jatuh hati terhadap Piaumoaynya itu. Tapi kau boleh melegakan hati, bocah ini bukan tandinganmu. Sudah sekian banyak aku memutar lidahku, kau dengar nasehatku saja, tanggung tidak akan salah dan kecewa. Aku selalu membantu kau secara sembunyi."
Akhirnya Cin Liong-hwi kena terbujuk juga secara gegabah ia lantas beranjak menuju ke Ciat-kang timur dikediaman keluarga Lu.
Sejak Hong-thian lui pergi, setiap hari Lu Giok-yau menjadi bersedih selalu murung. Karena hal itu entah berapa kali selalu marah-marah pada ibunya. Hari-hari berlalu dengan cepat siang malam Lu Giok yau berharap ayahnya lekas pulang, membawa berita Hong-thian lui. Ayahnya berkata hendak menyambangi ayah Hong thian-lui, bila Hong-thian lui sudah tiba dirumah dan ayahnya belum lagi pulang, tentu mereka bertemu disana.
Tak duga harap punya harap tanpa terasa tahu tahu sebulan sudah berlalu, namun ayahnya belum juga kunjung pulang.
Selama ini sudah tentu merupakan kesempatan baik bagi Khu Tay-seng untuk unjuk muka dan menjual lagak dihadapan sang Piaumoay, namun Lu Giok-yau selalu acuh tak acuh, tak mau hiraukan dia, kadang kala diajak bicarapun segan dan tinggal pergi malah. Bukan karena sengaja dia hendak menjauhi sang Piauko, soalnya dia tiada minat ditemani orang bermain.
Pada suatu hari kebetulan Khu Tay-seng baru pulang dari main-main diluar, mereka ibu beranak sedang bercakap cakap. Begitu melihat sang keponakan Lu hujin lantas memanggil, "Tay seng, kebetulan aku hendak tanya kau. Bukankah sudah lama kau tidak latihan silat dengan Giok-yau?"
Khu Tay seng tertawa, katanya menekuk jari, "Coba biar kuhitung dulu. Dalam bulan ini tidak lebih Piaumoay berlatih dua kali dengan aku, yang paling belakangan terjadi pada setengah bulan yang lalu."
Kata Lu-hujin sambil mengerut kening, "Giok-yau, bukan aku suka ngomeli kau. Sejak Ling Tiat wi pergi, kau selalu bermuram durja, kelihatannya segan bicara dan berlatih lagi, terhadap aku kaupun tak sudi omong lagi. Soal bicara sih tidak menjadi soal, namun latihan silatmu menjadi terbengkalai, bila ayahmu pulang dan menguji kepandaianmu, mungkin akupun akan ditegurnya karena tidak mengawasi kau."
"Berlatih dengan Piaukopun tidak akan mendapat kemajuan berarti," demikian ujar Giok-yau, "bila ayah pulang, biarlah beliau marahi aku saja. Aku sendiri yang berbuat salah biar aku pula yang menerima makiannya, tiada sangkut pautnya dengan piauko."
Kata-katanya, latihan dengan piaukopun tidak akan mendapat kemajuan bagi pendengaran Khu Tay seng laksana sembilu menusuk ulu hatinya, pikirnya, "Jelas kau mencela ilmu silatku terang tak ungkulan dibanding bocah gendeng itu." batinnya mendelu, namun lahirnya tetap berseri tawa, katanya, "Sayang orang yang punya kepandaian silat tinggi sudah pergi."
Tak tahan lagi segera Lu hujin menegur, "Tay-seng, coba lihat, Piaumoaymu masih merengek padaku, tidak seharusnya Ling Tiat-wi digebah pergi, kan bukan aku yang mengusirnya pergi, coba katakan apakah tuduhannya itu masuk akal dan beralasan ?"
Mendadak Khu Tay seng tersenyum, ujarnya, "Piaumoay, biar kuberitahu padamu sebuah berita baik, selanjutnya boleh kau tidak usah kuatir bagi Ling toako."
Kata Lu Giok-yau, "Dia pulang membawa sakit yang belum sembuh, perjalanan ini begitu jauh, bagaimana aku tidak akan kuatir bagi dirinya. Piauwko, kau selalu menggoda dan tertawakan diriku. Baik, kabar apa yang telah kau dengar, coba beritahu padaku."
"Begitu mendengar kabarnya kau lantas begitu gugup, kemana kau main pura-pura lagi," demikian goda Khu Tay seng. "Tapi, bukan sengaja aku hendak goda kau, soalnya aku sendiri juga prihatin akan kesehatannya."
Lu Giok-yau menjadi sebal mendengar ucapannya ini, katanya merengut, "Sudah tidak usah banyak cerewet, sebetulnya ada berita apa lekas katakana."
Dengan kalem sepatah demi sepatah Khu Tay-seng berkata, "Ling toakomu itu bahwasanya tidak pernah pulang kerumahnya, sekarang dia masih berada di Yo-ka-thong, jarak tempat itu tidak lebih tiga perjalanan." Tersentak hati Giok yau, katanya, "Tidak mungkin dia pasti langsung pulang, di Yo ka-thong tidak punya sanak kadang, buat apa dia kesana?"
O^~^~^O
"Tiada sanak tiada kadang memang benar, tapi seorang sahabat ada disana." ujar Khu Tay-seng penuh teka-teki.
"Dirumah siapa dia tinggal di Yo-ka-thong ?" Lu-hujin menyela bertanya.
"Dirumah seorang she Lou."
"Apa tinggal dirumah orang she Lou itu ?" teriak Lu Giok-yau terkejut. Ini membuat orang semakin tidak percaya, ternyata Lou Jin cin adalah gembong penjahat besar yang sudah cuci tangan dan menghentikan prakteknya, walaupun keluarga Lu tidak pernah saling hubungan, namun Lu Giok-yau kenal akan orang macam apa adanya orang she Lou ini.
Kata Lu-hujin tawar; "Kejadian didunia ini kadangkala diluar dugaan manusia. Piaukomu berkata begitu tegas dan gamblang, kukira kabar ini bukan kabar angin belaka."
Lu Giok-yau masih sangsi, katanya : "Piauko, darimana kau dengar berita ini ? Siapa pula yang kau maksudkan sahabat Ling Tiat-wi itu?"
Air muka Khu Tay-seng rada aneh, seperti tertawa tidak tertawa, katanya sinis : "Sahabat karibku itu adalah seorang perempuan, she apa dan siapa namanya aku sendiri belum tahu. Yang kutahu hanya julukannya In-tiong-yan !"
Sekarang ganti Lu-hujin yang berjingkrak kaget sambil menepuk paha, katanya : "In-tiong-yan nama ini seperti aku pernah dengar dari penuturan ayahmu, konon adalah maling perempuan terbang yang baru dua tahunan ini menonjol dikalangan Kangouw. Wajahnya ayu jelita, ilmu silatnya tinggi lagi, sayang tiada seorangpun yang tahu asal usulnya."
Lu Giok-yau menjadi gelisah, tanyanya, "Piauko, sebetulnya cara bagaimana kau mendapat kabar ini?"
Kata Khu Thay seng pelan pelan : "Apakah kau masih ingat Siau-seng-cu yang kekar dalam kampung kita itu ? Sekarang dia menjadi pegawai masa panjang dirumah keluarga Lou Jin cin, kemaren kebetulan mendapat perlop dan pulang rumah, tadi aku bertemu dengan dia, menurut katanya dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat Ling Tiat-wi dengan perempuan itu berpasangan keluar masuk di rumah Lou Jin-cin."
Lu-hujin menimbrung : "Siau-seng cu itu seorang bocah jujur, selamanya tidak pernah bohong. Waktu ayahmu berulang tahun tempo hari, diapun ikut membantu dirumah kami, dia kenal siapa Ling Tiat-wi adanya, kukira dia tidak akan salah lagi."
"Piaumoay," kata Khu Tay-seng. "bila kau tidak percaya, boleh panggil Siau-seng-cu kemari untuk kau tanya sendiri."
"Suruhlah Lo-ong pergi panggil Siau-seng-cu kemari supaya Yau ji mengetahui lebih jelas lagi." Lo ong adalah pembantu tua keluarga Lu.
Tak lama Lo ong pergi, diluar sana lantas terdengar ketukan pintu, Lu-hujin menjadi heran, katanya : "Siau seng-cu bertempat tinggal diujung kampung sana, kenapa begitu cepat Lo- ong sudah kembali?"
Kata Khu Thay seng, "Didengar dari derap langkah diluar pintu, nada-nadanya pendatang ini hanya seorang. Apa mungkin Lo-ong tidak berhasil mengundang Siau-seng-cu ?"
Belum lagi rasa heran mereka hilang tampak penjaga pintu diluar sudah masuk menuntun seorang pemuda mendatangi. Laporannya, "Lapor Hujin, Cin-kongcu ini katanya sahabat Ling-kongcu, beliau baru tiba dari Soa-tang !"
Penjaga pintu ini sudah puluhan tahun bekerja dirumah Lu, sejak kecil iapun ikut mengasuh Lu Giok-yau hingga besar, dia tahu akan isi hati nona majikannya maka begitu mendengar Cin Liong-hwi sebagai sahabat Ling Tiat wi dan bisa mengajukan buktinya lagi, lantas dia membawanya masuk tanpa memberi lapor terlebih dahulu.
Dengan laku hormat Cin Liong hwi memberi sembah hormat kepada Lu-hujin, katanya : "Harap maaf atas kunjungan Siau-tit yang mendadak ini. harap Pek-bo (bibi) suka memberi maaf yang sebesar-besarnya."
Sudah lama Lu Giok-yau tahu Cin Liong-hwi adalah sahabat karib Ling Tiat-wi yang paling kental, melihat orang datang keruan bukan kepalang girang hatinya, cepat ia berkata : "Tiat-wi sering bercerita tentang kau, dia adalah murid ayahmu yang terbesar bukan?"
"Benar," sahut Cin Liong-hwi. "Dia adalah Suhengku."