Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 82

CSI

Hong thian lui bertanya heran, "Ayah, apa yang kau tertawakan?"

Ayah dan anak bertemu kembali sudah tentu sangat menggembirakan tapi dia tahu tabiat ayahnya meskipun sangat senang beliau takkan melepas tawa sepuas itu, oleh karena itu ia mengajukan pertanyaan karena heran.

Tiba tiba muka Ling Hou berubah serius, katanya, "Anak Wi adakah aku pernah berpesan padamu supaya tidak berbohong?"

Hong-thian-lui terkejut, sahutnya, "Anak belum pernah membangkang dari ajaran ayah. Tapi bila para Tartar Mongol itu mengompres keteranganku, aku pun tidak berani bicara secara gamblang, tapi kurasa hal ini tidak terhitung membangkang dari pesan ayah bukan?"

"Sudah tentu tidak terhitung," ujar Ling Hou tertawa, "Justru aku menguatirkan kau terlalu mentah menerima ajaranku itu, maka ingin aku bicara pula padamu, sekarang kau sudah kemukakan lebih dulu apa yang akan kuucapkan."

Untuk sesaat, Hong thian lui menjadi keheranan dan garuk garuk kepala. Maka Ling Hou lantas melanjutkan, "Sebagai manusia kita harus jujur, membual adalah merupakan pantangan berat. Tapi kita harus pandai melihat situasi dan pintar menghadapi keadaan. Ada kalanya untuk menghadapi musuh, tiada halangannya kita berbohong kepada mereka. Kenyataan sudah terjadi baru saja aku sudah menipu seluruh penghuni Lou keh-ceng itu."

Selamanya belum pernah Hong-thian-lui melihat ayahnya bicara begitu lucu dan humor, timbul rasa senang dan ingin tahunya, segera bertanya lebih lanjut, "Cara bagaimana ayah telah menipu mereka?"

"Sebetulnya aku hanya memendam bahan peledak disatu tempat saja," demikian tutur Ling Hou, "yaitu tempat yang meledak tadi. Bahwa kukatakan telah memendam peledak dipuluhan tempat adalah gertakan sambelku belaka untuk menakuti mereka."

Baru sekarang semua orang tahu duduk perkara sebenarnya, tanpa merasa mereka sama tertawa geli. Segera Hek-swan hong menimbrung bicara, "Lou Jin-cin memang kurang cerdik, seharusnya ia bisa berpikir, bila benar dapat memendam peledak dipuluhan tempat masa kau tidak konangan pada orang-orangnya?"

"Ya," ujar Ling Hou, "aku hanya main gertak dan bertaruh dengan mereka, seumpama mereka masih menaruh curiga, betapapun ia tidak akan berani mempertaruhkan jiwa dan seluruh harta bendanya untuk gugur bersama kita."

Hong thian-lui terburu buru ingin tahu satu persoalan, setelah keadaan rada tenang segera ia bicara, "Paman Lu, apakah kau sudah bertemu dengan putrimu?"

Lu Tang-wan mengerut alis dan bermuka kecut, sahutnya, "Dia sudah berhasil melarikan diri. Paman Sipmulah yang telah melihatnya tadi."

"Kudengar ia datang dengan seorang lain, entah siapakah orang itu? Paman Sip, apakah kau melihat orang itu?" tanya Hong thian lui.

Jawab Sip It-sian, "Sebetulnya akupun tidak melihat mereka." demikian Sip It-sian menjelaskan, "Aku hanya tahu bahwa keponakan Yau ada disekap dalam kamar dan kudengar suara teriakannya. Aku tidak keburu menolongnya karena harus melayani labrakan Lou Jin cin," setelah bicara diam-diam ia mengeluh dalam hati, sungguh ia menyesal harus berbohong, pikirannya, "Ling Hou mengajar anaknya supaya cuma berbohong kepada musuh saja, tapi justru aku berbohong terhadap orang sendiri. Ai, keadaanlah yang memaksaku berbuat demikian."

Kata Lu Tang-wan, "Setelah lolos dari Lou-keh ceng tentu putriku itu segara kembali kerumah. Mari kuundang kalian menetap beberapa hari dirumahku untuk istirahat beberapa hari. Keponakan Tiat-wi, luka lukamu belum lagi sembuh, lantas kau sudah menempuh perjalanan kali ini kau harus menetap beberapa hari lagi dirumahku!"

Mendelu perasaan Hong-thian-lui, dalam hati ia mereka-reka, "Sudah tentu aku ingin segera bertemu dengan Giok yau, kuatirnya setelah berada dirumahnya, bibi akan kurang senang terhadap kami!"

Kata Lu Tang wan pula, "Tiat wi, apa yang kau pikirkan, adakah sesuatu yang menyulitkan dirimu?" sebagai seorang yang berpengalaman luas, Lu Tang-wan dapat mengira-ngira, tanpa menanti pulang dirinya, Hong thian lui sudah meninggalkan rumahnya lebih pagi dari dugaannya semula, dalam hati ini tentu ada seluk beluknya. Oleh karena itulah ia ajukan pertanyaannya.

"Paman Lu," kata Hong thian-lui. "apa kau tidak kuatir kita beramai akan melibatkan dirimu?"

Lu Tang wan menjadi kurang senang, katanya, "Apa apaan ucapanmu ini, bila aku takut kena terlibat, tak mungkin aku menyusul kemari menolong kau bersama ayahmu." sebetulnya pertanyaan Hong-thian-lui justru mengenai telak ganjalan hatinya. Waktu pertama kali Hong-thian-lui bertandang kerumahnya memang dia kuatir terlibat urusan, tapi jalan pikirannya sudah jauh berbeda dan banyak berubah sudah.

"Bocah ini tidak pandai bicara, Lu-toako kuharap kau tidak ambil hati," demikian Ling Hou menyela. "Anak Wi, sekarang paman Lu sudah termasuk orang sendiri, kau masih ragu dan menyangsikan apa lagi, ayo maju mohon maaf kepada paman Lu," maksud kata katanya memberi kisikan bahwa Lu Tang wan mungkin sudah mempersetujui soal pernikahannya. Sudah tentu ini hanya anggapan Ling Hou seorang saja.

Cepat Hong thian lui maju menjura mohon maaf, "Paman Lu, aku bicara salah harap kau tidak ambil dihati."

Lu Tang wan tertawa lebar, ujarnya, "Kutahu kau bermaksud baik asal kau mau pulang bersama aku tentu aku akan senang. Bila anak Yau melihat kau pasti dia akan berjingkrak kegirangan."

Sebagai seorang tua yang berpengalaman, setelah mendengar ucapan Hong thian-lui, ia dapat meraba kemana juntrungan ucapannya tadi pikirnya, "Pasti ibu Giok yau yang ingin menjodohkan putrinya kepada Khu Tay seng sehingga bersikap dingin terhadap dia, sekembali dirumah nanti aku harus bicarakan persoalan ini dengan dia baik baik."

Hong thian lui setiba dirumah keluarga Lu pasti dirinya bakal bertemu dengan Giok yau legalah hatinya, katanya, "Saudara Hong, sayang ln tiong yan tidak berani keluar bersama kita."

Sip It-sian punya ganjalan hati, kuatir orang menanyakan soal siapa yang pernah bersama In tiong yan segera ia menyela bicara sambil batuk batuk, "Benar bicara soal In tiong yan, ada sebuah urusan yang harus kuserahkan kepada kau. Nah, inilah Pinghoat peninggalan Go Yong itu, In tiong yan menitipkan padaku untuk diserahkan kepada kau."

Hek swan hong menerima Pinghoat itu, hatinya senang tapi juga rada hambar, dalam hati ia berpikir, "Setelah mengalami peristiwa malam ini mungkin secepat mungkin In-tiong yan akan diseret Liong siang Hoatong kembali ke Holin. Selama hidup ini kapan baru kesempatan pula untuk bertemu. Ai, mungkin sesulit menganggap jarum didasar lautan."

Mana dia tahu meski In tiong yan tidak lari bersama dia tapi iapun tidak ikut Liong siang Hoatong kembali ke Holin. Pada saat terjadi keributan di Lou keh ceng secara diam diam ia sudah lari meninggalkan tempat itu. Jauh setengah jam dimuka ia sudah meninggalkan mereka. Setelah suasana menjadi tentram baru Liong siang Hoatong mengetahui sudah tentu kaget dan dongkol pula hatinya, namun apa boleh buat terpaksa ia tinggalkan empat Kim tiong Busu untuk mencari jejaknya bersama Umong dan lain-lain, ia kembali lebih dulu ke Holin.

Sekarang marilah kita ikuti pengalaman Cin Liong hwi yang melarikan diri sambil memanggul Lu Giok yau, setelah keluar dari Lou keh ceng sekaligus ia berlari lari kencang dua puluhan li, tanpa terasa cuaca sudah terang tanah. Hari masih pagi benar tapi Lu Giok yau masih belum lagi siuman.

Takut dijalan raya dilihat orang segera Cin Liong hwi sembunyi kedalam sebuah hutan, pelan pelan ia meletakkan tubuh Lu Giok yau diatas tanah. Setelah menenangkan pikiran dan mengatur napas ia tunduk mengawasi wajah Lu Giok yau masih tidur nyenyak dengan biji mata meram napasnya teratur nan enteng berbau harum. "Sungguh cantik rupawan!" demikian puji Cin Liong hwi dalam hati. Baru saja lolos dari mara bahaya tapi timbul pula sifat jalangnya, jantungnya berdegup cepat dan tanganpun berkeringat.

Mendadak didengarnya suara keresekan yang mendatangi, Cin Liong hwi terkejut dan berjingkrak bangun, tampak ujung dahan liuk melambai terhembus angin pagi nan sepoi-sepoi mana ada bayangan manusia? Dalam hati Cin Liong hwi tertawa pahit, "Tak heran orang sering berujar sekali pernah tergigit ular melihat rumput bergerak pun ketakutan. Paman Sip dan lain lain sedang terkepung di Lou keh ceng, betapapun tinggi Ginkangnya mungkin takkan dapat lolos. Kenapa aku ketakutan sendiri?" ternyata ia mengira Sip It sian sudah mengejar dan senang saat diketahui bahwa angin mengembus daun daun pohon.

Setelah hilang rasa kecutnya, hati Cin Liong hwi menjadi gundah was was, pikirnya, "Banyak tokoh tokoh kosen berada di Lou keh ceng, betapapun paman Sip takkan berhasil melarikan diri, tapi bila Lu Tang-wan benar juga sudah meluruk tiba di Lou-keh ceng, dengan memandang muka Lu Tang-wan mungkin Lou Jin-cin mau melepasnya pergi." Waktu Cin Liong hwi melarikan diri tadi Lu Tang-wan belum lagi menyusul tiba. Tapi teriakan Sip It Sian yang memanggil Lu Tang-wan supaya datang menolong putrinya dapat didengar dengan jelas oleh Cin Liong-hwi.

"Kejadian semalam sudah kepergok oleh paman Sip, mana bisa aku pulang kerumah? Rumah paman Lu akupun tidak mungkin ke sana pula, kecuali nasi sudah menjadi bubur, Lu Giok-yau sudah secara suka rela mau menjadi istriku, kalau tidak mungkin Lu Tang-wan sendiri pun bakal mencabut jiwaku."

"Ai, disini aku tidak bisa menetap, rumah pun tidak bisa pulang, bagaimana baiknya?" Sekonyong-konyong timbul pikiran jahat Cin Liong-hwi terpikir pula selanjutnya : "Apa boleh buat, terpaksa aku harus menipunya. Akan kukatakan padanya pulang menyambut ayahnya, kukira dia tidak akan tahu jalan mana yang harus ditempuh menuju ke-kampung halamanku. Bersama dia aku akan minggat ketempat nan jauh, entah kemana asal semakin jauh dari tempat kelahiran semakin baik. Laki perempuan melakukan perjalanan jauh bersama, wajahku lebih ganteng lebih cakap dari Hong-thian lui bocah itu, disertai bakat dan kepintaranku masa aku tidak mampu memincut dan mempersunting genduk ayu ini ?"

Setelah berketetapan hati, Cin Liong-hwi lantas mendekat maju dan duduk menggelendot disamping tubuh Lu Giok-yau, dengan membongkok tubuh ia menikmati kejelitaan wajah Lu Giok-yau nan ayu diwaktu tidur nyenyak, semakin ketarik, baru saja ia menunduk hendak mencium pipinya, tiba-tiba Lu Giok-yau membuka mata kontan ia menjerit teriaknya, "Heh, kenapa kau menyelonong masuk kekamarku?" Kiranya sepanjang jalan ini ia dipanggul oleh Cin Liong Hwi sehingga badannya ikut bergerak tergetar, sebetulnya beberapa jam Iagi baru ia bisa siuman sekarang kasiat obat bius itu menjadi hilang dan secara kebetulan ia siuman pada waktu itu juga. Begitu membuka mata pikirannya masih belum jernih, yang dilihat hanyalah Cin Liong hwi berada di depan matanya, ia menyangka dirinya masih rebah diatas ranjang dalam kamar istri Lou Jin cin.

Cin Liong-hwi segera mundur selangkah, ujarnya tertawa: "Syukurlah kau sudah siuman. Coba kau lihat tempat apakah ini ?"

Lu Giok yau celingukan, katanya heran: "Apakah yang telah terjadi? Kenapa aku bisa tidur dalam hutan belukar ini?"

"Nona Lu," kata Cin Liong-hwi, "apa kau tahu semalam hampir saja kau dicelakai orang?"

"Oleh siapa?" seru Lu Giok yau berjingkrak kaget.

"Bukan siapa siapa, tak lain tak bukan isteri Lou Jin-cin itulah," demikian Cin Liong hwi menjelaskan, "Mereka begitu tekun melayani kau, kiranya mempunyai maksud tertentu. Kau sangka emangnya mereka itu orang baik ?"

"Aku tahu mereka bukan orang baik. Tapi cara bagaimana mereka hendak mencelakai aku ? Cobalah kau jelaskan."

Posting Komentar